Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Aliansi Pemuda Papua Selatan Tolak SK Gubernur

Terkait Penetapan Calon Anggota MRPS

MERAUKE– Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri Aliansi Pemuda Papua Selatan menggelar aksi demo  damai ke Kantor Gubernur Papua Selatan, Kamis (3/8). Mereka menyatakan menolak  Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua Selatan, No 200.I/226/2023 tentang penetapan calon anggota MRP Papua Selatan, tanggal 28 Juli 2023, khususnya  sehubungan pergantian 2 nama  calon anggota MRPS dari unsur agama, yakni Kristen Protestan dan Islam.

Dari unsur Kristen Protestan atas nama Agustinus Basik-Basik diganti Pdt Frederikus Salimah dan dari unsur agama Islam, Antonius Wandia diganti oleh H. Abdul Awaluddin Gebze.

Peserta demo yang berjumlah sekitar 100-an orang tersebut berangkat dari Mangga Dua, Kelurahan Kelapa Lima sekitar pukul 12.00 WIT menuju kantor sementara Gubernur Papua Selatan yang ada di jalan Trikora dengan cara longmarch, sambil membawa sejumlah spanduk dan pamlet yang berisikan penolakan.

Sebuah truk juga mengiringi aksi tersebut untuk mengangkut speaker yang mereka  gunakan melakukan orasi.

Sebelum para  pendemo tersebut tiba, dari kepolisian Polres Merauke dan Batalyon D Brimob Polda Papua Merauke sudah berjaga-jaga  menyambut mereka untuk pengamanan aksi  damai yang dilakukan tersebut.

     Pj Gubernur Papua Selatan Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST, MT langsung menyambut mereka setelah para pendemo tersebut tiba dengan pengawalan ketat kepolisian.

Mereka secara bergantian melakukan orasi yang pada intinya meminta kedua  nama tersebut  H. Abdul Awaluddin Gebze dan Pdt.  Frederikus Salimah diganti. Karena menurut para pendemo tersebut, H. Abdul Awaluddin, kakek dan bapaknya bukanlah orang asli Papua tapi warga nusantara. 

Bahkan,  dari  ijazah yang dimiliki oleh H. Abdul Awaluddin Gebze sejak SD, SMP dan SMA tidak ada nama Gebze. Tapi hanya Abdul Awaluddin. Sedangkan untuk Pdt Frederikus Salimah, mereka mempertanyakan asal usul yang bersangkutan. Yang jelas menurut mereka bukan asli Papua Selatan.

Baca Juga :  Umat Katolik Diminta Beri Dukungan kepada Para Imam

‘’Padahal, MRP adalah lembaga kultur orang asli Papua yang hanya mengenal  garis keturunan ayah. Bukan ibu atau nenek,’’ kata Dino Weri, salah satu  peserta yang melakukan orasi.

    Menurut  para pendemo, jika dari awal sudah meletakkan pondasi yang salah, maka akan selamanya salah dan hak-hak kesulungan orang asli Papua di bagian Selatan akan diinjak-injak.  Antonius Wandia dan Agustinus Basik-Basik meminta agar nama mereka dikembalikan sebagai calon anggota MRPS terpilih.

‘’Saya minta kepada Bapak Gubernur agar nama saya dikembalikan. Jangan rampas hak kesulungan kami,’’  kata Antonius Wandia.

    Pj Gubernur  Papua  Selatan yang menyambut kedatangan para pendemo tersebut menyampaikan terima kasih terkait dengan keanggotaan MRPS secara khusus perwakilan agama. Pj Gubernur menjelaskan, nama-nama yang ada di dalam keputusan Gubernur Papua Selatan  tersebut untuk unsur  adat pihakya tidak melakukan penambahan atau pengurangan di tingkat Forkopimda.

Tapi sama dengan yang sudah ditetapkan oleh Panpil Provinsi, kendati dirinya punya kewenangan untuk melakukan pergantian. Namun dirinya tidak melakukan hal  itu. Begitu juga  dengan unsur perempuan.

‘’Walaupun banyak laporan yang masuk dan banyak perwakilan yang datang, tapi saya  tidak menggunakan kewenangan sebagai gubernur,  tapi saya meneruskan  keputusan Panpil provinsi,’’ katanya.

Begitu juga unsur agama Katolik. Di mana pihaknya sudah sepakat kewenangan untuk menentukan nama-nama ada di keuskupan yang telah membentuk panitia kerasulan awam. Dan nama-nama  yang dimusyawarahkan oleh gereja itu yang pihaknya tetapkan.

Baca Juga :  Peringati HUT ke-17 dan Hari Budaya Papua, MRP Gelar Ibadah Syukur

‘’Tidak ada satupun yang saya ubah. Karena saya takut, dalam keputusan gereja dalam hal ini Uskup dan pastor itu ada kuasa tahbisan yang saya tidak bisa lewat,”ungkapnya.

Demikian juga perwakilan agama Prostestan. Ada musyawarah yang sudah dilakukan oleh Ketua Sinode dan ketua-ketua klasis yang sudah diputuskan dalam musyawarah dan dirinya tidak bisa melawan kuasa tahbisan itu, meski punya kewenangan  untuk mengganti.    

    “Kita ini orang berdosa. Kalau bapak ibu punya urusan dengan lembaga gereja bisa kembali ke sinode dan klasis dan putuskan di sana. Saya hanya melanjutkan keputusan sinode dan klasis,’’ katanya.

Begitu juga  unsur agama Islam. Dirinya hanya melaksanakan keputusan lembaga-lembaga agama Islam yang sudah dikoordinasikan dengan MUI, NU dan Muhammadiyah melalui Ormas Islam.

‘’Jadi kalau calon-calon yang ingin  berdiskusi dan bermusyawarah maka tentu  melalui lembaga-lembaga agama Islam. Saya tidak punya kewenangan untuk menganulir atau mengintervensi keputusan lembaga keagamaan,’’ jelasnya.

Karena itu, Pj Apolo Safanpo meminta apabila ada yang merasa dirugikan dalam keputusan tersebut dapat kembali ke induk organisasinya masing-masing . Namun  demikian, Pj Apolo Safanpo meminta  untuk menyerahkan aspirasi dari para pendemo tersebut.

Karena menurutnya,  nama-nama calon terpilih tersebut masih berproses  ke Kemendagri dan tidak otomatis nama-nama yang dikirimkan tersebut  langsung ditetapkan oleh Mendagri, tapi masih bisa berubah jika ada yang dianggap tidak sesuai dengan aturan. (ulo/tho)

Terkait Penetapan Calon Anggota MRPS

MERAUKE– Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri Aliansi Pemuda Papua Selatan menggelar aksi demo  damai ke Kantor Gubernur Papua Selatan, Kamis (3/8). Mereka menyatakan menolak  Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua Selatan, No 200.I/226/2023 tentang penetapan calon anggota MRP Papua Selatan, tanggal 28 Juli 2023, khususnya  sehubungan pergantian 2 nama  calon anggota MRPS dari unsur agama, yakni Kristen Protestan dan Islam.

Dari unsur Kristen Protestan atas nama Agustinus Basik-Basik diganti Pdt Frederikus Salimah dan dari unsur agama Islam, Antonius Wandia diganti oleh H. Abdul Awaluddin Gebze.

Peserta demo yang berjumlah sekitar 100-an orang tersebut berangkat dari Mangga Dua, Kelurahan Kelapa Lima sekitar pukul 12.00 WIT menuju kantor sementara Gubernur Papua Selatan yang ada di jalan Trikora dengan cara longmarch, sambil membawa sejumlah spanduk dan pamlet yang berisikan penolakan.

Sebuah truk juga mengiringi aksi tersebut untuk mengangkut speaker yang mereka  gunakan melakukan orasi.

Sebelum para  pendemo tersebut tiba, dari kepolisian Polres Merauke dan Batalyon D Brimob Polda Papua Merauke sudah berjaga-jaga  menyambut mereka untuk pengamanan aksi  damai yang dilakukan tersebut.

     Pj Gubernur Papua Selatan Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST, MT langsung menyambut mereka setelah para pendemo tersebut tiba dengan pengawalan ketat kepolisian.

Mereka secara bergantian melakukan orasi yang pada intinya meminta kedua  nama tersebut  H. Abdul Awaluddin Gebze dan Pdt.  Frederikus Salimah diganti. Karena menurut para pendemo tersebut, H. Abdul Awaluddin, kakek dan bapaknya bukanlah orang asli Papua tapi warga nusantara. 

Bahkan,  dari  ijazah yang dimiliki oleh H. Abdul Awaluddin Gebze sejak SD, SMP dan SMA tidak ada nama Gebze. Tapi hanya Abdul Awaluddin. Sedangkan untuk Pdt Frederikus Salimah, mereka mempertanyakan asal usul yang bersangkutan. Yang jelas menurut mereka bukan asli Papua Selatan.

Baca Juga :  Surat Pengusulan Bocor, Abisai Rollo Sebut Bisa ke Ranah Hukum

‘’Padahal, MRP adalah lembaga kultur orang asli Papua yang hanya mengenal  garis keturunan ayah. Bukan ibu atau nenek,’’ kata Dino Weri, salah satu  peserta yang melakukan orasi.

    Menurut  para pendemo, jika dari awal sudah meletakkan pondasi yang salah, maka akan selamanya salah dan hak-hak kesulungan orang asli Papua di bagian Selatan akan diinjak-injak.  Antonius Wandia dan Agustinus Basik-Basik meminta agar nama mereka dikembalikan sebagai calon anggota MRPS terpilih.

‘’Saya minta kepada Bapak Gubernur agar nama saya dikembalikan. Jangan rampas hak kesulungan kami,’’  kata Antonius Wandia.

    Pj Gubernur  Papua  Selatan yang menyambut kedatangan para pendemo tersebut menyampaikan terima kasih terkait dengan keanggotaan MRPS secara khusus perwakilan agama. Pj Gubernur menjelaskan, nama-nama yang ada di dalam keputusan Gubernur Papua Selatan  tersebut untuk unsur  adat pihakya tidak melakukan penambahan atau pengurangan di tingkat Forkopimda.

Tapi sama dengan yang sudah ditetapkan oleh Panpil Provinsi, kendati dirinya punya kewenangan untuk melakukan pergantian. Namun dirinya tidak melakukan hal  itu. Begitu juga  dengan unsur perempuan.

‘’Walaupun banyak laporan yang masuk dan banyak perwakilan yang datang, tapi saya  tidak menggunakan kewenangan sebagai gubernur,  tapi saya meneruskan  keputusan Panpil provinsi,’’ katanya.

Begitu juga unsur agama Katolik. Di mana pihaknya sudah sepakat kewenangan untuk menentukan nama-nama ada di keuskupan yang telah membentuk panitia kerasulan awam. Dan nama-nama  yang dimusyawarahkan oleh gereja itu yang pihaknya tetapkan.

Baca Juga :  Cegah Corona, Lintas Perbatasan Negara Ditutup

‘’Tidak ada satupun yang saya ubah. Karena saya takut, dalam keputusan gereja dalam hal ini Uskup dan pastor itu ada kuasa tahbisan yang saya tidak bisa lewat,”ungkapnya.

Demikian juga perwakilan agama Prostestan. Ada musyawarah yang sudah dilakukan oleh Ketua Sinode dan ketua-ketua klasis yang sudah diputuskan dalam musyawarah dan dirinya tidak bisa melawan kuasa tahbisan itu, meski punya kewenangan  untuk mengganti.    

    “Kita ini orang berdosa. Kalau bapak ibu punya urusan dengan lembaga gereja bisa kembali ke sinode dan klasis dan putuskan di sana. Saya hanya melanjutkan keputusan sinode dan klasis,’’ katanya.

Begitu juga  unsur agama Islam. Dirinya hanya melaksanakan keputusan lembaga-lembaga agama Islam yang sudah dikoordinasikan dengan MUI, NU dan Muhammadiyah melalui Ormas Islam.

‘’Jadi kalau calon-calon yang ingin  berdiskusi dan bermusyawarah maka tentu  melalui lembaga-lembaga agama Islam. Saya tidak punya kewenangan untuk menganulir atau mengintervensi keputusan lembaga keagamaan,’’ jelasnya.

Karena itu, Pj Apolo Safanpo meminta apabila ada yang merasa dirugikan dalam keputusan tersebut dapat kembali ke induk organisasinya masing-masing . Namun  demikian, Pj Apolo Safanpo meminta  untuk menyerahkan aspirasi dari para pendemo tersebut.

Karena menurutnya,  nama-nama calon terpilih tersebut masih berproses  ke Kemendagri dan tidak otomatis nama-nama yang dikirimkan tersebut  langsung ditetapkan oleh Mendagri, tapi masih bisa berubah jika ada yang dianggap tidak sesuai dengan aturan. (ulo/tho)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya