Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Akibat Pelaksanaan Sidang Tidak Pasti, Semua Pihak Dibikin Repot 

Menyimak Isi Curhat Para Penegak Hukum di Jayapura (Bagian II/Habis)

Tak hanya dari pihak Pengadilan Negeri, sejumlah pejabat penegak hukum secara bergiliran menyampaikan sejumlah hal dalam pertemuan Tukar Informasi yang digelar Kejari Jayapura. Lantas apa saja yang terungkap?

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Berkaitan dengan situasi kamtibmas, giliran  Kapolretas Jayapura Kota Kombes Pol Viktor Makcbon menjelaskan bahwa  hingga kini Jayapura sangat aman dan kondusif . Akan tetapi catatannya adalah aman ini tentunya tidak turun dari langit melainkan harus ada tindakan.

“ Kalau polisi sendiri kami pikir tidak bisa menjaga sepenuhnya situasi di kota tanpa bantuan teman – teman dan masyarakat,” bebernya.

   Iapun sepakat apa yang muncul dari Tifa ini harus diterjemahkan dil evel anggota di bawah agar semua paham. Disini  Kapolres juga menyinggung terkait ketepatan waktu soal sidang sebab terus terang diakui bahwa terkadang masih terjadi keterlambatan informasi jika sidang ditunda.

   “Kadang ini menjadi masalah di lapangan. Waktu sidang harus dikoordinasikan dengan baik sebab ada pengalaman kami jauh- jauh kami persiapkan personel dan ternyata sidang itu ditunda. Sepatutnya ini disampaikan sejak malam hari,” sarannya.

  Ia berharap demikian, ada informasi yang lebih cepat dan responsive dari perubahan- perubahan jadwal sebab nantinya akan berkaitan dengan pengerahan pasukan, ploting pasukan hingga konsumsi yang wajib disiapkan. “Saya punya kewajiban siapkan makan buat anggota, kadang dua kali kadang sampai malam. Kadang anggota kesal karena sidang tidak pasti,” akunya.

    Kepala Rubpasan, Friyanti Sannang  menceritakan bahwa terkadang dalam proses peradilan pihaknya menemui kendala terutama pada waktu dilimpahkan hingga inkrah. Pihaknya tidak pernah diberitahu perkembangan perkaranya sampai dimana. Bahkan pihaknya terkadang mendapat informasi dari orang luar yang menanyakan apakah barang sudah bisa dilelang.

  “Jadi kami berharap terkait barang sitaan yang menjadi barang rampasan negara sebisa mungkin ada informasi update yang disampaikan kepada kami baik dari pengadilan maupun kejaksaan sehingga untuk administrasi barang yang dititipi juga bisa disiapkan,” sarannya.

Baca Juga :  Khusus untuk Presiden, Daging Wajib tanpa Lemak

“Lalu kalau ada barang sitaan silahkan titip di Rupbasan sebab itu tugas kami. Kalau di rupbasan masih bisa kami jaga,” tambah Friyanti. Lalu disini ia berharap para instansi atau lembaga lainnya baik pengadilan maupun kejaksaan jika ada barang sitaan yang mau dikeluarkan maka jangan membiarkan orang atau pemilik itu datang sendiri tanpa ditemani orang kejaksaan.

  Ia menceritakan beberapa waktu lalu ada yang datang dan tidak mau pulang sampai barangnya bisa bawa keluar. Saat itu  orang tersebut sakit sehingga pihaknya sempat  panik jangan sampai terjadi apa – apa. “Jadi kami pertegas bahwa harus tetap ada orang kejaksaan dan tidak perlu menunggu lama sebab standart pelayanan administrasi kami itu hanya 45 menit untuk barang keluar selagi sudah inkrah,” tutupnya.

  Ditambahkan Pieter Ell bahwa terkait penegakan hukum advokat sejatinya berada di tengah lingkaran. “Pelaku, tersangka dan korban itu jadi atensi kami dan anggota Peradi kota ada 200 pengacara di Jayapura disini kami sampaikan kepada seluruh anggota bahwa wajib berikan bantuan hukum secara cuma – cuma di semua tingkatan,” tegasnya.

“Itu instruksi saya untuk semua anggota Peradi,” tambahnya.

Ia juga menyatakan bahwa saat ini untuk pemanggilan  biasa dibuat oleh kantor pos namun tempatnya di Padang Bulan sejatinya sudah bisa digunakan untuk virtual office ketimbang harus ke dok 9. “Ini untuk memperlancar proses persidangan,” sambung Pieter Ell.

Iapun mengungkapkan pendapatnya bahwa sejatinya ada kerinduan para advokad untuk sidang dilakukan pagi hari. Pasalnya sidang pagi ini terakhir dirasakan sekitar 15 tahun lalu. Lalu berkaitan dengan soal restorative justice (RJ) dikatakan pihaknya sudah menerapkan jauh jauh hari dan ke depan pihaknya akan sangat konsen mendorong RJ.

“Saat ini RJ masih di tingkat penyidikan tapi semoga ke depan bisa di tingkat penuntutan juga. Bahkan bagus lagi kalau ada rumah untuk proses RJ. Saya pikir ini baik juga sebab kadang kalau ke kantor polisi perasaan sudah aneh – aneh sejak awal,” kata Pieter Ell.

Baca Juga :  Rahul Yikwa Ingin Jadi TNI, Ketua Kelas dan Siswa yang Rajin di Sekolah

   Iapun menyarankan kepada Ketua PN agar lokasi gedung pengadilan sudah saatnya gedung direlokasi. “Saya sudah puluhan tahun beracara di gedung itu. Pencari keadilan dengan kualitas perkara yang cukup tinggi  sepatutnya bisa merasa lebih nyaman,” imbuhnya.

   Disini Pieter Ell juga dengan tegas menyampaikan kepada semua undangan bahwa apabila ada anggota Peradi dari Polres dan Kejaksaan yang melakukan Pra Peradilan, maka ia meminta untuk langsung melapor ke dirinya.

“Lapor saya biar saya tindak. Masak pensiunan setiap bulan masih terima gaji tapi lakukan gugatan pra peradilan ke tempat yang memberikan ia makan.Tidak betul ini,” singgungnya.

   Sementara Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Sarlota berharap jika proses peradilan tidak dilakukan secara online namun jika memungkinkan maka anak yang bersangkutan dihadirkan.

“Lalu terkait RJ saya berharap jangan sampai anak ada di lapas, kasihan karena ia harus sekolah dan kalau bisa kalau ada peradilan putusan anak maka administrasi nya dilengkapi sehingga saya bisa membantu untuk melanjutkan sekolahnya,” ucap Sarlota.

  Terakhir ditambahkan Kalapas Perempuan Kelas III, Hana Sinurat bahwa dirinya senang apabila sidang dilakukan pagi hari. Pasalnya jarak Keerom – Jayapura  pulang pergi 4 jam. Dan terkadang sudah datang kemudian menunggu sampai sore ternyata sidang ditunda.

“Perjalanan jauh sekali jadi kalau bisa dilakukan pagi agar sore sudah bisa kumpul dengan kami,” tambahnya.

  Iapun menceritakan pernah menerima tahanan titipan, namun ternyata perempuan tersebut mengidap penyakit B20 atau HIV. Yang  begini – begini kata Hanna sepatutnya administrasi tahanan tersebut dilengkapi agar bisa dilanjutkan pengobatannya.

“Jangan menunggu kondisi lemah kemudian kami bawa ke RS dan dilihat rekam medis lalu ditanya surat keterangan lanjutan berobat yang ternyata tida ada pada kami. Kondisi begini kami juga tidak bisa mendesak medis karena itu prosedur,” tutupnya. (*)

Menyimak Isi Curhat Para Penegak Hukum di Jayapura (Bagian II/Habis)

Tak hanya dari pihak Pengadilan Negeri, sejumlah pejabat penegak hukum secara bergiliran menyampaikan sejumlah hal dalam pertemuan Tukar Informasi yang digelar Kejari Jayapura. Lantas apa saja yang terungkap?

Laporan : Abdel Gamel Naser – Jayapura

Berkaitan dengan situasi kamtibmas, giliran  Kapolretas Jayapura Kota Kombes Pol Viktor Makcbon menjelaskan bahwa  hingga kini Jayapura sangat aman dan kondusif . Akan tetapi catatannya adalah aman ini tentunya tidak turun dari langit melainkan harus ada tindakan.

“ Kalau polisi sendiri kami pikir tidak bisa menjaga sepenuhnya situasi di kota tanpa bantuan teman – teman dan masyarakat,” bebernya.

   Iapun sepakat apa yang muncul dari Tifa ini harus diterjemahkan dil evel anggota di bawah agar semua paham. Disini  Kapolres juga menyinggung terkait ketepatan waktu soal sidang sebab terus terang diakui bahwa terkadang masih terjadi keterlambatan informasi jika sidang ditunda.

   “Kadang ini menjadi masalah di lapangan. Waktu sidang harus dikoordinasikan dengan baik sebab ada pengalaman kami jauh- jauh kami persiapkan personel dan ternyata sidang itu ditunda. Sepatutnya ini disampaikan sejak malam hari,” sarannya.

  Ia berharap demikian, ada informasi yang lebih cepat dan responsive dari perubahan- perubahan jadwal sebab nantinya akan berkaitan dengan pengerahan pasukan, ploting pasukan hingga konsumsi yang wajib disiapkan. “Saya punya kewajiban siapkan makan buat anggota, kadang dua kali kadang sampai malam. Kadang anggota kesal karena sidang tidak pasti,” akunya.

    Kepala Rubpasan, Friyanti Sannang  menceritakan bahwa terkadang dalam proses peradilan pihaknya menemui kendala terutama pada waktu dilimpahkan hingga inkrah. Pihaknya tidak pernah diberitahu perkembangan perkaranya sampai dimana. Bahkan pihaknya terkadang mendapat informasi dari orang luar yang menanyakan apakah barang sudah bisa dilelang.

  “Jadi kami berharap terkait barang sitaan yang menjadi barang rampasan negara sebisa mungkin ada informasi update yang disampaikan kepada kami baik dari pengadilan maupun kejaksaan sehingga untuk administrasi barang yang dititipi juga bisa disiapkan,” sarannya.

Baca Juga :  Pelaku Pembunuhan Pengguna Michat Dituntut 13 Tahun Penjara

“Lalu kalau ada barang sitaan silahkan titip di Rupbasan sebab itu tugas kami. Kalau di rupbasan masih bisa kami jaga,” tambah Friyanti. Lalu disini ia berharap para instansi atau lembaga lainnya baik pengadilan maupun kejaksaan jika ada barang sitaan yang mau dikeluarkan maka jangan membiarkan orang atau pemilik itu datang sendiri tanpa ditemani orang kejaksaan.

  Ia menceritakan beberapa waktu lalu ada yang datang dan tidak mau pulang sampai barangnya bisa bawa keluar. Saat itu  orang tersebut sakit sehingga pihaknya sempat  panik jangan sampai terjadi apa – apa. “Jadi kami pertegas bahwa harus tetap ada orang kejaksaan dan tidak perlu menunggu lama sebab standart pelayanan administrasi kami itu hanya 45 menit untuk barang keluar selagi sudah inkrah,” tutupnya.

  Ditambahkan Pieter Ell bahwa terkait penegakan hukum advokat sejatinya berada di tengah lingkaran. “Pelaku, tersangka dan korban itu jadi atensi kami dan anggota Peradi kota ada 200 pengacara di Jayapura disini kami sampaikan kepada seluruh anggota bahwa wajib berikan bantuan hukum secara cuma – cuma di semua tingkatan,” tegasnya.

“Itu instruksi saya untuk semua anggota Peradi,” tambahnya.

Ia juga menyatakan bahwa saat ini untuk pemanggilan  biasa dibuat oleh kantor pos namun tempatnya di Padang Bulan sejatinya sudah bisa digunakan untuk virtual office ketimbang harus ke dok 9. “Ini untuk memperlancar proses persidangan,” sambung Pieter Ell.

Iapun mengungkapkan pendapatnya bahwa sejatinya ada kerinduan para advokad untuk sidang dilakukan pagi hari. Pasalnya sidang pagi ini terakhir dirasakan sekitar 15 tahun lalu. Lalu berkaitan dengan soal restorative justice (RJ) dikatakan pihaknya sudah menerapkan jauh jauh hari dan ke depan pihaknya akan sangat konsen mendorong RJ.

“Saat ini RJ masih di tingkat penyidikan tapi semoga ke depan bisa di tingkat penuntutan juga. Bahkan bagus lagi kalau ada rumah untuk proses RJ. Saya pikir ini baik juga sebab kadang kalau ke kantor polisi perasaan sudah aneh – aneh sejak awal,” kata Pieter Ell.

Baca Juga :  Harus Dirawat dan Dikelola Baik, Kapal Rusak Harus Dipindahkan

   Iapun menyarankan kepada Ketua PN agar lokasi gedung pengadilan sudah saatnya gedung direlokasi. “Saya sudah puluhan tahun beracara di gedung itu. Pencari keadilan dengan kualitas perkara yang cukup tinggi  sepatutnya bisa merasa lebih nyaman,” imbuhnya.

   Disini Pieter Ell juga dengan tegas menyampaikan kepada semua undangan bahwa apabila ada anggota Peradi dari Polres dan Kejaksaan yang melakukan Pra Peradilan, maka ia meminta untuk langsung melapor ke dirinya.

“Lapor saya biar saya tindak. Masak pensiunan setiap bulan masih terima gaji tapi lakukan gugatan pra peradilan ke tempat yang memberikan ia makan.Tidak betul ini,” singgungnya.

   Sementara Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Sarlota berharap jika proses peradilan tidak dilakukan secara online namun jika memungkinkan maka anak yang bersangkutan dihadirkan.

“Lalu terkait RJ saya berharap jangan sampai anak ada di lapas, kasihan karena ia harus sekolah dan kalau bisa kalau ada peradilan putusan anak maka administrasi nya dilengkapi sehingga saya bisa membantu untuk melanjutkan sekolahnya,” ucap Sarlota.

  Terakhir ditambahkan Kalapas Perempuan Kelas III, Hana Sinurat bahwa dirinya senang apabila sidang dilakukan pagi hari. Pasalnya jarak Keerom – Jayapura  pulang pergi 4 jam. Dan terkadang sudah datang kemudian menunggu sampai sore ternyata sidang ditunda.

“Perjalanan jauh sekali jadi kalau bisa dilakukan pagi agar sore sudah bisa kumpul dengan kami,” tambahnya.

  Iapun menceritakan pernah menerima tahanan titipan, namun ternyata perempuan tersebut mengidap penyakit B20 atau HIV. Yang  begini – begini kata Hanna sepatutnya administrasi tahanan tersebut dilengkapi agar bisa dilanjutkan pengobatannya.

“Jangan menunggu kondisi lemah kemudian kami bawa ke RS dan dilihat rekam medis lalu ditanya surat keterangan lanjutan berobat yang ternyata tida ada pada kami. Kondisi begini kami juga tidak bisa mendesak medis karena itu prosedur,” tutupnya. (*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya