JAYAPURA – Menurunnya daya beli masyarakat tidak hanya berlaku di ritel atau pasar, namun juga terhadap kain dan baju batik bermotif Papua. Hal ini berdasarkan keluhan dari sebagian penjual yang ada di Kota Jayapura.
Penyebabnya selain karena efisiensi anggaran, juga adanya pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB).
Manto, penanggung jawab Toko Aneka Batik Papua Kotaraja mengaku sejak awal Tahun 2025 hingga saat ini, penjualan mereka sepi dibanding Tahun 2024. Ia mengaku terjadi penurunan hingga 15 persen.
“Dulu, penjualan kain batik bagus. Konsumen kami dari daerah pegunungan dan Kota Jayapura, bahkan ada yang pesan dari luar Papua juga, namun sekarang sudah menurun,”kata Manto, Jumat (9/5).
Diakui meski penjualan kain batik Papua menurun, pihaknya tetap optimis bahwa kain batik Papua tetap dicari karena mempunyai nilai jual sendiri.
Kata Manto, pada momentum tertentu seperti acara PON XX, Pesparawi, acara keagamaan, dan acara pemerintahan banyak yang memesan.
“Harga kain yang kami tawarkan bervariasi, tergantung dari jenis dan motifnya. Harga terendah dimulai dari Rp 45 ribu/meter, kain batik tulis ada yang Rp 100 ribu/meter, ada juga kain tenun sarimbit harganya mencapai Rp 4 juta,”ucapnya.
Sambung Manto, saat ini, kain batik Papua dengan cara dicap atau ditulis paling banyak dicari pembeli meski harganya mahal.
Menurutnya, adanya instruksi bahwa setiap Jumat memakai baju batik khas Papua ini juga membantu penjualan kain batik Papua.
Hal senada juga dikatakan salah satu karyawan di Toko Batik Papua Kotaraja Eko, ia mengaku permintaan kain batik khas Papua tidak seramai dulu. Meski demikian, dirinya tetap optimis penjualan kain batik tetap bagus.
“Sekarang yang menggunakan batik khas Papua tidak hanya orang tua saja, melainkan juga pelajar dan anak muda,” pungkasnya. (dil/fia)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos