Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Bahas Depopulasi dan Marginalisasi Masyarakat Adat di Papua

Menyimak Pemaparan  Pj Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, M.Si. Dalam Sarasehan KMAN (Bagian I)   

Pembukaan KMAN VI di Sub panitia Lokal Kota Jayapura berlangsung di Pulau Metu Debi, Kampung Enggros. Penjabat  Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, M.Si hadir dan memberikan materi tentang Depopulasi dan Marginalisasi Masyarakat Adat di Papua di hadapan peserta KMAN. Lalu hal menarik apa yang terungkap dalam pembahasan materi itu?

Laporan: Priyadi_Jayapura

Pelaksanaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI Sub Panitia Lokal Kota Jayapura dilaksanakan sarasehan berlangsung di Kampung Enggros dan KampungTahima Soroma/ Kayu Pulo dibuka Pj Wali Kota Jayapura Frans Pekey, di Pulau Metu Debi, Kampung Enggros, Distrik Abepura, Hari Selasa (25/10)kemarin.

  Dalam pembukaan tersebut Frans Pekey selain memberikan sambutan juga menjadi narasumber atau Keynote speech dalam memberikan materi tentang “Depopulasi dan Marginalisasi Masyarakat Adat di Papua/ Port Numbaay.

  Frans Pekey menjelaskan, depopulasi atau penurunan jumlah penduduk dialami di berbagai kawasan dunia menjadi fenomena global sebagai akibat dari persoalan demografi dalam jangka panjang seperti fertilitas, urbanisasi, migrasi, kelaparan, perang, kekerasan, penyakit dan faktor lainnya.

   De-populasi merupakan gejala dan fenomena menurunnya jumlah absolut penduduk dan kondisi saat ini terlihat semakin nampak terjadi di sejumlah kawasan di Papua. Meskipun belum ada penelitian khusus untuk menelaah hubungan antara de-populasi masyarakat adat di Papua sebagai wujud perubahan perilaku reproduksi pada satu pihak dan adanya migrasi penduduk di pihak lainnya.

Baca Juga :  Sebuah Masjid tanpa Pilar, Sebuah Lukisan di Biara

    Namun beberapa hal yang penting menjadi perhatian adalah (1) faktor-faktor internal pada tingkat rumah tangga yang mendorong terjadinya de-populasi; (2) konsekuensi de-populasi masyarakat adat pada intensitas  dan orientasi penggunaan lahan; (3) konsekuensi de-populasi karena tingkat kesejahteraan rumah tangga masyarakat adat.

   Mencermati depopulasi masyarakat adat di Papua dan Port Numbay juga penting menjadi perhatian serius. Sebab. gejala penurunan atau penyusutan jumlah penduduk pada beberapa suku, marga, klen sudah terjadi sejak lama. Bahkan ada sejumlah suku, marga dan klen diambang kepunahan.

  Menurut Frans Pekey, beberapa penyebab dari penurunan dan penyusutan jumlah penduduk tersebut diantaranya  bahwa jumlah mortalitas yang tinggi di satu pihak tidak sebanding dengan fertilitas yang rendah di lain pihak. Dalam beberapa wilayah atau suku meyakini karena adanya kutukan alam dan sosial akibat komersialisasi tanah dan lahan secara masif sebagai mama yang memberikan kehidupan.

  Selain itu, adanya perilaku hidup yang bertentangan dengan hukum adat dan hukum Tuhan, terbatasnya akses pelayanan kesehatan; Kebiasaan dan tradisi hidup masyarakat adat yang tidak higienis disertai asupan gizi yang rendah; Masih tingginya kekerasan fisik dan  kekerasan verbal dan rumah tangga, perang antar suku, kasus pembunuhan dan konflik politik di Papua,

  Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jayapura menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk di Kota Jayapura setiap tahun mengalami fluktuatif. Namun jumlah penduduk orang asli Papua dan orang asli Papua Port Numbay di Kota Jayapura menggambarkan adanya tren penurunan secara kuantitas dari data dalam tiga tahun terakhir yaitu tahun 2019, 2020 dan 2021.

Baca Juga :  Kerinduan ke Tanah Suci yang Dinanti-nanti

  Kondisi tersebut ditampilkan dalam tabel komposisi jumlah penduduk keseluruhan, jumlah penduduk orang asli Papua dan jumlah penduduk orang asli Papua dari Port Numbay, guna memberikan gambaran untuk perbandingan jumlah dan komposisi penduduk.

  Hal yang sama terjadi pada jumlah Penduduk OAP Port Numbay, yaitu pada tahun 2020 adalah 17.181 jiwa atau 4,31 % dari jumlah penduduk keseluruhan, dan di tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 16.172 jiwa (4,45 %) dari jumlah penduduk keseluruhan atau 8,86 % dari jumlah OAP di Kota Jayapura. tentu hal ini berpengaruh terhadap Marginalisasi dari Jumlah Penduduk, Marginalisasi dari kegiatan Ekonomi, Marginalisasi dari Pusat Pelayanan Dasar , Marginalisasi dari kepemilikan hutan dan lahan

   Dari uraian penjelasan tentang masalah De-populasi dan Marginalisasi masyarakat adat Papua, dan masyarakat adat Port Numbay di Kota Jayapura tersebut diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :Ada 3 masalah mendasar Populasi penduduk masyarakat adat di Papua, termasuk  masyarakat adat Port Numbay yang sedang dihadapi dan menjadi ancaman saat ini dan kedepan, yaitu Kuantitas/jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk OAP yang rendah dan sangat lambat, dibandingkan dengan pertambahan penduduk non OAP di Papua/Kota Jayapura.(Bersambung)

Menyimak Pemaparan  Pj Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, M.Si. Dalam Sarasehan KMAN (Bagian I)   

Pembukaan KMAN VI di Sub panitia Lokal Kota Jayapura berlangsung di Pulau Metu Debi, Kampung Enggros. Penjabat  Wali Kota Jayapura Dr Frans Pekey, M.Si hadir dan memberikan materi tentang Depopulasi dan Marginalisasi Masyarakat Adat di Papua di hadapan peserta KMAN. Lalu hal menarik apa yang terungkap dalam pembahasan materi itu?

Laporan: Priyadi_Jayapura

Pelaksanaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI Sub Panitia Lokal Kota Jayapura dilaksanakan sarasehan berlangsung di Kampung Enggros dan KampungTahima Soroma/ Kayu Pulo dibuka Pj Wali Kota Jayapura Frans Pekey, di Pulau Metu Debi, Kampung Enggros, Distrik Abepura, Hari Selasa (25/10)kemarin.

  Dalam pembukaan tersebut Frans Pekey selain memberikan sambutan juga menjadi narasumber atau Keynote speech dalam memberikan materi tentang “Depopulasi dan Marginalisasi Masyarakat Adat di Papua/ Port Numbaay.

  Frans Pekey menjelaskan, depopulasi atau penurunan jumlah penduduk dialami di berbagai kawasan dunia menjadi fenomena global sebagai akibat dari persoalan demografi dalam jangka panjang seperti fertilitas, urbanisasi, migrasi, kelaparan, perang, kekerasan, penyakit dan faktor lainnya.

   De-populasi merupakan gejala dan fenomena menurunnya jumlah absolut penduduk dan kondisi saat ini terlihat semakin nampak terjadi di sejumlah kawasan di Papua. Meskipun belum ada penelitian khusus untuk menelaah hubungan antara de-populasi masyarakat adat di Papua sebagai wujud perubahan perilaku reproduksi pada satu pihak dan adanya migrasi penduduk di pihak lainnya.

Baca Juga :  Kerinduan ke Tanah Suci yang Dinanti-nanti

    Namun beberapa hal yang penting menjadi perhatian adalah (1) faktor-faktor internal pada tingkat rumah tangga yang mendorong terjadinya de-populasi; (2) konsekuensi de-populasi masyarakat adat pada intensitas  dan orientasi penggunaan lahan; (3) konsekuensi de-populasi karena tingkat kesejahteraan rumah tangga masyarakat adat.

   Mencermati depopulasi masyarakat adat di Papua dan Port Numbay juga penting menjadi perhatian serius. Sebab. gejala penurunan atau penyusutan jumlah penduduk pada beberapa suku, marga, klen sudah terjadi sejak lama. Bahkan ada sejumlah suku, marga dan klen diambang kepunahan.

  Menurut Frans Pekey, beberapa penyebab dari penurunan dan penyusutan jumlah penduduk tersebut diantaranya  bahwa jumlah mortalitas yang tinggi di satu pihak tidak sebanding dengan fertilitas yang rendah di lain pihak. Dalam beberapa wilayah atau suku meyakini karena adanya kutukan alam dan sosial akibat komersialisasi tanah dan lahan secara masif sebagai mama yang memberikan kehidupan.

  Selain itu, adanya perilaku hidup yang bertentangan dengan hukum adat dan hukum Tuhan, terbatasnya akses pelayanan kesehatan; Kebiasaan dan tradisi hidup masyarakat adat yang tidak higienis disertai asupan gizi yang rendah; Masih tingginya kekerasan fisik dan  kekerasan verbal dan rumah tangga, perang antar suku, kasus pembunuhan dan konflik politik di Papua,

  Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jayapura menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk di Kota Jayapura setiap tahun mengalami fluktuatif. Namun jumlah penduduk orang asli Papua dan orang asli Papua Port Numbay di Kota Jayapura menggambarkan adanya tren penurunan secara kuantitas dari data dalam tiga tahun terakhir yaitu tahun 2019, 2020 dan 2021.

Baca Juga :  Hanya Gunakan Keluak Lumajang, SBY Naikkan PAmor Tempe Goreng dan Tempe Bacem

  Kondisi tersebut ditampilkan dalam tabel komposisi jumlah penduduk keseluruhan, jumlah penduduk orang asli Papua dan jumlah penduduk orang asli Papua dari Port Numbay, guna memberikan gambaran untuk perbandingan jumlah dan komposisi penduduk.

  Hal yang sama terjadi pada jumlah Penduduk OAP Port Numbay, yaitu pada tahun 2020 adalah 17.181 jiwa atau 4,31 % dari jumlah penduduk keseluruhan, dan di tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 16.172 jiwa (4,45 %) dari jumlah penduduk keseluruhan atau 8,86 % dari jumlah OAP di Kota Jayapura. tentu hal ini berpengaruh terhadap Marginalisasi dari Jumlah Penduduk, Marginalisasi dari kegiatan Ekonomi, Marginalisasi dari Pusat Pelayanan Dasar , Marginalisasi dari kepemilikan hutan dan lahan

   Dari uraian penjelasan tentang masalah De-populasi dan Marginalisasi masyarakat adat Papua, dan masyarakat adat Port Numbay di Kota Jayapura tersebut diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :Ada 3 masalah mendasar Populasi penduduk masyarakat adat di Papua, termasuk  masyarakat adat Port Numbay yang sedang dihadapi dan menjadi ancaman saat ini dan kedepan, yaitu Kuantitas/jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk OAP yang rendah dan sangat lambat, dibandingkan dengan pertambahan penduduk non OAP di Papua/Kota Jayapura.(Bersambung)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya