Dosen muda ini juga menekankan pentingnya membedakan antara jabatan administratif dan politik. Ia menilai pandangan yang menyebut mantan penjabat kepala daerah tidak layak mencalonkan diri dalam Pilkada merupakan bentuk kesalahpahaman terhadap sistem ketatanegaraan.
“Penjabat kepala daerah ditugaskan melalui mekanisme administratif, bukan hasil proses politik elektoral. Pengalaman sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) justru merupakan bagian dari pengabdian terhadap negara dan tidak seharusnya dijadikan alasan untuk mendeligitimasi hak konstitusional seseorang,” jelasnya.
Ia juga memperingatkan bahwa penyebaran hoaks dan pembelokan hukum berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat serta meruntuhkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
“Pemilu bukan ajang saling menjatuhkan, tetapi ruang adu gagasan untuk masa depan Papua. Kampanye berbasis hoaks maupun ujaran kebencian harus dihentikan demi menjaga harmoni sosial dan integritas demokrasi,” tegas mantan jurnalis itu.
Diharapkan PSU bisa berjalan pada esensi demokrasi yang sehat dan bermartabat.
Selain itu media massa memiliki peran dalam mencerdaskan publik melalui penyebaran informasi yang akurat dan terverifikasi.
“Masyarakat Papua berhak mendapatkan informasi yang mencerahkan, bukan narasi manipulatif yang membingungkan. Demokrasi hanya tumbuh di tanah yang subur oleh etika dan kebenaran,” pungkasnya (rel/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos