Penangkapan ini dilakukan oleh tim gabungan Polresta Jayapura Kota. Selain Buchtar, ada juga nama Bazoka Logo selaku pimpinan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan lima nama lainnya yaitu Jekson Wakerkwa, Yohanis Wandikbo, Gilbert Kogoya, Lawe Wandikbo dan Kibo Telenggen.
Sementara dari Komnas HAM sendiri menghadirkan Komisioner Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, Beka Ulung Hapsara, Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey dan Koordinator Bidang Mediasi Komnas HAM Asri Wahono.
“Hanya melalui dialoglah kekerasan bisa diakhiri di tanah ini, namun membutuhkan kesepakatan antara kedua bela pihak yang bermasalah,” kata Theo kepada Cenderawasih Pos, Senin (21/3).
Tak hanya melakukan penembakan, kelompok ini juga disebut melakukan pembakaran dan penyerangan terhadap warga. Tercatat ada 11 rumah yang dibakar termasuk bangunan perumahan Puskesmas dan perumahan guru. Kelompok yang berulah ini menurut laporan Polda Papua dipimpin oleh Undius Kogoya.
Tokoh TPN OPM Jayawijaya Linus Hiluka yang juga mantan tahanan Politik di Jayawijaya meminta warga tidak tertipu dengan isu kedatangan Dewan HAM PBB yang bisa dimanfaatkan oleh elit politik yang dapat menyebabkan masyarakat Papua saling bentrok, sebab isu ini bisa disusupi untuk kepentingan tertentu mendapatkan posisi dan Pemekaran, sehingga diminta seluruh Organisasi Politik jangan membuat aksi apapun.
Permintaan Kapolda Mathius Fakhiri ini pasca pembantaian yang menewaskan delapan karyawan PT Palapa Timur Telematika (PTT) di Kampung Jenggereng, Distrik Beoga Barat, Kabupaten Puncak saat melaksanakan perbaikan Tower BTS 3 Telkomsel pada Rabu (2/3) lalu.
“Jika OPM menuding Bebi adalah kaki tangannya TNI-Polri, maka OPM harus membuktikan dengan fakta yang kuat. Misalkan dengan foto mungkin saat Bebi menerima uang atau lainnya dari aparat, atau mungkin menerima komunikasi dengan aparat,” jelas Theo.
Komnas HAM Papua beranggapan bahwa tudingan tersebut bisa saja menjadi pembenaran atas tindakan yang dilakukan kelompok ini (OPM-red). Namun dari aspek kemanusiaan, tindakan itu tidak dibenarkan apapun alasannya.
Keduanya menyatakan bertanggungjawab atas pembantaian tersebut termasuk terhadap Bebi Tabuni salah satu putera asli Puncak yang ikut tewas. Bebi disebut sebagai kepanjangan tangan aparat keamanan di Ilaga sehingga pantas untuk dihabisi.
Penyerahan santunan dilakukan di Bandara Moses Kilangin, Timika Kabupaten Mimika yang diserahkan kepada keluarga korban sesaat sebelum pelepasan jenazah korban yang akan dimakamkan di kampung halaman masing-masing.