Saturday, April 20, 2024
26.7 C
Jayapura

Harga Pertamax Dikabarkan Naik Mulai Besok

Erick: Kalau Pertamax Naik Mohon Maaf

JAKARTA-Belum selesai persoalan kelangkaan solar, kini masyarakat harus dipusingkan dengan kabar wacana kenaikan BBM jenis Pertamax. Beredar kabar, harga BBM jenis RON 92 itu akan naik per 1 April besok.

Dikonfirmasi terkait kabar itu, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting masih belum bisa banyak berkomentar. Irto menjelaskan, Pertamina masih melakukan kajian dan evaluasi seiring dinamika harga minyak yang terjadi.

‘’Untuk Pertamax masih kami kaji dengan mempertimbangkan perkembangan harga minyak dunia. Kami masih berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk penyesuaian harga Pertamax,’’ ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (30/3).

Irto juga belum bisa memastikan kapan pastinya harga Pertamax akan mengalami penyesuaian. ‘’Kita masih review,’’ imbuhnya.

Seperti diketahui, hingga kini harga minyak dunia terus melambung di atas USD 100 per barel. Itu sejalan dengan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP).

Tren kenaikan ICP terjadi sejak akhir 2021. Hingga puncaknya pada Maret 2022, ICP tercatat USD 114,55 per barel. Kenaikan itu makin menjadi ketika konflik Rusia – Ukraina memanas.

Tingginya harga minyak dunia tentu berpengaruh pada harga BBM RI. Sebab, sewajarnya harga BBM RON 92 dijual sekitar Rp 16.000 per liter. Namun, Pertamina masih mempertahankan harga Pertamax di kisaran Rp 9.000 per liter.

Sebagai pembanding, Shell menjual BBM RON 92 di kisaran Rp 12.990 per liter. Sementara, BP-AKR menjual di kisaran Rp 12.500 per liter.

Dengan kondisi Pertamina yang terus menjual BBM RON 92 di bawah harga keekonomian, tentu Pertamina jugalah yang akan babak belur untuk menanggung kerugian selisih harga. Apalagi, Pertamax bukan BBM subsidi. Peruntukkannya pun bagi masyarakat menengah ke atas.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi menuturkan, batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 untuk Maret 2022 sebesar Rp 14.526 per liter.

Harga tersebut merupakan cerminan dari harga keekonomian BBM RON 92 berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum. Adapun dalam menghitung harga keekonomian atau batas atas bulan Maret tersebut, mempertimbangkan realisasi perkembangan harga bulan sebelumnya, yaitu Februari. Padahal Februari 2022, harga minyak belum setinggi Maret 2022.

‘’Dengan mempertimbangkan harga minyak bulan Maret yang jauh lebih tinggi dibanding Februari, maka harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 bulan April 2022 akan lebih tinggi lagi dari Rp 14.526 per liter, bisa jadi sekitar Rp 16.000 per liter,’’ ujarnya.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan bahwa keputusan terkait harga Pertamax disebabkan melonjaknya harga minyak dunia. ”Pemerintah sudah memutuskan Pertalite dijadikan subsidi, Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik mohon maaf,” ujar Erick.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan bahwa kenaikan harga Pertamax diperlukan karena harganya sudah jauh dari harga keekonomian. ”Disparitas yang sangat tinggi. Kita tahu harga Pertamax sekarang Rp 9.000. Kalau harga keekonomiannya saat ini sampai Rp 16.000 yang harga sebenarnya segitu di dunia. Memang sangat jauh. Memang saya dapat masukkan dari berbagai para pengamat dan sebagainya, bahwa memang harga Pertamax sudah jauh dari harga keekonomiannya,” ujarnya.

Baca Juga :  Haris dan Fatia Masih Berstatus Saksi

Di lain pihak, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menegaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan polemik BBM muncul di saat pengusaha sedang bersiap menyambut peak season Ramadan. ”Menurut saya nggak tepat momennya. Kita mau masuk Ramadan dimana kita akan masuk ke peak season. Dampaknya nanti ke harga barang dan komoditas yang diterima konsumen. Kasihan, hajat orang banyak,” ujar Mahendra, saat dihubungi Jawa Pos.

Mahendra menegaskan bahwa komponen harga BBM mengambil porsi 50-60 persen pada operasional jasa angkutan transportasi. Sehingga jika biaya transportasi naik, maka harga komoditas atau produk yang akan diterima konsumen juga akan meningkat. ”Padahal kita sedang bertumpu pada optimistis pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 5 persen tahun ini,” bebernya.

Mahendra menegaskan bahwa untuk BBM jenis Biosolar dan Pertalite diharapkan pengusaha tidak ikut dilepas ke harga keekonomian. Dua BBM tersebut dinilai vital untuk kebutuhan angkutan transportasi. ”Kita pengusaha di momen ini tidak hanya sedang mempersiapkan gaji bulanan, tapi juga THR. Jadi hal ini sangat sensitif,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, harga Pertamax harus dinaikkan. Itu bertujuan untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina. ‘’Hari ini BBM Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi dukungan kepada (kenaikan harga) itu perlu,’’ ujar Nicke, Senin (28/3).

Pertalite Jadi BBM Penugasan

Sejalan dengan itu, pemerintah telah menetapkan Pertalite (RON 90) menjadi BBM Khusus Penugasan (JBKP), menggantikan Premium (RON 88).

Dengan peralihan status menjadi JBKP atau BBM Penugasan, maka BBM tersebut didistribusikan di wilayah penugasan. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022, dinyatakan bahwa wilayah penugasan penyediaan dan pendistribusian JBKP meliputi seluruh wilayah NKRI.

Head of Center Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P.G. Talattov mengapresiasi kebijakan extraordinary atau darurat pemerintah yang sifatnya sementara dengan menetapkan Pertalite sebagai JBKP.

Kebijakan itu membuat Pertamina tidak perlu menaikan harga jual BBM RON 90 itu. Karena mendapatkan kompensasi atas selisih antara Harga Jual Formula (HJF) dengan Harga Jual Eceran (HJE) dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Abra menilai, APBN masih memliki ruang fiskal yang cukup untuk memberikan tambahan kompensasi. Sebab, dalam simulasi sensitivitas APBN 2022 pada nota keuangan 2022, setiap kenaikan harga ICP USD 1 per barel akan menambah pendapatan negara Rp 3 triliun. Dan di sisi belanja negara ada tambahan Rp 2,6 triliun. Namun, secara net masih ada potensi surplus Rp 400 miliar.

Dengan skenario ICP USD 100 per barel, ada potensi tambahan pendapatan negara sebesar Rp 111 triliun dan tambahan belanja Rp 96,2 triliun. Sehingga secara net terdapat surplus Rp 14,8 triliun. Bahkan dengan ICP Maret yang sudah mencapai USD 114,6 per barel dan harga minyak mentah dunia yang sudah menembus USD 120 per barel, potensi windfall profit tax dari sektor migas juga semakin besar.

Baca Juga :  Berulah Lagi, KST Bakar Honai Warga

“Dengan skenario rata-rata ICP 2022 sebesar USD 120 per barel, maka ada potensi tambahan pendapatan negara sebesar Rp 171 triliun dan tambahan belanja Rp 148,2 triliun. Sehingga, secara net ada potensi surplus Rp 22,8 triliun,” jelas lulusan Universitas Diponegoro tersebut saat dihubungi Jawa Pos.

Dari legislatif, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyebut, penetapan pertalite menjadi BBM dalam penugasan penting. Sehingga masyarakat tidak khawatir akan terjadi kenaikan harga. Seiring kenaikan harga migas dunia yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina.

Selain itu, Pertamina juga akan menjadi tenang. Sebab, status Pertalite sebagai BBM dalam penugasan, berarti ada jaminan pemerintah atas kompensasi selisih harga keekonomian dengan harga jual yang ada sekarang ini. “Penetapan ini sejalan dengan Perpres Nomor 117 tahun 2021 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM tertanggal 31 Desember 2021, yang mengompensasi 50 prosen BBM pertalite,” terang Mulyanto.

Politisi PKS tersebut juga mendesak pemerintah segera mendistribusikan pertalite ke seluruh wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup. Jangan sampai menimbulkan kelangkaan.

Terkait APBN, kenaikan harga migas dunia diikuti dengan meningkatnya penerimaan ekspor negara. Terutama dari kenaikam harga komoditas batubara, minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO), tembaga, dan nikel. “Ini soal bagaimana mengelola isi kantong kiri dan kantong kanan,” tandas Mulyanto.

Meski begitu, pihaknya tidak setuju dengan kenaikan harga pertamax. Menurutnya, Komisi VII sendiri tidak pernah membahas soal kenaikan harga pertamax ini. “Dalam FGD, Pertamina pernah mengangkat masalah itu, namun secara umum disikapi dingin oleh anggota yang hadir,” terangnya.

Mulyanto meminta pemerintah konsisten dalam mengambil kebijakan terkait harga BBM dalam negeri. Sudah seharusnya kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih karena diterpa pandemi Covid-19.

Menurut dia, konsistensi sangat penting agar kebijakan pemerintah mudah dipahami dan mendapat dukungan publik. Contohnya, terkait dengan harga pertamax. “Di awal-awal pandemi saat harga migas dunia anjlok pada titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga pertamax,” ungkapnya

Sekarang, lanjut Mulyanto, saat harga migas naik, pemerintah segera mewacanakan untuk menaikan harga pertamax. “Ini kan tidak konsisten. Masyarakat pada posisi yang tidak diuntungkan,” terangnya. Akibatnya masyarakat tidak dapat membedakan mana BBM jenis umum, BBM yang khusus penugasan, dan mana yang bersubsidi. Karena semua harga BBM diatur pemerintah.

Ke depan, kata dia, pemerintah harus konsisten terkait kebijakan BBM jenis umum, yang harganya bergerak sesuai mekanisme pasar. Biarlah pasar yang menentukan harga itu melalui kompetisi yang adil antara Pertamina dan swasta, sehingga terbentuk harga yang fair.

Selain itu, kenaikan pertamax secara langsung juga akan menekan pertalite, karena dapat diperkirakan pengguna pertamax akan beralih ke pertalite.  Sebab, selisih harga yang cukup lebar antara pertamax dan pertalite akan mendorong terjadinya hal tersebut.

Seharusnya pemerintah segera membayar dana kompensasi bagi Pertamina yang selama ini tertunggak sebesar Rp 100 triliun. “Ini cara yg elegan untuk menyehatkan Pertamina,” tandas Mulyanto. (dee/han/lum/agf/JPG)

Erick: Kalau Pertamax Naik Mohon Maaf

JAKARTA-Belum selesai persoalan kelangkaan solar, kini masyarakat harus dipusingkan dengan kabar wacana kenaikan BBM jenis Pertamax. Beredar kabar, harga BBM jenis RON 92 itu akan naik per 1 April besok.

Dikonfirmasi terkait kabar itu, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting masih belum bisa banyak berkomentar. Irto menjelaskan, Pertamina masih melakukan kajian dan evaluasi seiring dinamika harga minyak yang terjadi.

‘’Untuk Pertamax masih kami kaji dengan mempertimbangkan perkembangan harga minyak dunia. Kami masih berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk penyesuaian harga Pertamax,’’ ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (30/3).

Irto juga belum bisa memastikan kapan pastinya harga Pertamax akan mengalami penyesuaian. ‘’Kita masih review,’’ imbuhnya.

Seperti diketahui, hingga kini harga minyak dunia terus melambung di atas USD 100 per barel. Itu sejalan dengan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP).

Tren kenaikan ICP terjadi sejak akhir 2021. Hingga puncaknya pada Maret 2022, ICP tercatat USD 114,55 per barel. Kenaikan itu makin menjadi ketika konflik Rusia – Ukraina memanas.

Tingginya harga minyak dunia tentu berpengaruh pada harga BBM RI. Sebab, sewajarnya harga BBM RON 92 dijual sekitar Rp 16.000 per liter. Namun, Pertamina masih mempertahankan harga Pertamax di kisaran Rp 9.000 per liter.

Sebagai pembanding, Shell menjual BBM RON 92 di kisaran Rp 12.990 per liter. Sementara, BP-AKR menjual di kisaran Rp 12.500 per liter.

Dengan kondisi Pertamina yang terus menjual BBM RON 92 di bawah harga keekonomian, tentu Pertamina jugalah yang akan babak belur untuk menanggung kerugian selisih harga. Apalagi, Pertamax bukan BBM subsidi. Peruntukkannya pun bagi masyarakat menengah ke atas.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi menuturkan, batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 untuk Maret 2022 sebesar Rp 14.526 per liter.

Harga tersebut merupakan cerminan dari harga keekonomian BBM RON 92 berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum. Adapun dalam menghitung harga keekonomian atau batas atas bulan Maret tersebut, mempertimbangkan realisasi perkembangan harga bulan sebelumnya, yaitu Februari. Padahal Februari 2022, harga minyak belum setinggi Maret 2022.

‘’Dengan mempertimbangkan harga minyak bulan Maret yang jauh lebih tinggi dibanding Februari, maka harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 bulan April 2022 akan lebih tinggi lagi dari Rp 14.526 per liter, bisa jadi sekitar Rp 16.000 per liter,’’ ujarnya.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan bahwa keputusan terkait harga Pertamax disebabkan melonjaknya harga minyak dunia. ”Pemerintah sudah memutuskan Pertalite dijadikan subsidi, Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik mohon maaf,” ujar Erick.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan bahwa kenaikan harga Pertamax diperlukan karena harganya sudah jauh dari harga keekonomian. ”Disparitas yang sangat tinggi. Kita tahu harga Pertamax sekarang Rp 9.000. Kalau harga keekonomiannya saat ini sampai Rp 16.000 yang harga sebenarnya segitu di dunia. Memang sangat jauh. Memang saya dapat masukkan dari berbagai para pengamat dan sebagainya, bahwa memang harga Pertamax sudah jauh dari harga keekonomiannya,” ujarnya.

Baca Juga :  APMS Anugrah Baliem Wamena Dikenai Sanksi

Di lain pihak, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menegaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan polemik BBM muncul di saat pengusaha sedang bersiap menyambut peak season Ramadan. ”Menurut saya nggak tepat momennya. Kita mau masuk Ramadan dimana kita akan masuk ke peak season. Dampaknya nanti ke harga barang dan komoditas yang diterima konsumen. Kasihan, hajat orang banyak,” ujar Mahendra, saat dihubungi Jawa Pos.

Mahendra menegaskan bahwa komponen harga BBM mengambil porsi 50-60 persen pada operasional jasa angkutan transportasi. Sehingga jika biaya transportasi naik, maka harga komoditas atau produk yang akan diterima konsumen juga akan meningkat. ”Padahal kita sedang bertumpu pada optimistis pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 5 persen tahun ini,” bebernya.

Mahendra menegaskan bahwa untuk BBM jenis Biosolar dan Pertalite diharapkan pengusaha tidak ikut dilepas ke harga keekonomian. Dua BBM tersebut dinilai vital untuk kebutuhan angkutan transportasi. ”Kita pengusaha di momen ini tidak hanya sedang mempersiapkan gaji bulanan, tapi juga THR. Jadi hal ini sangat sensitif,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, harga Pertamax harus dinaikkan. Itu bertujuan untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina. ‘’Hari ini BBM Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi dukungan kepada (kenaikan harga) itu perlu,’’ ujar Nicke, Senin (28/3).

Pertalite Jadi BBM Penugasan

Sejalan dengan itu, pemerintah telah menetapkan Pertalite (RON 90) menjadi BBM Khusus Penugasan (JBKP), menggantikan Premium (RON 88).

Dengan peralihan status menjadi JBKP atau BBM Penugasan, maka BBM tersebut didistribusikan di wilayah penugasan. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022, dinyatakan bahwa wilayah penugasan penyediaan dan pendistribusian JBKP meliputi seluruh wilayah NKRI.

Head of Center Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra P.G. Talattov mengapresiasi kebijakan extraordinary atau darurat pemerintah yang sifatnya sementara dengan menetapkan Pertalite sebagai JBKP.

Kebijakan itu membuat Pertamina tidak perlu menaikan harga jual BBM RON 90 itu. Karena mendapatkan kompensasi atas selisih antara Harga Jual Formula (HJF) dengan Harga Jual Eceran (HJE) dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Abra menilai, APBN masih memliki ruang fiskal yang cukup untuk memberikan tambahan kompensasi. Sebab, dalam simulasi sensitivitas APBN 2022 pada nota keuangan 2022, setiap kenaikan harga ICP USD 1 per barel akan menambah pendapatan negara Rp 3 triliun. Dan di sisi belanja negara ada tambahan Rp 2,6 triliun. Namun, secara net masih ada potensi surplus Rp 400 miliar.

Dengan skenario ICP USD 100 per barel, ada potensi tambahan pendapatan negara sebesar Rp 111 triliun dan tambahan belanja Rp 96,2 triliun. Sehingga secara net terdapat surplus Rp 14,8 triliun. Bahkan dengan ICP Maret yang sudah mencapai USD 114,6 per barel dan harga minyak mentah dunia yang sudah menembus USD 120 per barel, potensi windfall profit tax dari sektor migas juga semakin besar.

Baca Juga :  Produsen Tunggu Petunjuk Teknis DPO-DMO

“Dengan skenario rata-rata ICP 2022 sebesar USD 120 per barel, maka ada potensi tambahan pendapatan negara sebesar Rp 171 triliun dan tambahan belanja Rp 148,2 triliun. Sehingga, secara net ada potensi surplus Rp 22,8 triliun,” jelas lulusan Universitas Diponegoro tersebut saat dihubungi Jawa Pos.

Dari legislatif, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyebut, penetapan pertalite menjadi BBM dalam penugasan penting. Sehingga masyarakat tidak khawatir akan terjadi kenaikan harga. Seiring kenaikan harga migas dunia yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina.

Selain itu, Pertamina juga akan menjadi tenang. Sebab, status Pertalite sebagai BBM dalam penugasan, berarti ada jaminan pemerintah atas kompensasi selisih harga keekonomian dengan harga jual yang ada sekarang ini. “Penetapan ini sejalan dengan Perpres Nomor 117 tahun 2021 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM tertanggal 31 Desember 2021, yang mengompensasi 50 prosen BBM pertalite,” terang Mulyanto.

Politisi PKS tersebut juga mendesak pemerintah segera mendistribusikan pertalite ke seluruh wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup. Jangan sampai menimbulkan kelangkaan.

Terkait APBN, kenaikan harga migas dunia diikuti dengan meningkatnya penerimaan ekspor negara. Terutama dari kenaikam harga komoditas batubara, minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO), tembaga, dan nikel. “Ini soal bagaimana mengelola isi kantong kiri dan kantong kanan,” tandas Mulyanto.

Meski begitu, pihaknya tidak setuju dengan kenaikan harga pertamax. Menurutnya, Komisi VII sendiri tidak pernah membahas soal kenaikan harga pertamax ini. “Dalam FGD, Pertamina pernah mengangkat masalah itu, namun secara umum disikapi dingin oleh anggota yang hadir,” terangnya.

Mulyanto meminta pemerintah konsisten dalam mengambil kebijakan terkait harga BBM dalam negeri. Sudah seharusnya kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih karena diterpa pandemi Covid-19.

Menurut dia, konsistensi sangat penting agar kebijakan pemerintah mudah dipahami dan mendapat dukungan publik. Contohnya, terkait dengan harga pertamax. “Di awal-awal pandemi saat harga migas dunia anjlok pada titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga pertamax,” ungkapnya

Sekarang, lanjut Mulyanto, saat harga migas naik, pemerintah segera mewacanakan untuk menaikan harga pertamax. “Ini kan tidak konsisten. Masyarakat pada posisi yang tidak diuntungkan,” terangnya. Akibatnya masyarakat tidak dapat membedakan mana BBM jenis umum, BBM yang khusus penugasan, dan mana yang bersubsidi. Karena semua harga BBM diatur pemerintah.

Ke depan, kata dia, pemerintah harus konsisten terkait kebijakan BBM jenis umum, yang harganya bergerak sesuai mekanisme pasar. Biarlah pasar yang menentukan harga itu melalui kompetisi yang adil antara Pertamina dan swasta, sehingga terbentuk harga yang fair.

Selain itu, kenaikan pertamax secara langsung juga akan menekan pertalite, karena dapat diperkirakan pengguna pertamax akan beralih ke pertalite.  Sebab, selisih harga yang cukup lebar antara pertamax dan pertalite akan mendorong terjadinya hal tersebut.

Seharusnya pemerintah segera membayar dana kompensasi bagi Pertamina yang selama ini tertunggak sebesar Rp 100 triliun. “Ini cara yg elegan untuk menyehatkan Pertamina,” tandas Mulyanto. (dee/han/lum/agf/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya