Mencermati Potensi Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada di Papua
Menjelang pesta demokrasi, pemilihan kepala daerah serentak di Indonesia termasuk di Papua, mendapat atensi dari sejumlah komponen masyarakat, termasuk dari kalangan gereja. Terutam terkait dengan potensi munculnya pasangan calon tunggal dalam Pilkada di Papua.
Laporan : Robert Mboik_Jayapura
Isu munculnya pasangan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah, memang bukan kali ini saja, Beberapa daerah beberapa sudah pernah melaksanakan Pilkada dengan pasangan calon tunggal. Isu ini pun kembali muncul dalam Pilkada di Papua, dengan kecenderungan pasangan calon tertentu memborong dukungan dari semua partai politik.
Persekutuan Gereja Gereja di Papua (PGGP) menyoroti adanya indikasi Pilkada diikuti oleh satu pasang calon kepala daerah. Karena hal itu berpotensi akan terjadi gesekan di masyarakat. Penegasan ini berlaku disemua tingkatan pemilihan baik Gubenur, walikota dan bupati di Papua.
“Demokrasi dan pemilu damai itu harus dapat berjalan baik, supaya pemilihan itu datang dari hati murni warga masyarakat. Kalau satu pihak saja, warga masyarakat lain yang tidak menginginkan itu mereka diam, disitulah ruang demokrasi itu harus dibuka, supaya memilih sesuai hati,”kata Ketua PGGP Papua Uskup Yanuarius Theopilius You, yang berbicara mewakili aspirasi masyarakat Papua itu, Jumat (16/8).
Dia mengatakan, seruan yang disampaikan pihaknya itu,karena dilatarbelakangi oleh kegelisahan masyarakat di akar rumput tentang pilkada 2024 di Papua yang diisukan menjurus pada satu pasangan calon saja atau tunggal. Artinya pasangan tunggal ini akan melawan kotak kosong.
Bahkan kata dia, di beberapa tempat, dirinya juga menemukan suara-suara masyarakat akar rumput yang juga menyampaikan kegelisahan serupa. Tidak sampai disitu, beberapa tokoh gereja dan kelompok pemuda di Papua mendatangi dirinya sebagai ketua PGGP Papua dan meminta PGGP menyikapi hal tersebut.
Menyikapi isu tersebut, pihaknya mengumpulkan semua pengurus denominasi gereja di Papua termasuk tokoh perempuan dan pimpinan organisasi perempuan di Papua, agar mendengar langsung aspirasi-aspirasi masyarakat terkait hal ini. Sehingga selanjutnya bisa diambil sikap seperti apa yang dilakukan kedepan.