Friday, April 26, 2024
31.7 C
Jayapura

Pembatasan Jaringan Internet Dinilai Langgar HAM

Pemerati HAM Theo Hesegem dan  Tokoh Agama Pastor Jhon Djonga saat mengelar jumpa pers, Sabtu (24/8). ( FOTO : Denny/Cepos)

WAMENA-Kebijakan Kementerian Kominfo untuk membatasi akses internet, sejak Senin (19/8) untuk meredam beredarnya berita hoax pasca insiden yang terjadi di Surabaya dan Malang, ternyata ditanggapi lain oleh pemerhati HAM di Pegunungan Tengah Theo Hesegem. 

   “Ini suatu bagian dengan sengaja negara ini mematikan jaringan internet supaya berita yang terjadi di Papua itu tidak boleh menyebar kemana-mana.”ungkapnya,  Sabtu (24/8) kemarin. 

   Menurutnya, Orang Papua kerja jujur, sampaikan yang benar, tidak pernah sampaikan berita bohong, apa yang terjadi di Papua itulah yang disampaikan kepada publik. Meski diakui terkadang berita yang disampaikan itu juga diduga hoax.

  “Ini bukan hanya merugikan bagi orang Papua saja, tetapi seluruh Indonesia, dan juga masuk dalam kategori pelanggaran HAM, hak orang untuk menyampaikan berita dengan bebas sudah dibatasi oleh negara.”jelas Theo Hesegem.

Baca Juga :  Pelantikan DPRD Jayawijaya Tunggu SK Gubernur

  Menurutnya ada ketakutan negara  bahwa apa yang terjadi di Papua ini berita terbongkar semua di luar negeri, sehingga dengan sengaja akses internet dimatikan.  Ini bagian dari rasa takut pemerintah terhadap kejadian-kejadian di Papua, 

  “Jangan lupa jaringan internet boleh mati, tetapi pikiran orang Papua belum dikasih mati, logika pikiran orang Papua masih sehat, jadi mereka bisa sampaikan ke mana-mana. Karena setiap orang punya hak untuk menyampaikan setiap informasi yang benar kepada publik,” tuturnya. 

  Di tempat yang sama tokoh agama Jayawijaya Pastor Jhon Jonga mengakui jika  Kementerian Kominfo harus siap untuk membayar berapa banyak kerugian secara ekonomis dengan sistem mereka karena mematikan jaringan internet ini.

  “Kita harus tahu  apakah mereka diperintah oleh negara atau oleh orang-orang tertentu, maka saya pikir akan ada tuntutan-tuntutan atas kelalaian negara menyangkut komunikasi ini.”ujarnya 

Baca Juga :  Polres Pastikan Klaim KKB Hoax

   Pastor Jhon menegaskan kalau itu sengaja dilakukan oleh negara, maka ini suatu hal yang dianggap melanggar HAM. Bahkan akan terjadi tuntutan balik bagi para konsumen pengguna jaringan internet seluler dan lain sebagainya.

  Sementara itu eks tapol napol Jayawijaya Linus Hiluka menilai ketidakmampuan negara ini dalam menyelesaikan persoalan Papua, sehingga dipadamkan layanan internet  dan ini memang strategi yang dilakukan oleh negara.

 “Orang Papua masih punya otak dan sama saja kasih mati juga berita jalan, isu jalan, dunia dengar dan tidak kasih mati juga sama,  oleh karena itu jaringan internet harus dibuka supaya orang tahu masalah Papua.”bebernya.(jo/tri)

Pemerati HAM Theo Hesegem dan  Tokoh Agama Pastor Jhon Djonga saat mengelar jumpa pers, Sabtu (24/8). ( FOTO : Denny/Cepos)

WAMENA-Kebijakan Kementerian Kominfo untuk membatasi akses internet, sejak Senin (19/8) untuk meredam beredarnya berita hoax pasca insiden yang terjadi di Surabaya dan Malang, ternyata ditanggapi lain oleh pemerhati HAM di Pegunungan Tengah Theo Hesegem. 

   “Ini suatu bagian dengan sengaja negara ini mematikan jaringan internet supaya berita yang terjadi di Papua itu tidak boleh menyebar kemana-mana.”ungkapnya,  Sabtu (24/8) kemarin. 

   Menurutnya, Orang Papua kerja jujur, sampaikan yang benar, tidak pernah sampaikan berita bohong, apa yang terjadi di Papua itulah yang disampaikan kepada publik. Meski diakui terkadang berita yang disampaikan itu juga diduga hoax.

  “Ini bukan hanya merugikan bagi orang Papua saja, tetapi seluruh Indonesia, dan juga masuk dalam kategori pelanggaran HAM, hak orang untuk menyampaikan berita dengan bebas sudah dibatasi oleh negara.”jelas Theo Hesegem.

Baca Juga :  Ipda Charles M. Mansumber Jabat Kapolsek Kurulu

  Menurutnya ada ketakutan negara  bahwa apa yang terjadi di Papua ini berita terbongkar semua di luar negeri, sehingga dengan sengaja akses internet dimatikan.  Ini bagian dari rasa takut pemerintah terhadap kejadian-kejadian di Papua, 

  “Jangan lupa jaringan internet boleh mati, tetapi pikiran orang Papua belum dikasih mati, logika pikiran orang Papua masih sehat, jadi mereka bisa sampaikan ke mana-mana. Karena setiap orang punya hak untuk menyampaikan setiap informasi yang benar kepada publik,” tuturnya. 

  Di tempat yang sama tokoh agama Jayawijaya Pastor Jhon Jonga mengakui jika  Kementerian Kominfo harus siap untuk membayar berapa banyak kerugian secara ekonomis dengan sistem mereka karena mematikan jaringan internet ini.

  “Kita harus tahu  apakah mereka diperintah oleh negara atau oleh orang-orang tertentu, maka saya pikir akan ada tuntutan-tuntutan atas kelalaian negara menyangkut komunikasi ini.”ujarnya 

Baca Juga :  200 Tenaga Kesehatan Dibekali Peningkatan Pelayanan Kesehatan

   Pastor Jhon menegaskan kalau itu sengaja dilakukan oleh negara, maka ini suatu hal yang dianggap melanggar HAM. Bahkan akan terjadi tuntutan balik bagi para konsumen pengguna jaringan internet seluler dan lain sebagainya.

  Sementara itu eks tapol napol Jayawijaya Linus Hiluka menilai ketidakmampuan negara ini dalam menyelesaikan persoalan Papua, sehingga dipadamkan layanan internet  dan ini memang strategi yang dilakukan oleh negara.

 “Orang Papua masih punya otak dan sama saja kasih mati juga berita jalan, isu jalan, dunia dengar dan tidak kasih mati juga sama,  oleh karena itu jaringan internet harus dibuka supaya orang tahu masalah Papua.”bebernya.(jo/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya