Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Ini Alasan KPK Jemput Paksa Syahrul Yasin Limpo

Khawatir Kabur dan Hilangkan Barbuk

 JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya jemput paksa terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Politikus Partai NasDem itu ditangkap saat berada di apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10) malam.

 “Di sebuah apartemen di Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dan saat ini sudah tiba di gedung merah putih KPK, untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/10).

 Juru bicara KPK bidang penindakan ini menjelaskan, alasan pihaknya melakukan upaya jemput paksa, karena khawatir melarikan diri. Serta, juga khawatir Syahrul Yasin Limpo menghilangkan alat bukti.

 “Tentu ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana misalnya, kekhawatiran melarikan diri. Kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti-bukti yang kemudian menjadi dasar tim penyidik KPK melakukan penangkapan dan membawanya di gedung merah putih KPK,” tegas Ali.

Baca Juga :  Promo InjuryTime dari POCO bagi Penggila Sepak Bola

 Ali mengamini, Syahrul Yasin Limpo seharusnya dijadwalkan ulang pemeriksaan, pada Jumat (13/10) besok. Namun, seharusnya sikap kooperatif itu dilakukan Syahrul Yasin Limpo dengan mendatangi gedung merah putih KPK, Jakarta pada hari ini, Kamis (12/10).

 “Saya pikir sesuai dengan komitmennya yang kemarin kami sampaikan bahwa dia akan kooperatif, semestinya datang hari ini ke KPK untuk menemui tim penyidik KPK,” cetus Ali.

 Namun, Syahrul Yasin Limpo sampai sore tadi tak datang ke KPK. Karena itu, hal ini yang mendasari KPK melakukan upaya jemput paksa terhadap Syahrul Yasin Limpo.

 “Tentu sekali lagi ada alasan hukum bagaimana analisis dari tim penyidik KPK dilakukan untuk berikutnya penangkapan terhadap tersangka dimaksud,” ucap Ali.

 Selain SYL, KPK juga menetapkan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi. 

Baca Juga :  KPK Ungkap Penyegelan Ruang Kerja Anggota BPK Pius Lustrilanang

 Namun, baru Kasdi yang langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan pada Rabu (11/10). Ia ditahan selama 20 hari pertama hingga 30 Oktober 2023. 

 Sementara SYL dan Hatta belum ditahan karena, keduanya menyurati KPK tidak bisa menghadiri pemeriksaan kemarin. Ketiga pejabat di Kementan itu diduga menikmati hasil pungutan sebesar Rp 13,9 miliar. 

 Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

 Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Editor: Dimas Ryandi

Symber: JawaPos

Khawatir Kabur dan Hilangkan Barbuk

 JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya jemput paksa terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Politikus Partai NasDem itu ditangkap saat berada di apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10) malam.

 “Di sebuah apartemen di Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dan saat ini sudah tiba di gedung merah putih KPK, untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/10).

 Juru bicara KPK bidang penindakan ini menjelaskan, alasan pihaknya melakukan upaya jemput paksa, karena khawatir melarikan diri. Serta, juga khawatir Syahrul Yasin Limpo menghilangkan alat bukti.

 “Tentu ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana misalnya, kekhawatiran melarikan diri. Kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti-bukti yang kemudian menjadi dasar tim penyidik KPK melakukan penangkapan dan membawanya di gedung merah putih KPK,” tegas Ali.

Baca Juga :  Wajib Ijin Presiden, jika Kepala Daerah Mau Maju Capres-Cawapres

 Ali mengamini, Syahrul Yasin Limpo seharusnya dijadwalkan ulang pemeriksaan, pada Jumat (13/10) besok. Namun, seharusnya sikap kooperatif itu dilakukan Syahrul Yasin Limpo dengan mendatangi gedung merah putih KPK, Jakarta pada hari ini, Kamis (12/10).

 “Saya pikir sesuai dengan komitmennya yang kemarin kami sampaikan bahwa dia akan kooperatif, semestinya datang hari ini ke KPK untuk menemui tim penyidik KPK,” cetus Ali.

 Namun, Syahrul Yasin Limpo sampai sore tadi tak datang ke KPK. Karena itu, hal ini yang mendasari KPK melakukan upaya jemput paksa terhadap Syahrul Yasin Limpo.

 “Tentu sekali lagi ada alasan hukum bagaimana analisis dari tim penyidik KPK dilakukan untuk berikutnya penangkapan terhadap tersangka dimaksud,” ucap Ali.

 Selain SYL, KPK juga menetapkan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi. 

Baca Juga :  Jutaan Massa dari Indonesia, Amerika, Jepang Turut Suarakan Peduli Kemanusiaan

 Namun, baru Kasdi yang langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan pada Rabu (11/10). Ia ditahan selama 20 hari pertama hingga 30 Oktober 2023. 

 Sementara SYL dan Hatta belum ditahan karena, keduanya menyurati KPK tidak bisa menghadiri pemeriksaan kemarin. Ketiga pejabat di Kementan itu diduga menikmati hasil pungutan sebesar Rp 13,9 miliar. 

 Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

 Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Editor: Dimas Ryandi

Symber: JawaPos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya