Monday, November 25, 2024
25.7 C
Jayapura

Pak Harto Boyong ke Istana, SBY Jadi Pelanggan sejak di Akmil

Tahu Langganan dan Kecap Buatan Sendiri Jadi rahasia Sukses Tahu Pojok Magelang (21)

Nama warungnya Tahu Pojok Magelang. Menunya hanya satu: kupat (ketupat) tahu. Tapi, pelanggannya banyak banget. Bahkan, mendiang Presiden Soeharto dan  Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun berlangganan di warung kecil yang letaknya, ternyata, tidak di pojokan itu.

BAGUS PUTRA PAMUNGKAS, Magelang

UKURANNYA cuma 5 x 6 meter. Warung di Jalan Tentara Pelajar, sekitar 50 meter dari Alun-Alun Magelang, itu sederhana saja. Kendati demikian, aktivitas menggoreng tahu dan membelah-belah kupat tidak pernah berhenti. Juru masak sibuk terus sampai warung tutup. Mereka yang jajan pun rela bergegas pergi setelah kenyang. Sebab, bangku yang mereka tempati sudah diantre pelanggan berikutnya.

Tidak sampai magrib, warung sudah tutup. Habis. Apa yang membuat Tahu Pojok Magelang begitu laris? ”Yang paling jelas adalah tahu. Saya memesan tahu khusus yang harganya tiga kali lipat lebih mahal daripada tahu di pasaran,” ungkap Sri Kuntariati, anak pertama Setu Ahmad Danuri, perintis Tahu Pojok Magelang, kepada Jawa Pos.

Tahu itu, menurut Kuntari (sapaan Sri Kuntariati), resepnya sama sejak 1942. Sejak bapaknya kali pertama berjualan kupat tahu. ”Rasanya gurih, tidak cepat asam,” tambahnya saat ditemui pada awal Desember 2021.

Selain tahu, kecap juga menjadi resep rahasia Tahu Pojok Magelang. Setu selalu membuat sendiri kecapnya. Itu pula yang dilakukan Kuntari sampai sekarang. Perempuan 64 tahun tersebut membuat kecap sendiri, seperti yang diajarkan bapaknya. ”Pokoknya tidak boleh pakai kecap pabrikan. Jadi rasanya beda. Lebih kuat,” ulasnya membuka rahasia.

Soal tahu dan kecap, Kuntari tinggal melanjutkan pesan Setu. Tapi, soal racikan dan teknik memasak, sulung dari sebelas bersaudara itu benar-benar harus belajar. Saat membumbui kupat tahu, dia harus memperhatikan benar rasa kecapnya. Dengan demikian, perpaduan bumbu dan kecapnya menghasilkan rasa yang pas. Tidak cemplang atau kemanisan.

Menirukan bapaknya, Kuntari tidak menggoreng tahu sampai garing. Selanjutnya, tahu yang lembut itu dicampurkan dengan bumbu kacang. Nah, bumbu kacang dan tahu itu dimasaknya di atas kompor berbahan bakar arang. ”Ini resep dari dulu yang kami pertahankan. Sebagai penerus, ya harus menjaga kualitas,” terangnya.

Baca Juga :  Sampah Dimana-mana, Warga Ngaku Pasrah dan Nyaman karena Terbiasa

Dalam seporsi kupat tahu ada paduan sebungkus kupat, tahu goreng, dan irisan bakwan. Sebagai pelengkapnya, Kuntari menambahkan taoge rebus. Setelah semuanya ditata di piring, bumbu kacang yang telah dicampur air dan ditambahi kecap kemudian disiramkan ke atasnya.

”Beberapa pelanggan biasanya makan bareng peyek kacang,” imbuh Kuntari. Harga seporsi kupat tahu Rp 15 ribu. Jika pelanggan suka yang istimewa, boleh request telur dadar sebagai tambahan. Harga seporsinya pun menjadi Rp 20 ribu. Dalam sehari, Kuntari bisa menjual 200 porsi.

Saat ini Tahu Pojok Magelang menempati dua kavling warung. Di jalanan ramai dekat alun-alun itu ada deretan warung yang rata-rata juga berjualan makanan. Warung-warung yang dibangun di atas tanah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang tersebut memang biasanya menyediakan kebutuhan makan siang para pegawai pemerintah. Juga para pramuniaga toko di deretan Jalan A. Yani yang hanya terpisahkan alun-alun dengan Jalan Tentara Pelajar.

Karena terletak di dekat pusat keramaian dan kelezatannya tersohor sampai ke ibu kota, Tahu Pojok Magelang sering kewalahan menampung pelanggan. Syukurlah, setelah sekitar 72 tahun, warung akhirnya bisa menjadi lebih luas. Bukan direnovasi, melainkan merambah warung sebelahnya yang kosong. Kuntari berharap nanti pelanggan warungnya tidak perlu lagi berdesak-desakan pada jam sibuk. Sebab, ada dua tempat yang bisa digunakan untuk makan.

Mengapa tidak dibangun saja? ”Dari pemkab mintanya seperti itu. Bangunan harus seragam, tidak boleh beda. Apalagi diubah,” terang Kuntari. Tahu Pojok Magelang dan warung-warung di deretan Jalan Tentara Pelajar memang hanya punya hak guna bangunan. Para penyewa hanya boleh menempati area yang sudah disediakan Pemkab Magelang.

Kuntari memilih bertahan di warung pertama yang digunakan bapaknya itu karena wasiat juga. Sebelumnya Setu menjajakan tahu kupat dengan pikulan. Dia berkeliling Magelang dan selalu mangkal di bawah pohon beringin yang ada di sisi utara Alun-Alun Magelang. Tepat di pojokan. ”Dari situlah nama Tahu Pojok Magelang berasal,” papar Kuntari.

Karena laris, usaha yang dimulai pada 1946 itu pun beralih dari pojokan alun-alun ke warung. Setu mulai berjualan di warung yang dia sewa dari Pemkab Magelang itu pada 1950. Atau sekitar 18 tahun setelah menghuni pojokan alun-alun. ”Karena sudah dikenal dengan tahu pojok, makanya warungnya ya pakai nama itu,” terang Kuntari.

Baca Juga :  Ibu yang Cemas Itu Gendong Anaknya Seberangi Sungai

Nah, di warung itulah para pejabat mulai berdatangan. ”Saya lupa apakah Mbak Tutut (Siti Hardiyanti Rukmana, Red) atau Mas Bambang (Trihatmodjo) yang datang ke warung. Pokoknya setelah itu kami langsung diminta ke Jakarta,” kenang Kuntari.

Di Jakarta, Kuntari menyiapkan 500 porsi hidangan saat upacara 17 Agustus pada 1995 (peringatan 50 tahun kemerdekaan RI). Hidangan itu sejatinya khusus untuk keluarga Presiden Soeharto saja. Tapi, karena disajikan di Istana Negara, para tamu pun ikut mencicipi. ”Kami kewalahan. Akhirnya dadakan beli bahan tambahan. Seingat saya habis 1.000 porsi,” ungkap pensiunan Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang tersebut.

Setelah itu Tahu Pojok Magelang juga diminta menyajikan kupat tahu di istana pada upacara 17 Agustus dua tahun berikutnya secara berurutan. ”Setelah itu tidak pernah lagi. Karena tahun 1998 kan Pak Harto sudah lengser,” ujar Kuntari.

Kendati demikian, Tahu Pojok Magelang tidak kemudian absen dari radar kuliner istana. Sebab, presiden ke-6 pun pelanggan. Bahkan, fotonya paling mencolok di tembok warung Kuntari. Potret SBY bersama sang istri mendiang Ani Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono (putra kedua) terbingkai di sana.

Menurut Kuntari, SBY sudah pelanggan sejak sebelum menjadi presiden. Maklum, dia menimba ilmu di Akademi Militer (Akmil) Magelang. ”Ibu Ani juga orang Jogjakarta yang punya famili di Magelang. Jadi sudah lama sering datang ke warung,” terangnya.

Namun, SBY yang presiden dan SBY yang anak Akmil tentu berbeda. Dalam sebuah kunjungan kepresidenan yang tak akan pernah Kuntari lupa, SBY dan rombongannya yang berjumlah 25 orang menyesaki warung kecil tersebut. ”Saya diminta mengosongkan warung pada jam sekian. Karena besoknya Pak SBY mau datang,” kenangnya.

SBY yang lulus Akmil pada 1973 kembali ke warung Kuntari empat dekade kemudian. Dan komentarnya masih tetap sama. Kupat tahu Warung Tahu Pojok lezat. Kuntari bangga bisa mempertahankan resep warisan sang bapak dan melestarikannya sampai sekarang. (*/c9/hep/JPG)

Tahu Langganan dan Kecap Buatan Sendiri Jadi rahasia Sukses Tahu Pojok Magelang (21)

Nama warungnya Tahu Pojok Magelang. Menunya hanya satu: kupat (ketupat) tahu. Tapi, pelanggannya banyak banget. Bahkan, mendiang Presiden Soeharto dan  Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun berlangganan di warung kecil yang letaknya, ternyata, tidak di pojokan itu.

BAGUS PUTRA PAMUNGKAS, Magelang

UKURANNYA cuma 5 x 6 meter. Warung di Jalan Tentara Pelajar, sekitar 50 meter dari Alun-Alun Magelang, itu sederhana saja. Kendati demikian, aktivitas menggoreng tahu dan membelah-belah kupat tidak pernah berhenti. Juru masak sibuk terus sampai warung tutup. Mereka yang jajan pun rela bergegas pergi setelah kenyang. Sebab, bangku yang mereka tempati sudah diantre pelanggan berikutnya.

Tidak sampai magrib, warung sudah tutup. Habis. Apa yang membuat Tahu Pojok Magelang begitu laris? ”Yang paling jelas adalah tahu. Saya memesan tahu khusus yang harganya tiga kali lipat lebih mahal daripada tahu di pasaran,” ungkap Sri Kuntariati, anak pertama Setu Ahmad Danuri, perintis Tahu Pojok Magelang, kepada Jawa Pos.

Tahu itu, menurut Kuntari (sapaan Sri Kuntariati), resepnya sama sejak 1942. Sejak bapaknya kali pertama berjualan kupat tahu. ”Rasanya gurih, tidak cepat asam,” tambahnya saat ditemui pada awal Desember 2021.

Selain tahu, kecap juga menjadi resep rahasia Tahu Pojok Magelang. Setu selalu membuat sendiri kecapnya. Itu pula yang dilakukan Kuntari sampai sekarang. Perempuan 64 tahun tersebut membuat kecap sendiri, seperti yang diajarkan bapaknya. ”Pokoknya tidak boleh pakai kecap pabrikan. Jadi rasanya beda. Lebih kuat,” ulasnya membuka rahasia.

Soal tahu dan kecap, Kuntari tinggal melanjutkan pesan Setu. Tapi, soal racikan dan teknik memasak, sulung dari sebelas bersaudara itu benar-benar harus belajar. Saat membumbui kupat tahu, dia harus memperhatikan benar rasa kecapnya. Dengan demikian, perpaduan bumbu dan kecapnya menghasilkan rasa yang pas. Tidak cemplang atau kemanisan.

Menirukan bapaknya, Kuntari tidak menggoreng tahu sampai garing. Selanjutnya, tahu yang lembut itu dicampurkan dengan bumbu kacang. Nah, bumbu kacang dan tahu itu dimasaknya di atas kompor berbahan bakar arang. ”Ini resep dari dulu yang kami pertahankan. Sebagai penerus, ya harus menjaga kualitas,” terangnya.

Baca Juga :  Kenapa Tidak ke Bali? Anda kan Tahu Kerjaan Saya Tambah Banyak...

Dalam seporsi kupat tahu ada paduan sebungkus kupat, tahu goreng, dan irisan bakwan. Sebagai pelengkapnya, Kuntari menambahkan taoge rebus. Setelah semuanya ditata di piring, bumbu kacang yang telah dicampur air dan ditambahi kecap kemudian disiramkan ke atasnya.

”Beberapa pelanggan biasanya makan bareng peyek kacang,” imbuh Kuntari. Harga seporsi kupat tahu Rp 15 ribu. Jika pelanggan suka yang istimewa, boleh request telur dadar sebagai tambahan. Harga seporsinya pun menjadi Rp 20 ribu. Dalam sehari, Kuntari bisa menjual 200 porsi.

Saat ini Tahu Pojok Magelang menempati dua kavling warung. Di jalanan ramai dekat alun-alun itu ada deretan warung yang rata-rata juga berjualan makanan. Warung-warung yang dibangun di atas tanah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang tersebut memang biasanya menyediakan kebutuhan makan siang para pegawai pemerintah. Juga para pramuniaga toko di deretan Jalan A. Yani yang hanya terpisahkan alun-alun dengan Jalan Tentara Pelajar.

Karena terletak di dekat pusat keramaian dan kelezatannya tersohor sampai ke ibu kota, Tahu Pojok Magelang sering kewalahan menampung pelanggan. Syukurlah, setelah sekitar 72 tahun, warung akhirnya bisa menjadi lebih luas. Bukan direnovasi, melainkan merambah warung sebelahnya yang kosong. Kuntari berharap nanti pelanggan warungnya tidak perlu lagi berdesak-desakan pada jam sibuk. Sebab, ada dua tempat yang bisa digunakan untuk makan.

Mengapa tidak dibangun saja? ”Dari pemkab mintanya seperti itu. Bangunan harus seragam, tidak boleh beda. Apalagi diubah,” terang Kuntari. Tahu Pojok Magelang dan warung-warung di deretan Jalan Tentara Pelajar memang hanya punya hak guna bangunan. Para penyewa hanya boleh menempati area yang sudah disediakan Pemkab Magelang.

Kuntari memilih bertahan di warung pertama yang digunakan bapaknya itu karena wasiat juga. Sebelumnya Setu menjajakan tahu kupat dengan pikulan. Dia berkeliling Magelang dan selalu mangkal di bawah pohon beringin yang ada di sisi utara Alun-Alun Magelang. Tepat di pojokan. ”Dari situlah nama Tahu Pojok Magelang berasal,” papar Kuntari.

Karena laris, usaha yang dimulai pada 1946 itu pun beralih dari pojokan alun-alun ke warung. Setu mulai berjualan di warung yang dia sewa dari Pemkab Magelang itu pada 1950. Atau sekitar 18 tahun setelah menghuni pojokan alun-alun. ”Karena sudah dikenal dengan tahu pojok, makanya warungnya ya pakai nama itu,” terang Kuntari.

Baca Juga :  Habis Hujan, Endapan Material Menumpuk, Debu Beterbangan

Nah, di warung itulah para pejabat mulai berdatangan. ”Saya lupa apakah Mbak Tutut (Siti Hardiyanti Rukmana, Red) atau Mas Bambang (Trihatmodjo) yang datang ke warung. Pokoknya setelah itu kami langsung diminta ke Jakarta,” kenang Kuntari.

Di Jakarta, Kuntari menyiapkan 500 porsi hidangan saat upacara 17 Agustus pada 1995 (peringatan 50 tahun kemerdekaan RI). Hidangan itu sejatinya khusus untuk keluarga Presiden Soeharto saja. Tapi, karena disajikan di Istana Negara, para tamu pun ikut mencicipi. ”Kami kewalahan. Akhirnya dadakan beli bahan tambahan. Seingat saya habis 1.000 porsi,” ungkap pensiunan Dinas Pariwisata Kabupaten Magelang tersebut.

Setelah itu Tahu Pojok Magelang juga diminta menyajikan kupat tahu di istana pada upacara 17 Agustus dua tahun berikutnya secara berurutan. ”Setelah itu tidak pernah lagi. Karena tahun 1998 kan Pak Harto sudah lengser,” ujar Kuntari.

Kendati demikian, Tahu Pojok Magelang tidak kemudian absen dari radar kuliner istana. Sebab, presiden ke-6 pun pelanggan. Bahkan, fotonya paling mencolok di tembok warung Kuntari. Potret SBY bersama sang istri mendiang Ani Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono (putra kedua) terbingkai di sana.

Menurut Kuntari, SBY sudah pelanggan sejak sebelum menjadi presiden. Maklum, dia menimba ilmu di Akademi Militer (Akmil) Magelang. ”Ibu Ani juga orang Jogjakarta yang punya famili di Magelang. Jadi sudah lama sering datang ke warung,” terangnya.

Namun, SBY yang presiden dan SBY yang anak Akmil tentu berbeda. Dalam sebuah kunjungan kepresidenan yang tak akan pernah Kuntari lupa, SBY dan rombongannya yang berjumlah 25 orang menyesaki warung kecil tersebut. ”Saya diminta mengosongkan warung pada jam sekian. Karena besoknya Pak SBY mau datang,” kenangnya.

SBY yang lulus Akmil pada 1973 kembali ke warung Kuntari empat dekade kemudian. Dan komentarnya masih tetap sama. Kupat tahu Warung Tahu Pojok lezat. Kuntari bangga bisa mempertahankan resep warisan sang bapak dan melestarikannya sampai sekarang. (*/c9/hep/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya