Friday, April 19, 2024
27.7 C
Jayapura

HPMJ Tolak Pemberlakukan Aturan Agraria di Tanah Adat

Ratusan mahasiswa Jayawijaya saat menolak pemberlakukan tanah bersertifikat di Tanah adat di Wamena yang berlangsung di Waena, Senin, (8/2). ( FOTO:  Noel/Cepos)

JAYAPURA -Himpunan pelajar  Mahasiswa Jayawijaya (HPMJ) di Kota Studi Jayapura menolak dengan tegas atas tindakan yang di lakukan oleh Menteri Pertanahan Republik Indonesia  memberlakukan tanah adat sebagai tanah hukum yang mengikuti aturan agraria.

  “Pemerintah ingin melakukan persetujuan dari tanah adat yang mau dijadikan tanah berhukum agraria ini yang ditandatangani oleh Bupati Jayawijaya, LMA, dan juga beberapa kepala-kepala suku. Dengan kebijakan yang dilakukan itu, kami mahasiswa dan juga perwakilan masyarakat Jayawijaya secara luas wilayah Lapago, kami tolak. Ini maksudnya apa? ini tanah kami dari moyang sana,” kata Ketua HPMJ  Robert Kaloliuk kepada wartawan, Senin (8/2)

  Ia mengatakan  tanah ini adalah milik adat yang tidak bisa dilepas atau diperjualbelikan dengan begitu saja, jangan pemerintah mengklaim sembarang, sehingga jika tidak ada sertifikat seenaknya diklaim milik negara.

Baca Juga :  FKUB Siap Lawan Oknum yang Ingin Perjudian Dilegalkan

  “Kami hidup sudah melekat dengan budaya dan juga tanah itu bukan milik negara, tapi itu tanah adat, tidak bisa sewenang wenangnya langsung mau dikelola oleh negara,” jelasnya.

  Mahasiswa meminta agar pemerintah dalam hal ini bupati harus merespon apa yang di sampaikan masyarakat dan mahasiswa. “Kami akan berikan waktu 10 hari kepada pemerintah Jayawijaya jika dalam waktu 10 hari tidak ada respon maka kami akan melakukan aksi dengan jumlah banyak,” ucap Kalolik.

   Ia juga menegaskan agar pemerintah, LMA dan kepala-kepala suku untuk tidak korbankan masyarakat dan juga generasi muda. “Kami tegaskan bahwa Wamena bukan tanah kosong, Wamena itu ada tuan tanahnya, kami yang sekolah ini nanti mau kemana kalau tanah adat semua dialihkan ke negara, dan hal yang sama juga akan diberlakukan di daerah-daerah lain di wilayah lapago,” ujarnya.

Baca Juga :  Pemkab Warning Kepala Kampung

  Ia juga meminta kepada masyarakat Wamena benar-benar memanfaatkan lahannya untuk hidup yang berkelanjutan dan memberikan manfaat lebih, jangan hanya menjual dan tidak dikelola. (oel/tri).

Ratusan mahasiswa Jayawijaya saat menolak pemberlakukan tanah bersertifikat di Tanah adat di Wamena yang berlangsung di Waena, Senin, (8/2). ( FOTO:  Noel/Cepos)

JAYAPURA -Himpunan pelajar  Mahasiswa Jayawijaya (HPMJ) di Kota Studi Jayapura menolak dengan tegas atas tindakan yang di lakukan oleh Menteri Pertanahan Republik Indonesia  memberlakukan tanah adat sebagai tanah hukum yang mengikuti aturan agraria.

  “Pemerintah ingin melakukan persetujuan dari tanah adat yang mau dijadikan tanah berhukum agraria ini yang ditandatangani oleh Bupati Jayawijaya, LMA, dan juga beberapa kepala-kepala suku. Dengan kebijakan yang dilakukan itu, kami mahasiswa dan juga perwakilan masyarakat Jayawijaya secara luas wilayah Lapago, kami tolak. Ini maksudnya apa? ini tanah kami dari moyang sana,” kata Ketua HPMJ  Robert Kaloliuk kepada wartawan, Senin (8/2)

  Ia mengatakan  tanah ini adalah milik adat yang tidak bisa dilepas atau diperjualbelikan dengan begitu saja, jangan pemerintah mengklaim sembarang, sehingga jika tidak ada sertifikat seenaknya diklaim milik negara.

Baca Juga :  Distribusi Logistik Pemilu, KPU Tidak Generalisasi di Nduga Tidak Aman

  “Kami hidup sudah melekat dengan budaya dan juga tanah itu bukan milik negara, tapi itu tanah adat, tidak bisa sewenang wenangnya langsung mau dikelola oleh negara,” jelasnya.

  Mahasiswa meminta agar pemerintah dalam hal ini bupati harus merespon apa yang di sampaikan masyarakat dan mahasiswa. “Kami akan berikan waktu 10 hari kepada pemerintah Jayawijaya jika dalam waktu 10 hari tidak ada respon maka kami akan melakukan aksi dengan jumlah banyak,” ucap Kalolik.

   Ia juga menegaskan agar pemerintah, LMA dan kepala-kepala suku untuk tidak korbankan masyarakat dan juga generasi muda. “Kami tegaskan bahwa Wamena bukan tanah kosong, Wamena itu ada tuan tanahnya, kami yang sekolah ini nanti mau kemana kalau tanah adat semua dialihkan ke negara, dan hal yang sama juga akan diberlakukan di daerah-daerah lain di wilayah lapago,” ujarnya.

Baca Juga :  FKUB Siap Lawan Oknum yang Ingin Perjudian Dilegalkan

  Ia juga meminta kepada masyarakat Wamena benar-benar memanfaatkan lahannya untuk hidup yang berkelanjutan dan memberikan manfaat lebih, jangan hanya menjual dan tidak dikelola. (oel/tri).

Berita Terbaru

Artikel Lainnya