Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Setda Papua Muhammad Musa'ad menyampaikan, sebenarnya beberapa waktu lalu sudah ada pertemuan antara para dokter terutama dokter ahli dengan manajemen RS bersama Pemprov dalam hal ini Sekda Papua termasuk dirinya sendiri.
Terkait dengan gaji kontrak, dr Mote menjelaskan, bahwa gaji kontrak dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Hanya saja, belum ada pembahasan anggaran tersebut saat ini.
Kendati demikian, para Nakes yang ada di RSUD Dok II ini tetap melayani setiap pasien yang datang berobat di rumah sakit yang belum lama ini dilabeli sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional yang telah disematkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Bupati Romanus Mbaraka juga menjelaskan soal protes yang dilakukan dari petugas service, sopir ambulance dan security. Menurut Bupati Romanus, mereka ingin agar dimasukkan dalam data base honorer untuk diangkat menjadi calon Aparatur Sipil Negara (ASN) formasi kuota 600 honorer.
Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Jack Komboy menyampaikan ikut memonitor persoalan ini dan segera mengundang direktur rumah sakit beserta perangkat tim medisnya untuk mengecek persoalan yang sedang terjadi.
Sementara pihak RSUD Jayapura angkat bicara perihal dokter kontrak yang pilih mogok kerja. Direktur RSUD Jayapura, dr. Anton Mote menyampaikan, pengurangan gaji dokter kontrak di rumah sakit yang dipimpinnya merupakan dampak dari kebijakan anggaran pemerintah pusat.
Para dokter sendiri banyak yang tidak mengetahui mengapa terjadi pemotongan namun ada yang menyebut bahwa ini ada kaitannya dengan recofusing dimana banyak dana yang sudah dianggarkan akhirnya ikut dipotong.
"Saya dengar Puskesmas Sarmi pelayanan lebih bagus dari RSUD Sarmi, bukan soal Puskesmas Sarmi ada di kota, tapi ini kan RSUD Sarmi, seharusnya lebih baik dari pada Puskesmas. Bahkan masyarakat merasa enggan ke RSUD Sarmi karena faktor jarak yang jauh, lebih baik ke Sentani atau Jayapura, "katanya.
Direktur RSUD Jayapura, dr Anton Mote menyebut, pengembangan layanan ini juga sebagai salah satu upaya menjadikan RSUD Jayapura benar-benar sebagai rumah sakit rujukan nasional.
Diakuinya, selain obat injeksi, obat malaria khusus tablet juga sudah tersedia. Pihaknya hanya kewalahan pada saat obat injeksi habis, karena kesulitan untuk penanganan pasien-pasien kronis.