Wednesday, April 24, 2024
27.7 C
Jayapura

Tak Perlu Dibungkam, Aksi Tolak DOB Sangat Wajar

JAYAPURA-Yan C Warinussy, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menyoroti alasan para mahasiswa pendemo pada Selasa, (8/3) di Jayapura dan Manokwari.

  Dalam demonstrasi yang digelar Selasa lalu, isu utama yang diangkat dan diorasikan adalah soal penolakan terhadap rencana pemekaran provinsi di Tanah Papua, baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat.

  Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua, Yan melihat aksi para mahasiswa sangat wajar dan berdasar hukum. Karena diatur dalam amanat pasal 76 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

  Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemekaran provinsi Papua atas persetujuan MRP dan DPRP dengan memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

Baca Juga :  Pendidikan dan Kesehatan Usulan Prioritas

  “Kendatipun pasal tersebut mengalami perubahan berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001. Namun sesungguhnya sebagai advokat, saya melihat bahwa perubahan yang terjadi memberi ruang bagi adanya “intervensi” pemerintah pusat dan parlemen negara (DPR) untuk memekarkan wilayah di Tanah Papua,” kata Yan melalui rilis yang dikirimkan kepada Cenderawasih Pos, Rabu (9/3)

   Lanjut Yan, inilah faktor yang menjadi sebab kini beberapa bakal daerah otonomi baru (DOB) akan hadir di tanah Papua, utamanya di Provinsi Papua. Bahkan inilah yang sesungguhnya masih menimbulkan perdebatan panjang, apakah pemekaran wilayah di tanah Papua merupakan aspirasi masyarakat ataukah tidak?

  “Aksi 8 Maret kemarin yang dimotori para mahasiswa Papua di Jayapura dan Manokwari sesungguhnya hendak memberikan informasi bahwa pemekaran wilayah otonomi baru di tanah Papua berbentuk provinsi belum dirasakan oleh rakyat sebagai aspirasi luhurnya,” tegasnya.

Baca Juga :  Sinkronikasi Program Perencanaan, Pj Gubernur PPS Buka  Musrenbang  Otsus

  Menurut Yan, pemekaran memiliki prosedur dan mekanisme, sebagaimana diatur dalam pasal 76 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001, yang sesungguhnya berawal dari keinginan (aspirasi) rakyat Papua. Bagaimanapun pemekaran seyogyanya ditujukan untuk memberi kesejahteraan bagi rakyat Papua.

  “Mendengar suara dan keinginan luhur rakyat Papua penting dijadikan faktor utama dalam konteks kebijakan pemekaran wilayah di tanah Papua yang dari sisi jumlah penduduk saja sebenarnya belum layak dimekarkan. Sementara provinsi besar seperti Sumatera Utara yang sudah lengkap dari berbagai sisi saja hingga kini masih tetap 1 Provinsi,” pungkasnya. (fia/tri)

JAYAPURA-Yan C Warinussy, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menyoroti alasan para mahasiswa pendemo pada Selasa, (8/3) di Jayapura dan Manokwari.

  Dalam demonstrasi yang digelar Selasa lalu, isu utama yang diangkat dan diorasikan adalah soal penolakan terhadap rencana pemekaran provinsi di Tanah Papua, baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat.

  Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua, Yan melihat aksi para mahasiswa sangat wajar dan berdasar hukum. Karena diatur dalam amanat pasal 76 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

  Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemekaran provinsi Papua atas persetujuan MRP dan DPRP dengan memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

Baca Juga :  Belum Ada ASN Pemprov Ajukan Pengunduran Diri Untuk Nyaleg

  “Kendatipun pasal tersebut mengalami perubahan berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001. Namun sesungguhnya sebagai advokat, saya melihat bahwa perubahan yang terjadi memberi ruang bagi adanya “intervensi” pemerintah pusat dan parlemen negara (DPR) untuk memekarkan wilayah di Tanah Papua,” kata Yan melalui rilis yang dikirimkan kepada Cenderawasih Pos, Rabu (9/3)

   Lanjut Yan, inilah faktor yang menjadi sebab kini beberapa bakal daerah otonomi baru (DOB) akan hadir di tanah Papua, utamanya di Provinsi Papua. Bahkan inilah yang sesungguhnya masih menimbulkan perdebatan panjang, apakah pemekaran wilayah di tanah Papua merupakan aspirasi masyarakat ataukah tidak?

  “Aksi 8 Maret kemarin yang dimotori para mahasiswa Papua di Jayapura dan Manokwari sesungguhnya hendak memberikan informasi bahwa pemekaran wilayah otonomi baru di tanah Papua berbentuk provinsi belum dirasakan oleh rakyat sebagai aspirasi luhurnya,” tegasnya.

Baca Juga :  Siapkan Raperda Untuk Kelola Venue Olahraga

  Menurut Yan, pemekaran memiliki prosedur dan mekanisme, sebagaimana diatur dalam pasal 76 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001, yang sesungguhnya berawal dari keinginan (aspirasi) rakyat Papua. Bagaimanapun pemekaran seyogyanya ditujukan untuk memberi kesejahteraan bagi rakyat Papua.

  “Mendengar suara dan keinginan luhur rakyat Papua penting dijadikan faktor utama dalam konteks kebijakan pemekaran wilayah di tanah Papua yang dari sisi jumlah penduduk saja sebenarnya belum layak dimekarkan. Sementara provinsi besar seperti Sumatera Utara yang sudah lengkap dari berbagai sisi saja hingga kini masih tetap 1 Provinsi,” pungkasnya. (fia/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya