Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

KPK Tegaskan Firli Bahuri Tak Bisa Dipidana Usai Temui Lukas Enembe

JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, Ketua KPK Firli Bahuri tidak bisa dipidana setelah menemui tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, pertemuan Firli dengan Lukas telah lebih dulu melewati serangkaian diskusi di internal KPK, dalam hal ini melibatkan Kedeputian Penindakan termasuk pimpinan.

“Sehingga ketentuan Pasal 36 ini tidak berlaku, apa lagi kemudian di dalam KUHP ada Pasal 50 bahwa seseorang tidak bisa dipidana ketika menjalankan tugas jabatannya,” kata Ali dalam keterangannya, Senin (7/11).

“Tugas jabatan di sini adalah tugas pokok pimpinan KPK, tugas pokok KPK, diantaranya tentu melakukan upaya-upaya penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai eksekusi, Pasal 6 UU Tindak Pidana Korupsi. Artinya secara aturan itu clear, tidak ada yang bisa dipersoalkan secara hukum menurut hemat kami,” sambungnya.

  Sebagaimana diketahui, sejumlah pihak mengkritik langkah Firli yang menemui Gubernur Papua Lukas Enembe di kediamannya, Kota Jayapura, Kamis (3/11) lalu. Firli dinilai telah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK Pasal 36 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019.

Baca Juga :  Tak Ingin Jadi Bola Liar, Pemprov Panggil Manajemen RSUD Dok II

Pasal 36 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019 menyebutkan, pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tipikor yang ditangani KPK dengan alasan apapun. Selain itu, pimpinan KPK juga dilarang menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah dengan anggota KPK yang bersangkutan.

Bahkan, dalam poin c disebutkan, pimpinan KPK dilarang menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut. Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 36 ini juga berlaku untuk tim penasihat dan pegawai yang bertugas pada KPK.

Apabila setiap anggota KPK diketahui dan terbukti melanggar ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 36 ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Secara harfiah, menurut Ali, Pasal 36 tidak bisa dimaknai apabila pertemuan dilakukan di tempat terbuka, dihadiri pihak lain, dan tidak ada pembicaraan rahasia.

Baca Juga :  KPK Dalami Pengetahuan Saksi Perihal Distribusi Penggunaan APBD Papua

“Secara letterlijk, maka kita tidak bisa memaknai kalau kemudian proses-proses yang sangat terbuka kemarin boleh dilihat oleh siapapun, tidak ada hal yang ditutupi, tidak ada pembicaraan-pembicaraan khusus. Yang dilarang adalah ketika pimpinan KPK misalnya bertemu pihak beperkara langsung atau tidak langsung dalam hal sembunyi-sembunyi, di tempat-tempat yang tidak wajar, bukan dalam melaksanakan tugasnya, nah filosofisnya kan di situ,” tegas Ali.

“Letterlijk ya betul dengan alasan apapun, tapi kita harus ingat dengan aturan-aturan turunannya, misalnya di kode etik KPK, itu ada pengecualian, ketika menjalankan tugas dan itu diketahui oleh seluruh pimpinan KPK, maka itu bisa dibenarkan,” tegas Ali. (jawapos.com)

JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, Ketua KPK Firli Bahuri tidak bisa dipidana setelah menemui tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan, pertemuan Firli dengan Lukas telah lebih dulu melewati serangkaian diskusi di internal KPK, dalam hal ini melibatkan Kedeputian Penindakan termasuk pimpinan.

“Sehingga ketentuan Pasal 36 ini tidak berlaku, apa lagi kemudian di dalam KUHP ada Pasal 50 bahwa seseorang tidak bisa dipidana ketika menjalankan tugas jabatannya,” kata Ali dalam keterangannya, Senin (7/11).

“Tugas jabatan di sini adalah tugas pokok pimpinan KPK, tugas pokok KPK, diantaranya tentu melakukan upaya-upaya penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai eksekusi, Pasal 6 UU Tindak Pidana Korupsi. Artinya secara aturan itu clear, tidak ada yang bisa dipersoalkan secara hukum menurut hemat kami,” sambungnya.

  Sebagaimana diketahui, sejumlah pihak mengkritik langkah Firli yang menemui Gubernur Papua Lukas Enembe di kediamannya, Kota Jayapura, Kamis (3/11) lalu. Firli dinilai telah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK Pasal 36 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019.

Baca Juga :  Komnas HAM : Ada Fenomena Baru Kekerasan yang Masif di Beberapa Wilayah

Pasal 36 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019 menyebutkan, pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tipikor yang ditangani KPK dengan alasan apapun. Selain itu, pimpinan KPK juga dilarang menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah dengan anggota KPK yang bersangkutan.

Bahkan, dalam poin c disebutkan, pimpinan KPK dilarang menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut. Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 36 ini juga berlaku untuk tim penasihat dan pegawai yang bertugas pada KPK.

Apabila setiap anggota KPK diketahui dan terbukti melanggar ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 36 ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Secara harfiah, menurut Ali, Pasal 36 tidak bisa dimaknai apabila pertemuan dilakukan di tempat terbuka, dihadiri pihak lain, dan tidak ada pembicaraan rahasia.

Baca Juga :  Pesawat TNI AU Tergelincir di Bandara Mozes Kilangin

“Secara letterlijk, maka kita tidak bisa memaknai kalau kemudian proses-proses yang sangat terbuka kemarin boleh dilihat oleh siapapun, tidak ada hal yang ditutupi, tidak ada pembicaraan-pembicaraan khusus. Yang dilarang adalah ketika pimpinan KPK misalnya bertemu pihak beperkara langsung atau tidak langsung dalam hal sembunyi-sembunyi, di tempat-tempat yang tidak wajar, bukan dalam melaksanakan tugasnya, nah filosofisnya kan di situ,” tegas Ali.

“Letterlijk ya betul dengan alasan apapun, tapi kita harus ingat dengan aturan-aturan turunannya, misalnya di kode etik KPK, itu ada pengecualian, ketika menjalankan tugas dan itu diketahui oleh seluruh pimpinan KPK, maka itu bisa dibenarkan,” tegas Ali. (jawapos.com)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya