Pemerintah kata dia masih menganggap masalah penataan pasar sebagai hal yang biasa. Padahal Pasar tradisional sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Akan tetapi pemerintah selama ini masih belum memikirkan hal itu sebagai bagian penting untuk mendukung pembangunan Papua.
“Kalau saya lihat pemerintah hanya sekedar melaksanakan kewajibannya, masyarakat butuh pasar, mereka bangun pasar, tapi untuk masalah pengelolahannya tidak dipikirkan,” ujarnya Rabu (22/10).
Padahal kata dia, tindak lanjut terhadap setiap kebijakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari setiap ide dan gagasan yang dituangkan. Sehingga ketika berbicara pasar khususnya tradisional tidak hanya bicara tentang fasilitas, tapi bagimana pemerintah itu mampu mendorong pengelolahannya yang tidak hanya sekedar memberikan pemasukan untuk kas daerah, tapi juga ekonomi masyarakat terutama para pedagang.
Karena itu, penting untuk setiap program yang digagas memikirkan langkah langkah lain sebagai tindak lanjut daripada program tersebut salah satunya pengawasan yang ketat. “Pemerintah harus tegas, jika ada hal yang di luar aturan, maka harus berani mengambil sikap, misalnya orang tidak mau jualan di dalam areal pasar, harus diberikan sanksi,” tandasnya.
Akan tetapi, lanjut Mesak, hal itu harus dengan cara yang tepat, salah satunya setelah fasilitasnya dibangun, pemerintah wajib memberikan sosialisasi kepada para pedagang.
Sosialisasi tersebut berkaitan dengan aturan yang harus dijalankan pedagang. Misalnya larangan jualan, penempatan pedagang disetiap los atau lapak. Pedagang ikan dengan baju tidak boleh gabung dalam satu los, atau lapak, pun demikian, terkait posisinya mana yang dibagian areal depan, bagian tengah maupun pedagang apa yang menempati areal bagian belakang, semua harus disosialisasikan. “Sehingga ketika ada yang langgar maka solusinya beri sanksi,” tandasnya.
“Akan tetapi dari amatannya saya selama ini asal bangun, setelah itu ditinggal akhirnya apa, semua orang memilih tempat sesuka hati,” sambungnya.