JAYAPURA – Hari Penyandang Disabilitas Internasional 2023 diperingati pada 3 Desember 2023. Peringatan ini sebagai langkah kepedulian terhadap para penyandang disabilitas di dunia. Mereka adalah individu dengan hak sama seperti manusia lainnya dan tidak untuk didiskriminasikan.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, Christian Sohilait menyebut, saat ini di Papua masih banyak permasalahan tentang disabilitas. Dengan indikatornya dimulai dari sekolah yang menangani disabilitas hanya ada 7 di Papua, sementara daerah lainnya seperti Bandung yang memiliki 500 sekolah disabilitas.
“Hari ini kita di Papua belum banyak fasilitas publik yang menyediakan sarana sarana yang diperuntukkan untuk teman teman yang mengalami disabilitas, ini juga menjadi masalah untuk kita,” terang Christian saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (3/12).
Karena itu, pada moment peringatan Hari Disabilitas ini, Dinas Pendidikan Papua memiliki beberapa pesan kepada semua orang tua yang mimiliki anak mengalami disabilitas yakni, tidak perlu malu membawa anak anak dengan kebutuhan khusus untuk belajar di sekolah disabilitas.
“Ini juga momentum untuk kita memberikan prioritas kepada anak anak disabilitas, mereka punya hak yang sama untuk hidup dan berkarya serta menikmati kehidupan apa saja yang secara manusia normal lakukan,” terangnya.
Permasalahn lainnya kata Christian, dari 9 kabupaten/kota di Provinsi Papua. Baru terdapat 7 Sekolah Luar Biasa (SLB) dengan lokasi dua berada di Jayapura, tiga di Biak, satu Serui dan satu SLB di Waropen.
“Padahal idealnya, semua kabupaten/kota paling tidak memiliki SLB. Karena hampir semua tempat ada yang mengalami disabilitas,” ungkapnya.
Dinas Pendidikan Papua mendorong ke depan semua kabupaten/kota memiliki SLB, karena tingkat variasi yang mengalami disabilitas beda-beda. Ada yang hanya tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa dan ada juga yang mengalami semuanya.
“Bukan hanya memiliki SLB, namun kami juga terus mendorong pemerintah membuka peluang kuota untuk guru disabilitas, sebab hingga kini kita kekurangan guru guru disabilitas,” ucapnya.
Selain itu, Christian menyebut bahwa masih banyak masyarakat yang malu membawa anaknya masuk sekolah disabilitas. Bahkan memaksakan anak anak mereka masuk ke sekolah umum.
“Sebenarnya ini tidak menjadi masalah jika sekolah-sekolah umum di Papua siap menerima teman teman disabilitas, namun kenyataannya sekolah negeri belum siap dan itu akan menjadi beban tersendiri bagi anak tersebut,” tegasnya.
“Saya punya pengalaman ada salah satu anak tuna rungu yang sekolah di sekolah umum, namun dalam 1 tahun terakhir, dia sedikit tersiksa menempuh pendidikan di sekolah umum. Karena itu, orang tuanya memindahkan anak tersebut ke SLB,” pungkasnya. (fia/tri)