MERAUKE- Pemerintah Provinsi Papua Selatan menyatakan siap mendukung Festival Kali Maro Pantai Arafura dari sisi peganggaran untuk digelar kedua kalinya tahun 2024 mendatang.
Kesiapan Pemprov Papua Selatan untuk memberi dukungan ini disampaikan Plt Kepala Dinas Pemuda olahraga, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Papua Selatan Soleman Jambormias, S.Pd, M.Pd pada peluncuran logo dan pembukaan Festival Kali Maro Pantai Arafura oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Merauke Pastor Henderikus Kariwop, MSC di Lapangan Mandala Merauke, Sabtu (15/7).
Pada pangelaran Festival Kali Maro Pantai Arafura I tersebut, panitia kesulitan dalam hal pendanaan sehingga pada pembukaan tersebut, panitia melakukan lelang sejumlah makanan siap saji.
‘’Untuk tahun ini, kami hanya bisa membantu sebesar Rp 350 juta. Karena anggaran yang kita terima juga terbatas dan kita biayai beberapa kegiatan,’’ kata Soleman Jambormias.
Vikjen Keuskupan Agung Merauke Pastor Henderikus Kariwop menjelaskan, bahwa Paroki Wendu Keuskupan Agung Merauke hanya sebagai penggagas untuk pelaksanaan Festival Kali Maro Pantai Arafura pertama tersebut sedangkan untuk pelaksanaan festival berikutnya diserahkan dan menjadi tanggung jawab pemerintah Provinsi Papua Selatan.
Ia berharap festival ini digelar setiap tahunnya untuk mengangkat budaya orang Marind serta ekonomi masyarakat khususnya orang asli Papua.
Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke Yermias Paulus Ruben Ndiken, S.Sos menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas pelaksanaan Festival Kali Maro ini. Sesuai dengan sejarah, nama Kota Merauke diambil dari nama Kali Maro.
Saat itu orang Belanda yang datang ke Merauke bertanya kepada orang asli Marind (Merauke,red) tentang nama Kali Maro dan penduduk asli menyampaikan nama Kali tersebut Maroka Ehe.
‘’Tapi karena orang asing sulit untuk mengikuti dialek itu sehingga menyebutnya Merauke,’’ katanya.
Selain itu, kata mantan Kepala Badan Kepegawaian Kabupaten Merauke ini bahwa Kali Maro telah memberikan kehidupan bagi masyarakat mulai dari hulu sampai hilir sungai tersebut.
Pastor Paroki Wendu Andi Panumbi, M.Si, mengungkapkan bahwa pelaksanaan festival yang digelar ini menjalani perjalanan yang cukup panjang sejak 2015 lalu. Dimana gereja dalam hal ini Keuskupan Agung Merauke melihat nilai-nilai budaya orang asli Papua khususnya Marind semakin tergerus oleh perkembangan zaman. Padahal, nilai budaya adalah jati diri orang Marind itu sendiri.
‘’Kalau semakin lemah, berarti jati dirinya semakin lemah dan akhirnya hilang ditelan pembangunan dan peradaban baru,’’ jelasnya. (ulo)