Thursday, June 12, 2025
27.7 C
Jayapura

Roh Kudus Persatukan Semua Suku Bangsa, Jadi Kekuatan Bagi yang Menghayati Iman

Dari Perayaan Pentakosta yang Digelar Dalam Misa Bernuansa Etnik

Seluruh umat Kristiani di seluruh dunia termasuk di Kota Jayapura, Minggu (8/6) kemarin merayakan Pentakosta atau turunnya Roh Kudus. Perayaan turunnya Roh Kudus kepada para rasul dan murid-murid Yesus di Yerusalem, terjadi 50 hari setelah Paskah. Secara khusus Gereja Katolik merayakan Pentakosta ini dengan nuansa budaya.

Laporan: Jimianus Karlodi-Jayapura

Pentakosta yang disebut sebagai hari lahir gereja karena peristiwa ini menandai momen ketika Roh Kudus turun ke atas para rasul dan murid-murid Yesus, memberikan mereka kuasa dan kemampuan untuk mewartakan Injil kepada seluruh dunia.

   Pada Hari Pentakosta, para rasul diberikan karunia oleh Roh Kudus untuk berbicara dalam berbagai bahasa. Ini adalah bukti nyata kehadiran Roh Kudus dan kemampuan-Nya untuk mengkomunikasikan kabar baik kepada semua orang, melintasi batasan bahasa.

Baca Juga :  Resmikan Taman Wisata Skouw Sae, Walikota Minta Jaga Kebersihan

   Oleh karena itu, di lingkungan Gereja Katolik, perayaan Pentakosta ini sering digelar dengan nuansa etnik. Dimana budaya dan bahasa dari umat yang berlatar belakang suku yang ada di Indonesia ini, ditampilkan dalam misa Perayaan Pentakosta. Hal ini seperti yang terlihat di  Gereja Katolik Paroki Gereja Gembala Baik Abepura maupun di Paroki Kristus Juru Selamat Kotaraja, Minggu (8/6).   

   Di Gereja Gembala Baik Abepura, perayaan Pentakosta yang dipimpin Pastor Paroki Barnabas Daryana, Pr., diawali dengan arak-arakan tarian dari masyarakat Flobamora, Nusa Tenggara Timur, tarian persembahan dari masayarakat Toraja. Sementara paduan suara dipandu dari Masyarakat Mee Pago, Lapago.

Baca Juga :  Butuh Komitmen dan Jangan Menyerah, Tidak Ada Alasan Tidak Cukup Bukti

   Dalam perayaan misa ini juga ditampilkan lagu-lagu liturgi dari bahasa daerah masing-masing. Menariknya, meski hanya sekedar mengetahui bahasa dari suku daerah tertentu, namun pada umumnya umat Katolik ini bisa memahami lagu-lagu yang dinyanyikan dengan berbagai bahasa daerah ini.

   Sementara itu, perayaan Pentakosta dengan nuansa budaya ini juga digelar di Paroki Kristus Juru Selamat di Kotaraja.  Pastur Felix Amias, MSC dalam homilinya mengungkapkan bahwa gereja memiliki keanekaragaman suku dan budaya yang satu di dalam Tuhan. Artinya hidup beragama tidak harus memandang adanya perbedaan antara suku satu dengan suku yang lainnya.

Dari Perayaan Pentakosta yang Digelar Dalam Misa Bernuansa Etnik

Seluruh umat Kristiani di seluruh dunia termasuk di Kota Jayapura, Minggu (8/6) kemarin merayakan Pentakosta atau turunnya Roh Kudus. Perayaan turunnya Roh Kudus kepada para rasul dan murid-murid Yesus di Yerusalem, terjadi 50 hari setelah Paskah. Secara khusus Gereja Katolik merayakan Pentakosta ini dengan nuansa budaya.

Laporan: Jimianus Karlodi-Jayapura

Pentakosta yang disebut sebagai hari lahir gereja karena peristiwa ini menandai momen ketika Roh Kudus turun ke atas para rasul dan murid-murid Yesus, memberikan mereka kuasa dan kemampuan untuk mewartakan Injil kepada seluruh dunia.

   Pada Hari Pentakosta, para rasul diberikan karunia oleh Roh Kudus untuk berbicara dalam berbagai bahasa. Ini adalah bukti nyata kehadiran Roh Kudus dan kemampuan-Nya untuk mengkomunikasikan kabar baik kepada semua orang, melintasi batasan bahasa.

Baca Juga :  Lima Bulan, Retribusi Parkir Capai Rp 800 Juta Lebih

   Oleh karena itu, di lingkungan Gereja Katolik, perayaan Pentakosta ini sering digelar dengan nuansa etnik. Dimana budaya dan bahasa dari umat yang berlatar belakang suku yang ada di Indonesia ini, ditampilkan dalam misa Perayaan Pentakosta. Hal ini seperti yang terlihat di  Gereja Katolik Paroki Gereja Gembala Baik Abepura maupun di Paroki Kristus Juru Selamat Kotaraja, Minggu (8/6).   

   Di Gereja Gembala Baik Abepura, perayaan Pentakosta yang dipimpin Pastor Paroki Barnabas Daryana, Pr., diawali dengan arak-arakan tarian dari masyarakat Flobamora, Nusa Tenggara Timur, tarian persembahan dari masayarakat Toraja. Sementara paduan suara dipandu dari Masyarakat Mee Pago, Lapago.

Baca Juga :  Baginya, Dokter Tak Boleh Andalkan Akal Saja, tapi Juga Hati

   Dalam perayaan misa ini juga ditampilkan lagu-lagu liturgi dari bahasa daerah masing-masing. Menariknya, meski hanya sekedar mengetahui bahasa dari suku daerah tertentu, namun pada umumnya umat Katolik ini bisa memahami lagu-lagu yang dinyanyikan dengan berbagai bahasa daerah ini.

   Sementara itu, perayaan Pentakosta dengan nuansa budaya ini juga digelar di Paroki Kristus Juru Selamat di Kotaraja.  Pastur Felix Amias, MSC dalam homilinya mengungkapkan bahwa gereja memiliki keanekaragaman suku dan budaya yang satu di dalam Tuhan. Artinya hidup beragama tidak harus memandang adanya perbedaan antara suku satu dengan suku yang lainnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya