Saturday, May 24, 2025
24.7 C
Jayapura

Kaki Korban Diikat Pemberat, Berpura-pura Ikut Mencari Untuk Mengelabui

Hilangnya Tapasyah sempat membuat geger warga sekitar. Sepekan kemudian, tubuh tanpa kepala dan kaki ditemukan mengambang di perairan Teluk Youtefa. Ini menyusul kasus kematian balita 3,5 tahun di Koya Barat, Aulya. Dua kasus ini membuat warga kota cemas dengan keselamatan anak-anaknya.

Polisi pun tak tinggal diam. Setelah menunggu proses identifikasi jasad dan tes DNA yang memakan waktu, akhirnya semua terjawab. Awalnya, jenazah tanpa kepala ini sudah diduga adalah Tapasya karena hanya bocah SD ini saja yang sempat menghilang dari rumahnya. Namun Polisi meminta untuk publik tidak cepat menyimpulkan karena masih dalam proses identifikasi.

Melalui otopsi dan tes DNA di RS Bhayangkara, kecurigaan masyarakat akhirnya terkonfirmasi. Minggu, 11 Mei 2025, Polresta Jayapura Kota merilis hasil tes dan menyatakan jika jasad tersebut adalah benar Tapasya. Namun penyelidikan tak berhenti sampai di situ. Tim Opsnal Polresta Jayapura Kota bergerak cepat.

Baca Juga :  Kehilangan Kekayaan Folklor Bagaikan Sebuah Perpustakaan yang terbakar

Hanya beberapa hari setelah hasil DNA diumumkan, Mu sang ayah tiri ditangkap di kediamannya di Dok IX. Dalam penyidikan, Mu mengakui semua perbuatannya. Ironisnya, apa yang dilakukan pelaku terbilang keji. bagaimana tidak, pelaku membunuh korban dengan cara mencekik hingga mengeluarkan darah dari hidung. Setelah itu, ia memasukkan tubuh mungil itu ke dalam baskom hitam lalu menutupnya dengan sarung.

Setelah itu ia mengingat kaki Tapasya dengan nelon dan dikaitkan dengan pemberat berupa karung berisi batu. Tujuannya agar tubuh ini tetap mengendap di dasar laut. Tapi kehendak Tuhan berbeda. Tubuh ini justru melawan gravitasi dan ngambang di permukaan laut.

“Jadi tubuh korban awalnya dicekik kemudian dimasukkan ke dalam ember dan kakinya diikat dengan pemberat. Ada karung berisi batu,” ungkap Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Fredrickus W.A. Maclarimboen dalam konferensi pers.

Baca Juga :  Pangkas Jalur Birokrasi agar Kapal Tak Perlu Antre

Ironisnya, setelah membuang jasad korban ke tengah laut sejauh 4,1 mil dari garis pantai, Mu kembali ke rumah dan berpura-pura turut mencari anak tirinya.

Motif dari kejahatan ini juga sepele. Mu mengaku melakukan perbuatan keji itu karena kesal karena sang istri sering pergi, meninggalkan Tapasya dan ketiga anaknya di rumah. Ia merasa terbebani mengasuh anak tiri yang tidak berdosa itu seorang diri. Emosi dan kelelahan mendorongnya untuk memberi peringatan namun justru membunuh anak tiri tertuanya.

Hilangnya Tapasyah sempat membuat geger warga sekitar. Sepekan kemudian, tubuh tanpa kepala dan kaki ditemukan mengambang di perairan Teluk Youtefa. Ini menyusul kasus kematian balita 3,5 tahun di Koya Barat, Aulya. Dua kasus ini membuat warga kota cemas dengan keselamatan anak-anaknya.

Polisi pun tak tinggal diam. Setelah menunggu proses identifikasi jasad dan tes DNA yang memakan waktu, akhirnya semua terjawab. Awalnya, jenazah tanpa kepala ini sudah diduga adalah Tapasya karena hanya bocah SD ini saja yang sempat menghilang dari rumahnya. Namun Polisi meminta untuk publik tidak cepat menyimpulkan karena masih dalam proses identifikasi.

Melalui otopsi dan tes DNA di RS Bhayangkara, kecurigaan masyarakat akhirnya terkonfirmasi. Minggu, 11 Mei 2025, Polresta Jayapura Kota merilis hasil tes dan menyatakan jika jasad tersebut adalah benar Tapasya. Namun penyelidikan tak berhenti sampai di situ. Tim Opsnal Polresta Jayapura Kota bergerak cepat.

Baca Juga :  Tingkatkan Mutu Pelayanan Pendidikan, Sekolah Tersebut Akan Diminati

Hanya beberapa hari setelah hasil DNA diumumkan, Mu sang ayah tiri ditangkap di kediamannya di Dok IX. Dalam penyidikan, Mu mengakui semua perbuatannya. Ironisnya, apa yang dilakukan pelaku terbilang keji. bagaimana tidak, pelaku membunuh korban dengan cara mencekik hingga mengeluarkan darah dari hidung. Setelah itu, ia memasukkan tubuh mungil itu ke dalam baskom hitam lalu menutupnya dengan sarung.

Setelah itu ia mengingat kaki Tapasya dengan nelon dan dikaitkan dengan pemberat berupa karung berisi batu. Tujuannya agar tubuh ini tetap mengendap di dasar laut. Tapi kehendak Tuhan berbeda. Tubuh ini justru melawan gravitasi dan ngambang di permukaan laut.

“Jadi tubuh korban awalnya dicekik kemudian dimasukkan ke dalam ember dan kakinya diikat dengan pemberat. Ada karung berisi batu,” ungkap Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Fredrickus W.A. Maclarimboen dalam konferensi pers.

Baca Juga :  Kasus Penganiayaan Polisi Periksa 24 Saksi 

Ironisnya, setelah membuang jasad korban ke tengah laut sejauh 4,1 mil dari garis pantai, Mu kembali ke rumah dan berpura-pura turut mencari anak tirinya.

Motif dari kejahatan ini juga sepele. Mu mengaku melakukan perbuatan keji itu karena kesal karena sang istri sering pergi, meninggalkan Tapasya dan ketiga anaknya di rumah. Ia merasa terbebani mengasuh anak tiri yang tidak berdosa itu seorang diri. Emosi dan kelelahan mendorongnya untuk memberi peringatan namun justru membunuh anak tiri tertuanya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya