Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Kalah Medan, Pemerintah Dianggap Tak Mampu Bebaskan Pilot Susi Air?

JAYAPURA – Pemerintah Indonesia dianggap tak mampu membebaskan Pilot Susi Air Philip Mark Merthens, yang disandera kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023 di Paro, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.

Hal itu disampaikan Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela Ham) Theo Hesegem saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (21/5) kemarin.

Menurut Theo, sudah mau empat bulan berjalannya waktu. Namun Philip Marthen masih berada di tangan TPNPB, sehingga itu. Harus ada komunikasi dengan TPNPB untuk pembebasan pilot asal Selandia Baru tersebut.

“Adapun yang bisa membangun komunikasi adalah orang orang yang dipercaya antara kedua belah pihak dalam hal ini pemerintah dan TPNPB. Namun perlu diingat, bukan dari sisi politik atau sisi lainnya, melainkan mereka percaya dari lembaga seperti gereja atau organisasi mana dan itu harus ada persetujuan dari TPNPB,” tegas Theo.

Baca Juga :  Komnas Minta Dukungan Internasional Soal Atasi Kekerasan di Papua

Selain itu kata Theo, beberapa hari terakhir, tak ada lagi kabar dari Philip Mark Merthens yang biasa disampaikan oleh Juru Bicara TPNPB atau mereka yang berada di lapangan. Baik melalui info foto yang disebarkan, maupun berupa vidio.

“Seiring dengan disanderanya pilot tersebut, pemerintah pusat kerap mengirim berbagai macam pasukan di Papua. Termasuk pasukan yang dilatih, tetapi sampai saat ini. Tidak ada  yang berhasil membebaskan pilot, justru banyak anggota yang menjadi korban di lapangan,” tuturnya.

Lanjut Theo, bagian ini juga pemerintah harus melihatnya. Bahwa standar tiga bulan menunjukan ketidak mampuan pemerintah untuk menyelamatkan pilot. Sehingga, disarankan untuk mendorong adanya dialog.

“Dialog yang diharapkan seperti yang dilakukan di aceh dan bagian itu penting untuk dilakukan pemerintah pusat, kenapa Aceh bisa lantas Papua tidak bisa ?,” tegasnya.

Baca Juga :  Aliran Kali Acai Dangkal dan Tersumbat Sampah

Menurut Theo, tidak mampunya aparat TNI-Polri dalam membebaskan pilot dikarenakan medan Papua yang sulit. Selain itu, prajurit juga tidak menguasai medan yang berujung pada jatuhnya korban jiwa dalam jumlah yang banyak.

“Yang menjadi kekuatan TPNPB adalah mereka menguasai medan dan dimungkinkan didukung dengan kode kode alam. Sehingga, pasukan non organik yang datang ke Nduga kerap mengalami kesulitan untuk membebaskan sandera,” bebernya.

Kata Theo, perlunya komunikasi dengan TPNPB untuk melakukan pembebasan dengan cara yang mereka mau. Musabab, TPNPB inilah yang buat masalah.

“Dengan begitu, apa yang diinginkan dan diharapkan TPNPB bisa disampaikan kepada pemerintah pusat secara resmi dan transparan. Bisa menampug aspirasi mereka sekalipun itu berbeda pandangan politik dan ideologinya,” pungkasnya. (fia/wen)

JAYAPURA – Pemerintah Indonesia dianggap tak mampu membebaskan Pilot Susi Air Philip Mark Merthens, yang disandera kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023 di Paro, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan.

Hal itu disampaikan Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela Ham) Theo Hesegem saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (21/5) kemarin.

Menurut Theo, sudah mau empat bulan berjalannya waktu. Namun Philip Marthen masih berada di tangan TPNPB, sehingga itu. Harus ada komunikasi dengan TPNPB untuk pembebasan pilot asal Selandia Baru tersebut.

“Adapun yang bisa membangun komunikasi adalah orang orang yang dipercaya antara kedua belah pihak dalam hal ini pemerintah dan TPNPB. Namun perlu diingat, bukan dari sisi politik atau sisi lainnya, melainkan mereka percaya dari lembaga seperti gereja atau organisasi mana dan itu harus ada persetujuan dari TPNPB,” tegas Theo.

Baca Juga :  Rentetan Peristiwa Yahukimo dan Krisis Kemanusiaan

Selain itu kata Theo, beberapa hari terakhir, tak ada lagi kabar dari Philip Mark Merthens yang biasa disampaikan oleh Juru Bicara TPNPB atau mereka yang berada di lapangan. Baik melalui info foto yang disebarkan, maupun berupa vidio.

“Seiring dengan disanderanya pilot tersebut, pemerintah pusat kerap mengirim berbagai macam pasukan di Papua. Termasuk pasukan yang dilatih, tetapi sampai saat ini. Tidak ada  yang berhasil membebaskan pilot, justru banyak anggota yang menjadi korban di lapangan,” tuturnya.

Lanjut Theo, bagian ini juga pemerintah harus melihatnya. Bahwa standar tiga bulan menunjukan ketidak mampuan pemerintah untuk menyelamatkan pilot. Sehingga, disarankan untuk mendorong adanya dialog.

“Dialog yang diharapkan seperti yang dilakukan di aceh dan bagian itu penting untuk dilakukan pemerintah pusat, kenapa Aceh bisa lantas Papua tidak bisa ?,” tegasnya.

Baca Juga :  Komnas Minta Dukungan Internasional Soal Atasi Kekerasan di Papua

Menurut Theo, tidak mampunya aparat TNI-Polri dalam membebaskan pilot dikarenakan medan Papua yang sulit. Selain itu, prajurit juga tidak menguasai medan yang berujung pada jatuhnya korban jiwa dalam jumlah yang banyak.

“Yang menjadi kekuatan TPNPB adalah mereka menguasai medan dan dimungkinkan didukung dengan kode kode alam. Sehingga, pasukan non organik yang datang ke Nduga kerap mengalami kesulitan untuk membebaskan sandera,” bebernya.

Kata Theo, perlunya komunikasi dengan TPNPB untuk melakukan pembebasan dengan cara yang mereka mau. Musabab, TPNPB inilah yang buat masalah.

“Dengan begitu, apa yang diinginkan dan diharapkan TPNPB bisa disampaikan kepada pemerintah pusat secara resmi dan transparan. Bisa menampug aspirasi mereka sekalipun itu berbeda pandangan politik dan ideologinya,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya