Monday, April 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Demo Tolak Pembangunan Kantor Gubernur PP

WAMENA-Kedatangan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri)  Jhon Wempi Wetipo bersama rombongan Komisi II DPR RI di Wamena, Kamis, (15/6), kemarin,  diwarnai aksi demo dari masyarakat adat aliansi Wouma yang menolak pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan (PP)  di atas lahan tanah adat, yang kini mulai dibongkar.

  Ratusan warga tersebut sebenarnya melakukan pemalangan Jembatan Wouma, namun akhirnya diarahkan ke DPRD Jayawijaya guna menyampaikan aspirasinya. Mereka menilai, ada penyerobotan lahan atau tanah adat yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan bersama pemerintah pusat.

    Koordinator aksi demo, Kaitanus Ikinia mengatakan, lahan kebun masyarakat di atas lahan itu telah dihancurkan, ada penempatan militer di sana sehingga warga tidak bisa berbuat apa-apa, hanya melihat penyerobotan, ini semua adalah keinginan dari Wamendagri John Wempi Wetipo.

“Sekarang kebun dari masyarakat ini harus dibawa kemana, ini yang harus diluruskan, kita tidak bisa berbuat banyak, sebab pembongkaran lahan tersebut dilakukan dengan sistem militerisme, untuk memaksakan apa yang diinginkan pemerintah pusat,” ungkapnya, Kamis (15/6) kemarin.

Baca Juga :  Simpan Munisi Ilegal, Dua Oknum TNI Diperiksa

Sementara itu, penanggungjawab aksi Melky Wetipo saat membacakan pernyataan sikap menyatakan, Forum Peduli Tanah Adat Aliansi Suku Wio akan menyampaikan sikap mengenai wacana pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungn beserta semua OPD dan lembaga non struktural Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan di wilayah Tapal Batas Distrik Wouma (Suku Wio) dan Distrik Walesi (Suku Ue elesi).

Yang pertama pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan yakni sekitar perbatasan Wouma dan Walesi adalah lahan ekonomi produktif bagi suku Wio, Walesi maupun suku kerabat (Lani, Mee, Yali). “Kedua  pembangunan kantor gubernur yakni wilayah perbatasan Wouma dan Walesi adalah tanah misteri atau sengketa yang harus dibicarakan secara bersama oleh semua suku di wilayah Provinsi Papua Pegunungan, bukan hanya oleh satu/dua klan/sub suku yang diberikan mandat untuk menjaga tempat ini,” tegasnya.

Lanjut Wetipo, pernyataan ketiga, Allah memberikan talenta kepada suku Wio, dan semua suku di wilayah Papua Pegunungan untuk bercocok tanam dan beternak babi. Apabila lahan ini dipergunakan untuk pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan, maka suku Wio sudah dipastikan menuju kepunahan, karena tidak ada lahan garapan.

Baca Juga :  OPD Harus Berani Jelaskan Penggunaan APBD kepada Masyarakat

“Keempat Suku Wio hendak menegaskan bahwa kami bukan menolak pembangunan (buktinya pusat pemerintahan Kabupaten Jayawijaya ada di lahan subur suku Wio), tetapi kami menolak dengan tegas penempatan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan di wilayah perbatasan Distrik Wouma dan Walesi,” bebernya.

Ia juga menyebutkan sudah cukup suku Wio menyerahkan lahannya untuk Pemerintahan Kabupaten Jayawijaya, yang sisa ini jangan dirampas, diambil, dicaplok lagi oleh siapapun untuk kepentingan apapun. Biarkan lahan ini ada untuk wilayah pertanian suku Wio.

Menanggapi aksi tersebut, Wakil Ketua I DPRD Jayawijaya Niko Kosay menjelaskan, setelah pemekaran Provinsi Papua Pegunungan datang ke DPRD Jayawijaya beberapa Waktu lalu, pemerintah dan DPRD telah menindaklanjuti dengan memberikan hibah lahan di Muliama, bukan di tempat lain.

“Lokasi yang masih bisa dibangun itu di Distrik Muliama, bukan di Wouma atau di Walesi sehingga pemerintah sudah mempersiapkan dokumen itu dan serahkan kepada pemerintah Provinsi Papua Pegunungan,” tegasnya kepada massa.(jo/tho)

WAMENA-Kedatangan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri)  Jhon Wempi Wetipo bersama rombongan Komisi II DPR RI di Wamena, Kamis, (15/6), kemarin,  diwarnai aksi demo dari masyarakat adat aliansi Wouma yang menolak pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungan (PP)  di atas lahan tanah adat, yang kini mulai dibongkar.

  Ratusan warga tersebut sebenarnya melakukan pemalangan Jembatan Wouma, namun akhirnya diarahkan ke DPRD Jayawijaya guna menyampaikan aspirasinya. Mereka menilai, ada penyerobotan lahan atau tanah adat yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan bersama pemerintah pusat.

    Koordinator aksi demo, Kaitanus Ikinia mengatakan, lahan kebun masyarakat di atas lahan itu telah dihancurkan, ada penempatan militer di sana sehingga warga tidak bisa berbuat apa-apa, hanya melihat penyerobotan, ini semua adalah keinginan dari Wamendagri John Wempi Wetipo.

“Sekarang kebun dari masyarakat ini harus dibawa kemana, ini yang harus diluruskan, kita tidak bisa berbuat banyak, sebab pembongkaran lahan tersebut dilakukan dengan sistem militerisme, untuk memaksakan apa yang diinginkan pemerintah pusat,” ungkapnya, Kamis (15/6) kemarin.

Baca Juga :  Provokasi Warga, Tiga Pedagang Ditikam di Pasar Potikelek

Sementara itu, penanggungjawab aksi Melky Wetipo saat membacakan pernyataan sikap menyatakan, Forum Peduli Tanah Adat Aliansi Suku Wio akan menyampaikan sikap mengenai wacana pembangunan Kantor Gubernur Papua Pegunungn beserta semua OPD dan lembaga non struktural Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan di wilayah Tapal Batas Distrik Wouma (Suku Wio) dan Distrik Walesi (Suku Ue elesi).

Yang pertama pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan yakni sekitar perbatasan Wouma dan Walesi adalah lahan ekonomi produktif bagi suku Wio, Walesi maupun suku kerabat (Lani, Mee, Yali). “Kedua  pembangunan kantor gubernur yakni wilayah perbatasan Wouma dan Walesi adalah tanah misteri atau sengketa yang harus dibicarakan secara bersama oleh semua suku di wilayah Provinsi Papua Pegunungan, bukan hanya oleh satu/dua klan/sub suku yang diberikan mandat untuk menjaga tempat ini,” tegasnya.

Lanjut Wetipo, pernyataan ketiga, Allah memberikan talenta kepada suku Wio, dan semua suku di wilayah Papua Pegunungan untuk bercocok tanam dan beternak babi. Apabila lahan ini dipergunakan untuk pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan, maka suku Wio sudah dipastikan menuju kepunahan, karena tidak ada lahan garapan.

Baca Juga :  Jelang 1 Desember, Razia Sajam Diintensifkan

“Keempat Suku Wio hendak menegaskan bahwa kami bukan menolak pembangunan (buktinya pusat pemerintahan Kabupaten Jayawijaya ada di lahan subur suku Wio), tetapi kami menolak dengan tegas penempatan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan di wilayah perbatasan Distrik Wouma dan Walesi,” bebernya.

Ia juga menyebutkan sudah cukup suku Wio menyerahkan lahannya untuk Pemerintahan Kabupaten Jayawijaya, yang sisa ini jangan dirampas, diambil, dicaplok lagi oleh siapapun untuk kepentingan apapun. Biarkan lahan ini ada untuk wilayah pertanian suku Wio.

Menanggapi aksi tersebut, Wakil Ketua I DPRD Jayawijaya Niko Kosay menjelaskan, setelah pemekaran Provinsi Papua Pegunungan datang ke DPRD Jayawijaya beberapa Waktu lalu, pemerintah dan DPRD telah menindaklanjuti dengan memberikan hibah lahan di Muliama, bukan di tempat lain.

“Lokasi yang masih bisa dibangun itu di Distrik Muliama, bukan di Wouma atau di Walesi sehingga pemerintah sudah mempersiapkan dokumen itu dan serahkan kepada pemerintah Provinsi Papua Pegunungan,” tegasnya kepada massa.(jo/tho)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya