Thursday, April 3, 2025
24.7 C
Jayapura

Mata Hati Tertutup Kabut Kepentingan Kekuasaan, Muaranya Politik Amoral

  Normalitas alam kehidupan segera berubah menjadi ekstremitas ketika sementara anggota masyarakat merusak alam. Olengnya alam menjadikan kehidupan berada dalam situasi turbulensi, seperti, banjir, tanah longsor, gempa dan sebagainya. Robohnya kehidupan itu telah menjadi kenyataan, membawa korban jiwa, maupun harta benda.

  “Perpolitikan di negeri ini pada ranah praktis, sepadan dengan olengnya alam itu. Politik yang dalam keotentikannya bagus, elegan, dan mulia, namun dalam perjalanan berubah menjadi turbulensi sosial kebangsaan,” kata Husni, saat orasi ilmiah  pada  rapat senat terbuka Uninggrat Papua, Jumat (8/3) lalu.

  Bahkan menurut dia hampir semua warga negara dan penyelenggara negara terlibat dan terimbas oleh turbulensi politik. Walaupun ada sebagian orang berhasil mengamankan diri. Daya pengendalian dirinya luar biasa. Tidak mempan digosok dan digesek oleh politikus politikus serakah.

Baca Juga :  Lantik Denci Nawipa jadi Pj.Bupati Paniai

   Hidup bernegara sebenarnya tak ubahnya keluarga. Rumah dan kehidupannya perlu cahaya indah. Cahaya dimaksud berupa nilai nilai moralitas Pancasila. Pancasila dipraktikkan dalam keseharian.

  Hubungan diantara semua entitas terjalin akrab, hangat, menyehatkan. Itulah jalinan pansubjektivitas. Semua saling hormat menghormati. Sungguh ditabukan mengobjekkan pihak manapun, betapapun posisinya pihak lain itu lebih rendah.

  Politik mestinya menjadi sarana untuk mengisi kehidupan bernegara dengan cahaya moralitas Pancasila. Sejarah nasional telah mengajarkan bahwa melalaikan Pancasila dalam berpolitik hanya menghadirkan perpecahan bahkan korban.

   “Sungguh celaka, ketika mata kepala mampu melihat realitas historis, tetapi mata hati tertutup kabut kepentingan kekuasaan. Muaranya, politik ekstrem, amoral dipraktikkannya.”ungkapnya.

Baca Juga :  Pemprov Sidak Jelang Lebaran, Tak ada Keluhan Pedagang

   Di tengah-tengah ekstremnya cuaca politik, amat diapresiasi orang-orang yang istiqomah di jalur moralitas Pancasila. Orang- orang langka ini, melalui ketekunannya selalu berupaya men- cerahkan suasana keluarga, sahabat dan lingkungannya. Semua orang, disayangi siapapun bersalah, dimaafkan. Tiada kata-kata ataupun perilaku kasar, kecuali sopan-santun, senyum, sapa kehangatan.

  Normalitas alam kehidupan segera berubah menjadi ekstremitas ketika sementara anggota masyarakat merusak alam. Olengnya alam menjadikan kehidupan berada dalam situasi turbulensi, seperti, banjir, tanah longsor, gempa dan sebagainya. Robohnya kehidupan itu telah menjadi kenyataan, membawa korban jiwa, maupun harta benda.

  “Perpolitikan di negeri ini pada ranah praktis, sepadan dengan olengnya alam itu. Politik yang dalam keotentikannya bagus, elegan, dan mulia, namun dalam perjalanan berubah menjadi turbulensi sosial kebangsaan,” kata Husni, saat orasi ilmiah  pada  rapat senat terbuka Uninggrat Papua, Jumat (8/3) lalu.

  Bahkan menurut dia hampir semua warga negara dan penyelenggara negara terlibat dan terimbas oleh turbulensi politik. Walaupun ada sebagian orang berhasil mengamankan diri. Daya pengendalian dirinya luar biasa. Tidak mempan digosok dan digesek oleh politikus politikus serakah.

Baca Juga :  Kawasan Konservasi Berubah, Potensi PAD Belum Tergali Optimal

   Hidup bernegara sebenarnya tak ubahnya keluarga. Rumah dan kehidupannya perlu cahaya indah. Cahaya dimaksud berupa nilai nilai moralitas Pancasila. Pancasila dipraktikkan dalam keseharian.

  Hubungan diantara semua entitas terjalin akrab, hangat, menyehatkan. Itulah jalinan pansubjektivitas. Semua saling hormat menghormati. Sungguh ditabukan mengobjekkan pihak manapun, betapapun posisinya pihak lain itu lebih rendah.

  Politik mestinya menjadi sarana untuk mengisi kehidupan bernegara dengan cahaya moralitas Pancasila. Sejarah nasional telah mengajarkan bahwa melalaikan Pancasila dalam berpolitik hanya menghadirkan perpecahan bahkan korban.

   “Sungguh celaka, ketika mata kepala mampu melihat realitas historis, tetapi mata hati tertutup kabut kepentingan kekuasaan. Muaranya, politik ekstrem, amoral dipraktikkannya.”ungkapnya.

Baca Juga :  Tidak Hanya Bangunan, SDM dan Sarana Pendukung Lainnya Belum Lengkap

   Di tengah-tengah ekstremnya cuaca politik, amat diapresiasi orang-orang yang istiqomah di jalur moralitas Pancasila. Orang- orang langka ini, melalui ketekunannya selalu berupaya men- cerahkan suasana keluarga, sahabat dan lingkungannya. Semua orang, disayangi siapapun bersalah, dimaafkan. Tiada kata-kata ataupun perilaku kasar, kecuali sopan-santun, senyum, sapa kehangatan.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya