Saat Upaya Hukum Sudah Tidak Bisa Lagi, Buku Jadi Bentuk Perlawanan

Yang Terungkap dari Bedah Buku Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu

Fakultas Hukum (FH) Universitas Cendrawasih (Uncen) bekerja sama dengan Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia, Lembaga Studi Hukum Indonesia dan Penerbit PT. Kaya Ilmu menggelar acara bedah buku yang berjudul “Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu, di Auditorium Uncen, Selasa (14/5).

Laporan: Karolus Daot_Jayapura

Laksonto Utomo selaku penulis buku Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu ini mengatakan buku tersebut memuat hasil eksaminasi terhadap Putusan Perkara Nomor 01/PID/TPK/2016/PT.DKI juncto Putusan Perkara Nomor 67/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST (Perkara Barnabas Suebu).

  Atas hasil eksaminasi itulah sehingga dirinya bersama beberapa pihak, berinisiatif menulis buku. Tujuan dari buku tersebut untuk merehabilitasi nama baik Barnabas Suebu.

  “Meski saat ini sudah tidak ada lagi upaya hukum untuk memulihkan nama baik Barnabas Suebu, namun dengan buku ini memberikan edukasi hukum bagi masyarakat tentang buruknya penegakan hukum di Negeri kita ini,” tegasnya.

  Buku itu juga, kata dia, bentuk pembelaan yang objektif, tentang penegakan hukum di Indonesia,  eksaminasi putusan Perkara Barnabas Suebu ini adalah bahwa Barnabas Suebu divonis bersalah tanpa dibuktikan secara benar unsur kesalahannya.

  Sehingga mestinya Majelis Hakim bertanggungjawab baik secara hukum maupun etik karena tidak profesional dan tidak cermat dalam menjalankan tugasnya. Sebagaimana MK dalam memutuskan perkara Barnabas Suebu tidak melihat inti ataupun pokok sebagai alat bukti yang sah dsei perkaranya itu.

  “Buku ini sebagai pemulihan nama baik dari Barmabas Suebu, karena untuk upaya hukum sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

  Selain itu buku tersebut dibuat untuk mewarning penegak hukum di Indonesia. Sebab dari kasus Barnabas Suebu ini banyak hal yang menjadi pelajaran bagi penegak hukum yang lain salah satunya pembungkaman terhadap ruang kebebasan masyarakat.

  “Buku ini sebagai eduksi bagi generasi penerus, khususnya yang ada di Papua  tentang bagaimana penegakan hukum kita di Indonesia, yang tidak mengacu pada aturan, tapi aturan bergantung pada kepentingan politik,” tandasnya.

  Senada dengan itu Agus Sumule, selaku Akademisi Fakultas Pertanian Univeritas Papua yang juga hadir pada acara bedah buku tersebut sebagai pembicara mengatakan, kasus yang menimpa Barnabas Suebu ini bentuk pembungkaman terhadap hak Orang Asli Papua.

  Sebab Barnabas Suebu yang merupakan seorang pemimpin saja diperlakukam tidak adil, lantas bagaimana dengan yang lain khususnya masyarakat menengah ke bawah yang sama sekali tidak paham tentang hukum

“Buku “Mengurai Benang Kusut Kasus Barnabas Suebu” ini bentuk perlawanan Orang Papua terhadap ketidakadilan,” kata Sumule.

Yang Terungkap dari Bedah Buku Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu

Fakultas Hukum (FH) Universitas Cendrawasih (Uncen) bekerja sama dengan Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia, Lembaga Studi Hukum Indonesia dan Penerbit PT. Kaya Ilmu menggelar acara bedah buku yang berjudul “Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu, di Auditorium Uncen, Selasa (14/5).

Laporan: Karolus Daot_Jayapura

Laksonto Utomo selaku penulis buku Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu ini mengatakan buku tersebut memuat hasil eksaminasi terhadap Putusan Perkara Nomor 01/PID/TPK/2016/PT.DKI juncto Putusan Perkara Nomor 67/Pid.Sus/TPK/2015/PN.JKT.PST (Perkara Barnabas Suebu).

  Atas hasil eksaminasi itulah sehingga dirinya bersama beberapa pihak, berinisiatif menulis buku. Tujuan dari buku tersebut untuk merehabilitasi nama baik Barnabas Suebu.

  “Meski saat ini sudah tidak ada lagi upaya hukum untuk memulihkan nama baik Barnabas Suebu, namun dengan buku ini memberikan edukasi hukum bagi masyarakat tentang buruknya penegakan hukum di Negeri kita ini,” tegasnya.

  Buku itu juga, kata dia, bentuk pembelaan yang objektif, tentang penegakan hukum di Indonesia,  eksaminasi putusan Perkara Barnabas Suebu ini adalah bahwa Barnabas Suebu divonis bersalah tanpa dibuktikan secara benar unsur kesalahannya.

  Sehingga mestinya Majelis Hakim bertanggungjawab baik secara hukum maupun etik karena tidak profesional dan tidak cermat dalam menjalankan tugasnya. Sebagaimana MK dalam memutuskan perkara Barnabas Suebu tidak melihat inti ataupun pokok sebagai alat bukti yang sah dsei perkaranya itu.

  “Buku ini sebagai pemulihan nama baik dari Barmabas Suebu, karena untuk upaya hukum sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

  Selain itu buku tersebut dibuat untuk mewarning penegak hukum di Indonesia. Sebab dari kasus Barnabas Suebu ini banyak hal yang menjadi pelajaran bagi penegak hukum yang lain salah satunya pembungkaman terhadap ruang kebebasan masyarakat.

  “Buku ini sebagai eduksi bagi generasi penerus, khususnya yang ada di Papua  tentang bagaimana penegakan hukum kita di Indonesia, yang tidak mengacu pada aturan, tapi aturan bergantung pada kepentingan politik,” tandasnya.

  Senada dengan itu Agus Sumule, selaku Akademisi Fakultas Pertanian Univeritas Papua yang juga hadir pada acara bedah buku tersebut sebagai pembicara mengatakan, kasus yang menimpa Barnabas Suebu ini bentuk pembungkaman terhadap hak Orang Asli Papua.

  Sebab Barnabas Suebu yang merupakan seorang pemimpin saja diperlakukam tidak adil, lantas bagaimana dengan yang lain khususnya masyarakat menengah ke bawah yang sama sekali tidak paham tentang hukum

“Buku “Mengurai Benang Kusut Kasus Barnabas Suebu” ini bentuk perlawanan Orang Papua terhadap ketidakadilan,” kata Sumule.