Saturday, April 27, 2024
31.7 C
Jayapura

Masih Banyak Guru Sibuk Cari Wifi, Termasuk Menunggu Siswa 24 Jam

Suasana tatap muka yang dilakukan Komisi D DPRD Kota Jayapura dengan pihak  SD N 1 Hamadi di ruang guru, Rabu (13/1). Komisi D menemukan banyak persoalan terlebih soal sarana pembelajaran secara daring. (Gamel Cepos)

Mengikuti Komisi D DPRD Kota Mengecek Persoalan Proses Belajar Mengajar di Kota Jayapura Saat Pandemi

Tak bisa dipungkiri, semua aspek kehidupan di tengah pandemi pasti mengalami kemerosotan. Tak hanya sektor ekonomi, sektor pendidikan juga ikut goyang. Harus menggelar belajar mengajar dalam situasi tak menentu.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Sekolah – sekolah di Kota Jayapura khususnya ditingkat SD dan SMP hingga kini masih menerapkan proses belajar mengajar secara daring atau via virtual menggunakan Hp.  Modal utamanya jelas sebuah Hp android plus paket data dan didukung dengan jaringan yang lancar jaya. Tanpa tiga hal di atas tentunya akan sulit melakukan pembelajaran secara virtual sekaligus memantau perkembangan anak didik yang sudah 8 bulanan lebih banyak beraktifitas dari rumah.

Persoalan ini tentunya tak hanya terjadi di Jayapura tetapi  seluruh daerah di Papua juga mengalami hal serupa, bahkan lebih parah mungkin. Pasalnya tidak semua daerah didukung dengan sarana jaringan internet yang baik sehingga  orang tua murid yang tinggal di Kota Jayapura sepatutnya mensyukuri masih bisa mendampingi anak untuk mengikuti proses belajar mengajar meski dipastikan banyak kendala. Dari kondisi ini Komisi D DPRD Kota Jayapura melakukan peninjauan dari sekolah ke sekolah untuk melihat kendala apa yang dihadapi para tenaga pengajar selama pandemi.

Dari beberapa sekolah yang dikunjungi kebanyakan menyampaikan soal tidak semua peserta didik memiliki Hp Android termasuk paket data. Tak hanya itu terkadang Hp android di rumah hanya satu dan itupun digunakan oleh orang tua mereka untuk bekerja. Terkadang masih harus menunggu orang tua pulang kerja barulah Hp bisa digunakan. Ini juga yang menjadi sandungan dalam pembelajaran dari rumah. Komisi D berencana anak menyisir hingga puluhan sekolah untuk memastikan apa persoalan mendasar dalam  pembelajaran saat pandemi.

“Ini waktunya kami hearing dengan mitra namun kami memilih untuk turun dan menjaring aspirasi dari satu sektor bidang kami. Kami coba dengar apa saja keluhan guru selama Pandemi dan hasilnya baru kami diskusikan dengan mitra,” kata Ketua Komisi D DPRD Kota Jayapura, Stanis Hike disela – sela kunjungan, Rabu (13/1). Ia menyebut ada sekolah yang tidak mengalami persoalan namun ada juga sekolah yang sangat sulit karena sarana prasarana yang tidak lengkap. Contoh di SD Inpres Tasangkapura ternyata sekolahnya tak ada wifi dan guru – gurunya harus kesana kemari mencari wifi.

Baca Juga :  Banyak Aset Perumahan Dikuasai Mantan Anggota DPRP

Kalaupun mereka  punya paket data biasanya justru orang tua atau peserta didik yang tak memiliki sarana pendukung semisal Hp android tadi sehingga jadi serba salah. “Kadang jadwal untuk melakukan pembelajaran secara virtual ini tidak menentu, tidak bisa dipastikan sebab masih ada yang harus menunggu orang tuanya pulang kerja, berjualan atau nelayan baru bisa pakai Hp sehingga kami bisa dibilang menunggu 24 jam untuk bisa membimbing,” jelas seorag guru SD Inpres Tasangkapura, Ludia Nerotouw dalam tatap muka.

Lalu persoalan Wifi sekolah yang hingga kini tak dimiliki. Dikatakan menyangkut ini guru – guru sudah pernah menyampaikan kepada kepala sekolah namun hingga kini tak terealisasi. “Kami sendiri tidak pernah tahu yang namanya dana BOS meski katanya  untuk menunjang operasional sekolah,” beber Ludia diiyakan guru lainnya. Dampaknya dikatakan terkadang guru – guru  terlambat sampai di sekolah karena harus memberikan tugas lebih dulu dari rumah yang mungkin ada wifinya. Anggota Komisi D,  Lina Marlina menyampaikan bahwa sejatinya bisa menggunakan dana BOS untuk menunjang operasional sekolah termasuk Wifi yang penting pihak komite juga mengetahui. Hanya disini menurut pengakuan para guru, komite sekolah SD ini tidak terlalu aktif.

Guru – guru juga terlihat ada yang memilih diam dan menghindari pertanyaan namun ada juga yang menggebu – gebu. “Masak di tenga kota Wifi saja tidak ada, harusnya kepala sekolah sudah bisa mensikapi ini,” singgung Lina dibenarkan anggota lain. Tak hanya soal Wifi ternyata persoalan laptop juga jadi kendala mengingat tidak semua guru memiliki laptop. “Kadang kalau mau buat raport kami harus baku tunggu,” sebut guru Rode Refasi. Untuk sekolah ini menjadi pembahasan serius para anggota DPRP karena dianggap belum mampu mencari jalan keluar sendiri.

Baca Juga :  Puluhan Rumah Terdampak Banjir 

“Seharusnya sekolah kreatif, ini yang sebenarnya diinginkan pemerintah baik wali kota maupun dinas. Jadi guru dan kepala sekolah itu tidak pasrah dengan keadaan tapi bagaimana memiliki inovasi – inovasi untuk pembelajaran,” imbuh Stanis. Lainnya untuk SD N 1 Hamadi maupun SMP Kalam Kudus dan SMPN 3 Jayapura Selatan terlihat tak terlalu banyak kendala. Para guru  mampu menjawab persoalan yang dihadapi. Untuk SD N 1 Hamadi menurut Kepala Sekolah Ni Ketut Kabeningsih S,Pd, M.MPd masih ada siswa yang belum memiliki Hp Android.

Kalaupun ada itupun milik orang tua dan harus menunggu orang tua. Namun dari pembelajaran secara daring ini diakui pihak guru cukup sulit untuk memberikan nilai karena tidak terlalu mengetahui kualitas peserta didik lantaran tidak bertemu secara langsung. Akan tetapi kata  Ni Ketut pihaknya juga tidak mau memaksakan peserta didik untuk hadir disekolah berhubung pandemi. “Untuk memberikan nilai di semester 1 ini yang cukup sulit karena kami tak melihat kualitas anak secara langsung sehingga butuh bantuan orang tua. Ini siap tidak siap kami harus segera beradaptasi dengan kondisi ini,” imbuhnya.

Hal di atas dibenarkan seorang guru bernama Magdalena. Wanita asal Boven Digul ini menyebutnya dengan nilai dosa mengingat para guru lebih banyak meraba – raba kualitas murid. “Mungkin seperti itu, kami terpaksa menambah nambah sedikit nilai karena memang tidak mengetahui persis. Lalu kami diminta membuat perangkat pembelajaran dan kami pikir kami siap. Hanya saja terkadang kami terkendala dalam memperbanyak dimana kalau yang berstatus pegawai tetap mungkin bisa membayar fotocopy tapi bagi guru honor ini yang kasihan,” bebernya.

Stanis sendiri menyampaikan bahwa aspirasi yang diterima dari sekolah – sekolah ini akan dibahas dengan mitra untuk sama – sama dicarikan solusi. (*)

Suasana tatap muka yang dilakukan Komisi D DPRD Kota Jayapura dengan pihak  SD N 1 Hamadi di ruang guru, Rabu (13/1). Komisi D menemukan banyak persoalan terlebih soal sarana pembelajaran secara daring. (Gamel Cepos)

Mengikuti Komisi D DPRD Kota Mengecek Persoalan Proses Belajar Mengajar di Kota Jayapura Saat Pandemi

Tak bisa dipungkiri, semua aspek kehidupan di tengah pandemi pasti mengalami kemerosotan. Tak hanya sektor ekonomi, sektor pendidikan juga ikut goyang. Harus menggelar belajar mengajar dalam situasi tak menentu.

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Sekolah – sekolah di Kota Jayapura khususnya ditingkat SD dan SMP hingga kini masih menerapkan proses belajar mengajar secara daring atau via virtual menggunakan Hp.  Modal utamanya jelas sebuah Hp android plus paket data dan didukung dengan jaringan yang lancar jaya. Tanpa tiga hal di atas tentunya akan sulit melakukan pembelajaran secara virtual sekaligus memantau perkembangan anak didik yang sudah 8 bulanan lebih banyak beraktifitas dari rumah.

Persoalan ini tentunya tak hanya terjadi di Jayapura tetapi  seluruh daerah di Papua juga mengalami hal serupa, bahkan lebih parah mungkin. Pasalnya tidak semua daerah didukung dengan sarana jaringan internet yang baik sehingga  orang tua murid yang tinggal di Kota Jayapura sepatutnya mensyukuri masih bisa mendampingi anak untuk mengikuti proses belajar mengajar meski dipastikan banyak kendala. Dari kondisi ini Komisi D DPRD Kota Jayapura melakukan peninjauan dari sekolah ke sekolah untuk melihat kendala apa yang dihadapi para tenaga pengajar selama pandemi.

Dari beberapa sekolah yang dikunjungi kebanyakan menyampaikan soal tidak semua peserta didik memiliki Hp Android termasuk paket data. Tak hanya itu terkadang Hp android di rumah hanya satu dan itupun digunakan oleh orang tua mereka untuk bekerja. Terkadang masih harus menunggu orang tua pulang kerja barulah Hp bisa digunakan. Ini juga yang menjadi sandungan dalam pembelajaran dari rumah. Komisi D berencana anak menyisir hingga puluhan sekolah untuk memastikan apa persoalan mendasar dalam  pembelajaran saat pandemi.

“Ini waktunya kami hearing dengan mitra namun kami memilih untuk turun dan menjaring aspirasi dari satu sektor bidang kami. Kami coba dengar apa saja keluhan guru selama Pandemi dan hasilnya baru kami diskusikan dengan mitra,” kata Ketua Komisi D DPRD Kota Jayapura, Stanis Hike disela – sela kunjungan, Rabu (13/1). Ia menyebut ada sekolah yang tidak mengalami persoalan namun ada juga sekolah yang sangat sulit karena sarana prasarana yang tidak lengkap. Contoh di SD Inpres Tasangkapura ternyata sekolahnya tak ada wifi dan guru – gurunya harus kesana kemari mencari wifi.

Baca Juga :  Tak Hanya di Pantai, di Bawah Jembatan Yotefa Juga Penuh Sampah

Kalaupun mereka  punya paket data biasanya justru orang tua atau peserta didik yang tak memiliki sarana pendukung semisal Hp android tadi sehingga jadi serba salah. “Kadang jadwal untuk melakukan pembelajaran secara virtual ini tidak menentu, tidak bisa dipastikan sebab masih ada yang harus menunggu orang tuanya pulang kerja, berjualan atau nelayan baru bisa pakai Hp sehingga kami bisa dibilang menunggu 24 jam untuk bisa membimbing,” jelas seorag guru SD Inpres Tasangkapura, Ludia Nerotouw dalam tatap muka.

Lalu persoalan Wifi sekolah yang hingga kini tak dimiliki. Dikatakan menyangkut ini guru – guru sudah pernah menyampaikan kepada kepala sekolah namun hingga kini tak terealisasi. “Kami sendiri tidak pernah tahu yang namanya dana BOS meski katanya  untuk menunjang operasional sekolah,” beber Ludia diiyakan guru lainnya. Dampaknya dikatakan terkadang guru – guru  terlambat sampai di sekolah karena harus memberikan tugas lebih dulu dari rumah yang mungkin ada wifinya. Anggota Komisi D,  Lina Marlina menyampaikan bahwa sejatinya bisa menggunakan dana BOS untuk menunjang operasional sekolah termasuk Wifi yang penting pihak komite juga mengetahui. Hanya disini menurut pengakuan para guru, komite sekolah SD ini tidak terlalu aktif.

Guru – guru juga terlihat ada yang memilih diam dan menghindari pertanyaan namun ada juga yang menggebu – gebu. “Masak di tenga kota Wifi saja tidak ada, harusnya kepala sekolah sudah bisa mensikapi ini,” singgung Lina dibenarkan anggota lain. Tak hanya soal Wifi ternyata persoalan laptop juga jadi kendala mengingat tidak semua guru memiliki laptop. “Kadang kalau mau buat raport kami harus baku tunggu,” sebut guru Rode Refasi. Untuk sekolah ini menjadi pembahasan serius para anggota DPRP karena dianggap belum mampu mencari jalan keluar sendiri.

Baca Juga :  Pasien Sembuh Covid-19 di Hotel Sahid Terus Meningkat

“Seharusnya sekolah kreatif, ini yang sebenarnya diinginkan pemerintah baik wali kota maupun dinas. Jadi guru dan kepala sekolah itu tidak pasrah dengan keadaan tapi bagaimana memiliki inovasi – inovasi untuk pembelajaran,” imbuh Stanis. Lainnya untuk SD N 1 Hamadi maupun SMP Kalam Kudus dan SMPN 3 Jayapura Selatan terlihat tak terlalu banyak kendala. Para guru  mampu menjawab persoalan yang dihadapi. Untuk SD N 1 Hamadi menurut Kepala Sekolah Ni Ketut Kabeningsih S,Pd, M.MPd masih ada siswa yang belum memiliki Hp Android.

Kalaupun ada itupun milik orang tua dan harus menunggu orang tua. Namun dari pembelajaran secara daring ini diakui pihak guru cukup sulit untuk memberikan nilai karena tidak terlalu mengetahui kualitas peserta didik lantaran tidak bertemu secara langsung. Akan tetapi kata  Ni Ketut pihaknya juga tidak mau memaksakan peserta didik untuk hadir disekolah berhubung pandemi. “Untuk memberikan nilai di semester 1 ini yang cukup sulit karena kami tak melihat kualitas anak secara langsung sehingga butuh bantuan orang tua. Ini siap tidak siap kami harus segera beradaptasi dengan kondisi ini,” imbuhnya.

Hal di atas dibenarkan seorang guru bernama Magdalena. Wanita asal Boven Digul ini menyebutnya dengan nilai dosa mengingat para guru lebih banyak meraba – raba kualitas murid. “Mungkin seperti itu, kami terpaksa menambah nambah sedikit nilai karena memang tidak mengetahui persis. Lalu kami diminta membuat perangkat pembelajaran dan kami pikir kami siap. Hanya saja terkadang kami terkendala dalam memperbanyak dimana kalau yang berstatus pegawai tetap mungkin bisa membayar fotocopy tapi bagi guru honor ini yang kasihan,” bebernya.

Stanis sendiri menyampaikan bahwa aspirasi yang diterima dari sekolah – sekolah ini akan dibahas dengan mitra untuk sama – sama dicarikan solusi. (*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya