Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Perdasus tentang Hak Ulayat Dinilai Melemahkan Hak Masyarakat Adat

JAYAPURA-Komnas HAM Papua mengadakan kegiatan FGD terkait efektifitas Perdasus No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah di Provinsi Papua.

   Kegiatan yang menghadirkan sejumlah masyarakat adat, dan juga lembaga pemerintah, serta lembaga terkait seperti BPN, Pengadilan Negeri, akademisi serta pegiat HAM itu berlangsung di Hotel Horison Padang Bulan pada Rabu (18/9) kemarin.

  Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengatakan dasar dari kegiatan tersebut karena adanya pengaduan masyarakat adat terkait substansi dari perdasus tersebut yang dianggap melemahkan hak hukum masyarakat adat dalam mengambil tanah adat yang dikuasai secara sepihak oleh pihak kedua misalnya koorporasi, atau pemerintah dan lainnya.

Baca Juga :  Masalah KPS Bisa Jadi Bumerang

   Pihaknyapun mencoba mencermati isi dari Perdasus tersebut. Dari hasil analisis tersebut Komnas HAM menilai hal tersebut terjadi karena Perdasus tersebut belum memiliki turunannya ke dalam Peraturan Daerah (Perda).

   Kemudian belum adanya pasal yang mengatur jelas terkait kewenangan lembaga lembaga tertentu untuk melaksanakan aturan tersebut.  Sehingga yang terjadi status masyarakat adat dalam mempertahankan hak ulayatnya selalu lemah.

   “FGD ini tujuannya, mendengarkan asiprasi masyarakat adat, serta penjelasan lembaga terkait tentang Perdasus ini,” ujar Frits.

  Tindak lanjut dari FGD itu Komnas HAM akan mengajukan rekomendasi ke Pemerintah Daerah ataupun kepada legislatif selaku pembuat Undang Undang.

   “Nantinya kami akan roadshow ke bupati bupati, atsu walikota ajukan rekomendasi hasil FGD ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Pelantikan Caleg Terpilih Tunggu SK Gubernur

   Ditempat yang sama Pakar Hukum Tata Negara Uncen Yusak Elisa Reba menjelaskan pembentukan Peraturan Daerah Khusus harus memenuhi tiga asas utama yaitu, keadilan, kemanfaatam dam kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat.

   Dia menilai sunstansi dari Perdasus No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayah Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah di Provinsi Papua ini tidak menguntungkan masyarakat adat.

   Sebab substantinya belum diatur secara jelas. Oleh sebab itu disarankan agar harus direvisi secara ulang. “Saya sarankan perdasus ini harus direvisi, atau ditambal sulam dengan yang ada,” ujarnya. (rel/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

JAYAPURA-Komnas HAM Papua mengadakan kegiatan FGD terkait efektifitas Perdasus No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah di Provinsi Papua.

   Kegiatan yang menghadirkan sejumlah masyarakat adat, dan juga lembaga pemerintah, serta lembaga terkait seperti BPN, Pengadilan Negeri, akademisi serta pegiat HAM itu berlangsung di Hotel Horison Padang Bulan pada Rabu (18/9) kemarin.

  Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengatakan dasar dari kegiatan tersebut karena adanya pengaduan masyarakat adat terkait substansi dari perdasus tersebut yang dianggap melemahkan hak hukum masyarakat adat dalam mengambil tanah adat yang dikuasai secara sepihak oleh pihak kedua misalnya koorporasi, atau pemerintah dan lainnya.

Baca Juga :  Pelantikan Caleg Terpilih Tunggu SK Gubernur

   Pihaknyapun mencoba mencermati isi dari Perdasus tersebut. Dari hasil analisis tersebut Komnas HAM menilai hal tersebut terjadi karena Perdasus tersebut belum memiliki turunannya ke dalam Peraturan Daerah (Perda).

   Kemudian belum adanya pasal yang mengatur jelas terkait kewenangan lembaga lembaga tertentu untuk melaksanakan aturan tersebut.  Sehingga yang terjadi status masyarakat adat dalam mempertahankan hak ulayatnya selalu lemah.

   “FGD ini tujuannya, mendengarkan asiprasi masyarakat adat, serta penjelasan lembaga terkait tentang Perdasus ini,” ujar Frits.

  Tindak lanjut dari FGD itu Komnas HAM akan mengajukan rekomendasi ke Pemerintah Daerah ataupun kepada legislatif selaku pembuat Undang Undang.

   “Nantinya kami akan roadshow ke bupati bupati, atsu walikota ajukan rekomendasi hasil FGD ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Kolaborasi Berbagai Pihak Sukseskan Road to CMSE 2024

   Ditempat yang sama Pakar Hukum Tata Negara Uncen Yusak Elisa Reba menjelaskan pembentukan Peraturan Daerah Khusus harus memenuhi tiga asas utama yaitu, keadilan, kemanfaatam dam kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat.

   Dia menilai sunstansi dari Perdasus No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayah Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas Tanah di Provinsi Papua ini tidak menguntungkan masyarakat adat.

   Sebab substantinya belum diatur secara jelas. Oleh sebab itu disarankan agar harus direvisi secara ulang. “Saya sarankan perdasus ini harus direvisi, atau ditambal sulam dengan yang ada,” ujarnya. (rel/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya