Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Produsen Tunggu Petunjuk Teknis DPO-DMO

Aprindo: Tidak Ada Panic Buying, Stok Migor Cukup Dua Pekan

JAKARTA-Pemerintah telah menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng (migor). Perinciannya, migor curah Rp 11.500/liter, kemasan sederhana Rp 13.500/liter, dan kemasan premium Rp 14.000/liter. HET yang dilaksanakan mulai Selasa (1/2) itu tentu membawa dampak pada industri ritel.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin menyatakan, pihaknya siap menjalankan kebijakan tersebut. ”Sejak tanggal 19 Januari kami melakukan intervensi harga sesuai yang diminta menteri perdagangan untuk minyak goreng satu harga, yakni Rp 14.000/liter. Artinya, pada saat kami menentukan harga jual itu, stok lama yang kami beli tentu lebih mahal dari Rp 14.000/liter,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (28/1).

Solihin melanjutkan, kali ini, dengan aturan HET, pihaknya mematuhi apa saja kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. Sebab, hal itu memang bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya kebijakan tersebut, dia berharap harga migor di pasaran bisa stabil. ”Ini program bagus. Supaya harganya stabil,” imbuhnya.

Baca Juga :  Rekrutmen Bersama BUMN 2024 Resmi Dibuka

Namun, Solihin mengimbau masyarakat tidak melakukan panic buying. Sebab, stok di pasaran terbilang cukup. Adanya panic buying akan membuat stok di pasaran cepat habis. ”Jika pembelian normal, stok yang ada di pertokoan cukup untuk dua pekan,” tuturnya.

Solihin melanjutkan, selain melakukan penjualan, pihaknya tentu melakukan pembelian pada distributor atau produsen. Tetapi, saat ini pemenuhan stok untuk pembelian itu masih dalam level yang sedikit. ”Masih di bawah 10 persen,” ucapnya.

Selain HET, Kemendag juga menetapkan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk seluruh produsen migor. Kebijakan tersebut berlaku sejak Kamis (27/1). Mekanisme DMO wajib untuk seluruh produsen migor yang akan melakukan ekspor. Nanti mereka wajib mengalokasikan 20 persen dari volume ekspor untuk memenuhi kebutuhan migor dalam negeri.

Baca Juga :  Satu Tahun Kinerja Pj Kepala Daerah Akan Dievaluasi, Lanjut Atau Ganti

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tofan Mahdi menegaskan, pihaknya siap mendukung kebijakan itu. Apalagi, tujuannya dalam rangka stabilisasi harga migor.

”Terkait DMO, kami masih menunggu peraturan teknisnya seperti apa. Kami berharap dengan DMO harga minyak goreng segera stabil, stoknya ada, dan ekspor minyak sawit juga tetap bisa menjadi penopang neraca perdagangan Indonesia,” jelasnya.

Tofan menyebutkan, selama ini belum ada best practice terkait DPO. Sehingga pihaknya masih terus memonitor dan menunggu aturan teknis dari pemerintah. Terkait dengan proyeksi harga CPO ke depan, Tofan masih belum bisa banyak berkomentar. ”Secara teoretis, pasar internasional akan menangkap suplai minyak sawit dari Indonesia akan turun. Nah, apakah ini akan memicu kenaikan harga? Kita lihat saja nanti,” katanya. (dee/c9/dio/JPG)

Aprindo: Tidak Ada Panic Buying, Stok Migor Cukup Dua Pekan

JAKARTA-Pemerintah telah menetapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng (migor). Perinciannya, migor curah Rp 11.500/liter, kemasan sederhana Rp 13.500/liter, dan kemasan premium Rp 14.000/liter. HET yang dilaksanakan mulai Selasa (1/2) itu tentu membawa dampak pada industri ritel.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin menyatakan, pihaknya siap menjalankan kebijakan tersebut. ”Sejak tanggal 19 Januari kami melakukan intervensi harga sesuai yang diminta menteri perdagangan untuk minyak goreng satu harga, yakni Rp 14.000/liter. Artinya, pada saat kami menentukan harga jual itu, stok lama yang kami beli tentu lebih mahal dari Rp 14.000/liter,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (28/1).

Solihin melanjutkan, kali ini, dengan aturan HET, pihaknya mematuhi apa saja kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. Sebab, hal itu memang bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya kebijakan tersebut, dia berharap harga migor di pasaran bisa stabil. ”Ini program bagus. Supaya harganya stabil,” imbuhnya.

Baca Juga :  Puncak Mudik Diprediski 24 Desember

Namun, Solihin mengimbau masyarakat tidak melakukan panic buying. Sebab, stok di pasaran terbilang cukup. Adanya panic buying akan membuat stok di pasaran cepat habis. ”Jika pembelian normal, stok yang ada di pertokoan cukup untuk dua pekan,” tuturnya.

Solihin melanjutkan, selain melakukan penjualan, pihaknya tentu melakukan pembelian pada distributor atau produsen. Tetapi, saat ini pemenuhan stok untuk pembelian itu masih dalam level yang sedikit. ”Masih di bawah 10 persen,” ucapnya.

Selain HET, Kemendag juga menetapkan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk seluruh produsen migor. Kebijakan tersebut berlaku sejak Kamis (27/1). Mekanisme DMO wajib untuk seluruh produsen migor yang akan melakukan ekspor. Nanti mereka wajib mengalokasikan 20 persen dari volume ekspor untuk memenuhi kebutuhan migor dalam negeri.

Baca Juga :  Jokowi Tetapkan 10 Pj Gubernur, Rumasukun jadi Pj Gubernur Papua?

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tofan Mahdi menegaskan, pihaknya siap mendukung kebijakan itu. Apalagi, tujuannya dalam rangka stabilisasi harga migor.

”Terkait DMO, kami masih menunggu peraturan teknisnya seperti apa. Kami berharap dengan DMO harga minyak goreng segera stabil, stoknya ada, dan ekspor minyak sawit juga tetap bisa menjadi penopang neraca perdagangan Indonesia,” jelasnya.

Tofan menyebutkan, selama ini belum ada best practice terkait DPO. Sehingga pihaknya masih terus memonitor dan menunggu aturan teknis dari pemerintah. Terkait dengan proyeksi harga CPO ke depan, Tofan masih belum bisa banyak berkomentar. ”Secara teoretis, pasar internasional akan menangkap suplai minyak sawit dari Indonesia akan turun. Nah, apakah ini akan memicu kenaikan harga? Kita lihat saja nanti,” katanya. (dee/c9/dio/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya