Di sana, warga binaan mengubah balok kayu kasar menjadi sofa, meja tamu, dan kursi santai. Namun, ini bukan pabrik modern. Dengan peralatan yang masih mengandalkan tenaga manual, proses pembuatan satu set mebel bisa memakan waktu lama dan biaya produksi yang tinggi.
“Betul, harga jual mebel kami pasti di atas harga pasar. Kenapa? Karena kami mengutamakan kualitas, dan kami tahu betul, setiap ukiran dan jahitan di sana adalah hasil kerja keras manual dan kreativitas yang tak terduga,” kata Sumaji, tersenyum bangga.
Dari segi kualitas dan kreasi, mereka sangat bisa diuji. Mereka kreatif. Tujuan utama dari semua kegiatan ini, baik pertanian maupun mebel, adalah bekal.
“Kami ingin ketika mereka melangkah keluar dari gerbang ini, mereka sudah memegang bekal, entah untuk bekerja dengan orang lain atau membuka lapangan pekerjaan sendiri,” tegasnya.
Namun, pembinaan di Lapas Narkotika Jayapura tidak berhenti pada keterampilan tangan. Ia juga menyentuh relung batin dan masa depan pendidikan. Nur Sriati, Kasubsi Bimbingan Kemasyarakatan Perawatan, Lapas Narkotika Kelas IIA Jayapura, menjelaskan bahwa program rehabilitasi adalah bagian integral dari pembinaan kepribadian.
Program ini dikhususkan bagi warga binaan, sebuah investasi dari pemerintah untuk memulihkan mereka. “Rehabilitasi ini bertujuan sederhana, yaitu memberikan pemahaman. Kita berharap pola hidup mereka berubah menjadi lebih baik, agar ketika kembali ke keluarga, kebiasaan buruk itu tidak terulang,” tutur Nur Sriati.
Tak hanya itu, Lapas ini juga melihat celah bagi mereka yang putus sekolah. Lapas Narkotika Kelas IIA Jayapura menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan program kesetaraan.