Friday, March 29, 2024
29.7 C
Jayapura

Setelah Jadi Malah Gugup, Anggap Tasnya Modern dan Nyentrik

Ngobrol Bareng Claudya Aprilia Pepiana.S.Ds yang Memodifikasi Noken Menjadi Backpack Noken

Siapa yang tak tahu noken? Tas tradisional Papua yang terbuat dari serat pohon. Selama ini bentuknya begitu – begitu saja namun di tangan Claudya, tas ini berubah. Lebih fashionable.  

Claudya Aprilia Pepiana.S.Ds (FOTO: Gamel Cepos)

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura 

Budaya adalah jatidiri sebuah bangsa dan siapa yang tak kenal budayanya maka ia tak mengenal siapa dirinya. Kalimat bijak yang sifatnya mengingatkan masyarakat untuk tidak meninggalkan jejak yang  sudah tertanam dan mengakar sejak ia lahir. Hanya sayangnya saat ini di tengah derasnya arus pembangunan dan teknologi perlahan – lahan banyak budaya dan tradisi yang  mulai ditinggalkan, mulai dilupakan. Semua lebih memilih gadget dan smart phone sebagai kebanggaan yang wajib melekat sementara budaya dan tradisi perlahan tenggelam. 

 Berbicara soal budaya, sebuah tas khas Papua, Noken menjadi tas tradisional yang telah mendapatkan pengakuan dunia lewat Unesco pada 4 Desember 2014 sebagai budaya tak benda. Noken semakin dikenal meski hingga kini bangunan galery yang sudah terbangun hampir 10 tahun masih terbiar mangkrak di belakang Museum Expo Waena. Terkait noken ini, Cenderawasih Pos secara tidak sengaja dikenalkan oleh Iam Murda, salah satu dosen ISBI Tanah Papua kepada seorang gadis bernama Claudya Aprilia Pepiana. 

 Wanita kelahiran Merauke 25 April 1996 ini merupakan alumni Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Arsitektur dan Desain Program Studi Desain Produk  dan menjadikan noken sebagai bahan penelitiannya sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki. Noken dipilih karena merasa penasaran selama ini tas rajut tersebut  bentuknya hanya begitu begitu saja sementara jika dikaitkan dengan desain produk seharusnya noken bisa diubah lebih multi fungsi dengan tidak meninggalkan akar budayanya. 

 Wanita yang biasa dipanggil Clau ini akhirnya mengkombinasikan tas modern dengan tas noken kemudian diuji di depan beberapa dosen penguji. Clau mempertahankan bahwa meski terlihat sederhana namun ada banyak hal positif yang bisa diuji secara keilmuan. “Saya menganggap perlu penyesuaian fungsi sekaligus inovasi sehingga lahirlah yang disebut  ransel backpack noken ini,” kata Clau saat ditemui di Kopi Djuang Jayapura, Senin (27/7). 

Baca Juga :  Ditemukan Polsek Abepura, Dua Motor Curian Diserahkan ke Pemiliknya

 Tas yang dijadikan bahan uji ini memang masih lebih mirip ransel namun di bagian luarnya terlihat jelas anyaman tas noken dan jika bagian luarnya ini dibuka ternyata di bagian dalam ada kantong – kantong tas yang juga menggunakan bahan benang noken. “Saya melakukan penelitian selama satu setengah tahun dan saya kembali dari Yogyakarta ke Jayapura kemudian melakukan riset. Saya menggandeng ibu Martha Ohee di Sentani dan beliau yang merajut benangnya,” kata Clau. 

Ia juga melakukan kuisioner dengan menanyakan kepada beberapa mahasiswa/i soal kenyamanan menggunakan noken speerti yang ada saat ini. “Beberapa mahasiswa saya tanya ternyata banyak yang mengaku nyaman dengan tali satu noken namun ketika saya tanyakan bagaimana ketika diisi beban berat dan mereka sepakat jika itu membuat bahu mereka sedikit sakit. Nah dari jawaban ini saya coba mengakali,” bebernya. Anak dari kedua orang tua yang bekerja sebagai pendeta ini dalam penelitian menggunakan metode atumics dan kansei enginering pada pengembangan design noken Papua.  Ia menjelaskan soal Atumics (artefak, teknologi, utility, materialis, icon, concept, shape) dimana mengambil filosofi artefak yakni benda yang memiliki keaslian dan itu noken kemudian teknologi berbicara soal apa yang ingin dirubah. Jika ada yang bisa dipertahankan maka itu tetap digunakan dan dalam teknik tetap menggunakan sistem  merajut atau menganyam. 

 “Sedangkan Utility lebih pada fungsi dimana setelah jadi tas ini memiliki fungsi lebih dan untuk material masih tetap menggunakan bahan dari kulit kayu asli yang dikombain dengan kanvas. Lalu icon  lebih pada aspek pandangan bahwa noken itu tas sehingga saya mengkombaik tas yang biasa digunakan di kampung dengan konsep modern,” beber Clau. Sementara untuk Kansei Enginering dijelaskan bahwa ia hanya melihat apa pendapat yang disampaikan customer dan itu bisa menjadi ide baru dalam pengembangan. 

Baca Juga :  Ikemal Harus Jadi Agen Kedamaian dan Pembangunan di Kota Jayapura

 “Metode pakai hati menggunakan pengalaman dan knowledge untuk mengembangkan produk guna penelitian dan saya percaya produk yang baik akan berbicara dengan sendirinya,” imbuhnya. Hanya saja dalam desain produk ini kata Clau ia bukan tanpa hambatan mengingat ada yang menganggap ransel bakpack nokennya ini sudah tidak bisa disebut noken karena sudah keluar dari filosofi atau roh noken itu sendiri. “Ia ada yang menyampaikan ke saya bahwa tas  yang saya desain ini dianggap kontroversi dan bisa menimbulkan banyak masalah. Tapi saya coba berfikir positif bahwa sebuah inovasi harus tetap berjalan dan menjawab kebutuhan jaman sekarang,” tambahnya. 

 Dari penelitiannya ini Clau juga mendapat catatan yang bisa menjadi masukan bagi pemerintah maupun masyarakat adat dimana jika ditanya mengapa harga noken mahal maka jawabannya adalah pertama bahan bakunya tak mudah dan terbatas. Kemudian semua menggunakan tangan dan itu membutuhkan waktu berminggu minggu bahkan berbulan bulan untuk bisa menjadi sebuah tas noken. “Ini yang ingin saya sampaikan bahwa pemerintah juga perlu membantu soal ketersediaan bahan baku guna keberlanjutan produk. Pohon hyusea dan yonggoli serta genemo perlu dibudidayakan dan jangan bikin masyarakat mencari ke dalam hutan,” cecarnya.

  Selain itu pentingnya pelatihan yang dikombinasikan dengan designer karena nantinya designer yang akan akan membantu pengrajin. “Satu hal yang juga penting adalah jangan menumbuhkan ketakutan soal budaya, biarkan mereka yang peduli dengan noken tetap berinovasi dan berkolaborasi. Sampaikan apa yang tidak boleh dan apa yang boleh tapi bukan  menebar ketakutan sebab nantinya para kelompok yang peduli ini akan mencari hal lain untuk berkembang. Ya kalau benar, kalau salah?,” cecarnya (*/wen)

Ngobrol Bareng Claudya Aprilia Pepiana.S.Ds yang Memodifikasi Noken Menjadi Backpack Noken

Siapa yang tak tahu noken? Tas tradisional Papua yang terbuat dari serat pohon. Selama ini bentuknya begitu – begitu saja namun di tangan Claudya, tas ini berubah. Lebih fashionable.  

Claudya Aprilia Pepiana.S.Ds (FOTO: Gamel Cepos)

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura 

Budaya adalah jatidiri sebuah bangsa dan siapa yang tak kenal budayanya maka ia tak mengenal siapa dirinya. Kalimat bijak yang sifatnya mengingatkan masyarakat untuk tidak meninggalkan jejak yang  sudah tertanam dan mengakar sejak ia lahir. Hanya sayangnya saat ini di tengah derasnya arus pembangunan dan teknologi perlahan – lahan banyak budaya dan tradisi yang  mulai ditinggalkan, mulai dilupakan. Semua lebih memilih gadget dan smart phone sebagai kebanggaan yang wajib melekat sementara budaya dan tradisi perlahan tenggelam. 

 Berbicara soal budaya, sebuah tas khas Papua, Noken menjadi tas tradisional yang telah mendapatkan pengakuan dunia lewat Unesco pada 4 Desember 2014 sebagai budaya tak benda. Noken semakin dikenal meski hingga kini bangunan galery yang sudah terbangun hampir 10 tahun masih terbiar mangkrak di belakang Museum Expo Waena. Terkait noken ini, Cenderawasih Pos secara tidak sengaja dikenalkan oleh Iam Murda, salah satu dosen ISBI Tanah Papua kepada seorang gadis bernama Claudya Aprilia Pepiana. 

 Wanita kelahiran Merauke 25 April 1996 ini merupakan alumni Universitas Kristen Duta Wacana Fakultas Arsitektur dan Desain Program Studi Desain Produk  dan menjadikan noken sebagai bahan penelitiannya sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki. Noken dipilih karena merasa penasaran selama ini tas rajut tersebut  bentuknya hanya begitu begitu saja sementara jika dikaitkan dengan desain produk seharusnya noken bisa diubah lebih multi fungsi dengan tidak meninggalkan akar budayanya. 

 Wanita yang biasa dipanggil Clau ini akhirnya mengkombinasikan tas modern dengan tas noken kemudian diuji di depan beberapa dosen penguji. Clau mempertahankan bahwa meski terlihat sederhana namun ada banyak hal positif yang bisa diuji secara keilmuan. “Saya menganggap perlu penyesuaian fungsi sekaligus inovasi sehingga lahirlah yang disebut  ransel backpack noken ini,” kata Clau saat ditemui di Kopi Djuang Jayapura, Senin (27/7). 

Baca Juga :  Main Kucing-kucingan, Polisi Lakukan Patroli Rutin

 Tas yang dijadikan bahan uji ini memang masih lebih mirip ransel namun di bagian luarnya terlihat jelas anyaman tas noken dan jika bagian luarnya ini dibuka ternyata di bagian dalam ada kantong – kantong tas yang juga menggunakan bahan benang noken. “Saya melakukan penelitian selama satu setengah tahun dan saya kembali dari Yogyakarta ke Jayapura kemudian melakukan riset. Saya menggandeng ibu Martha Ohee di Sentani dan beliau yang merajut benangnya,” kata Clau. 

Ia juga melakukan kuisioner dengan menanyakan kepada beberapa mahasiswa/i soal kenyamanan menggunakan noken speerti yang ada saat ini. “Beberapa mahasiswa saya tanya ternyata banyak yang mengaku nyaman dengan tali satu noken namun ketika saya tanyakan bagaimana ketika diisi beban berat dan mereka sepakat jika itu membuat bahu mereka sedikit sakit. Nah dari jawaban ini saya coba mengakali,” bebernya. Anak dari kedua orang tua yang bekerja sebagai pendeta ini dalam penelitian menggunakan metode atumics dan kansei enginering pada pengembangan design noken Papua.  Ia menjelaskan soal Atumics (artefak, teknologi, utility, materialis, icon, concept, shape) dimana mengambil filosofi artefak yakni benda yang memiliki keaslian dan itu noken kemudian teknologi berbicara soal apa yang ingin dirubah. Jika ada yang bisa dipertahankan maka itu tetap digunakan dan dalam teknik tetap menggunakan sistem  merajut atau menganyam. 

 “Sedangkan Utility lebih pada fungsi dimana setelah jadi tas ini memiliki fungsi lebih dan untuk material masih tetap menggunakan bahan dari kulit kayu asli yang dikombain dengan kanvas. Lalu icon  lebih pada aspek pandangan bahwa noken itu tas sehingga saya mengkombaik tas yang biasa digunakan di kampung dengan konsep modern,” beber Clau. Sementara untuk Kansei Enginering dijelaskan bahwa ia hanya melihat apa pendapat yang disampaikan customer dan itu bisa menjadi ide baru dalam pengembangan. 

Baca Juga :  Ditemukan Polsek Abepura, Dua Motor Curian Diserahkan ke Pemiliknya

 “Metode pakai hati menggunakan pengalaman dan knowledge untuk mengembangkan produk guna penelitian dan saya percaya produk yang baik akan berbicara dengan sendirinya,” imbuhnya. Hanya saja dalam desain produk ini kata Clau ia bukan tanpa hambatan mengingat ada yang menganggap ransel bakpack nokennya ini sudah tidak bisa disebut noken karena sudah keluar dari filosofi atau roh noken itu sendiri. “Ia ada yang menyampaikan ke saya bahwa tas  yang saya desain ini dianggap kontroversi dan bisa menimbulkan banyak masalah. Tapi saya coba berfikir positif bahwa sebuah inovasi harus tetap berjalan dan menjawab kebutuhan jaman sekarang,” tambahnya. 

 Dari penelitiannya ini Clau juga mendapat catatan yang bisa menjadi masukan bagi pemerintah maupun masyarakat adat dimana jika ditanya mengapa harga noken mahal maka jawabannya adalah pertama bahan bakunya tak mudah dan terbatas. Kemudian semua menggunakan tangan dan itu membutuhkan waktu berminggu minggu bahkan berbulan bulan untuk bisa menjadi sebuah tas noken. “Ini yang ingin saya sampaikan bahwa pemerintah juga perlu membantu soal ketersediaan bahan baku guna keberlanjutan produk. Pohon hyusea dan yonggoli serta genemo perlu dibudidayakan dan jangan bikin masyarakat mencari ke dalam hutan,” cecarnya.

  Selain itu pentingnya pelatihan yang dikombinasikan dengan designer karena nantinya designer yang akan akan membantu pengrajin. “Satu hal yang juga penting adalah jangan menumbuhkan ketakutan soal budaya, biarkan mereka yang peduli dengan noken tetap berinovasi dan berkolaborasi. Sampaikan apa yang tidak boleh dan apa yang boleh tapi bukan  menebar ketakutan sebab nantinya para kelompok yang peduli ini akan mencari hal lain untuk berkembang. Ya kalau benar, kalau salah?,” cecarnya (*/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya