Meski kini tinggal di tempat pengungsian, keakraban di antara mereka tidak pudar. Di aula SPN itu, mereka tetap hidup dalam kebersamaan seperti di panti. Setiap pagi, mereka saling membantu membersihkan ruangan, memasak, atau mengurus adik-adik kecil. “Kami seperti saudara kandung. Semua dikerjakan bersama. Dari kecil kami diajarkan hidup rukun dan berdoa,” cerita Selinda.
Di Panti Pembawa Terang, kehidupan mereka memang diatur dengan disiplin dan nilai spiritual tinggi. Anak-anak tidak diperbolehkan menggunakan ponsel pada hari sekolah, kecuali untuk tugas belajar. Hari sabtu baru bisa main handpone itupun waktunya dibatasi,” kata Selinda.
Sudah hampir sepekan mereka tinggal di SPN Polda Papua. Meski bantuan terus mengalir dari masyarakat, pemerintah, hingga istri Penjabat Gubernur Papua Agus Fatoni, yang kerap datang membawa makanan, anak-anak itu mengaku tetap merasa tidak nyaman.
“Banyak yang bantu kami, tapi tidak ada tempat yang senyaman panti,” kata Mince.