Persoalan Pendidikan di Papua di Mata Kepala DPPAD Provinsi Papua
Hingga kini, beragam persoalan masih menyelimuti dunia pendidikan di Papua. Mulai dari kendala sarana prasarana, tenaga guru, peserta didik, hingga masalah sosial dan keamanan yang berdampak pada sektor pendidikan.
Laporan: Elfira_Jayapura
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah, Christian Sohilait menyampaikan, momentum hari pendidikan yang jatuh pada tanggal 2 Mei lalu, untuk Papua sendiri berbeda dengan perayaan tahun sebelumnya. Musabab, ini tahun pertama melakukan upacara peringatan hari Pendidikan usai adanya Daerah Otonom Baru (DOB).
Kendati demikian, beragam persoalan kerap muncul berkaitan dengan pendidikan. Persoalan pertama yakni menyangkut angka buta huruf dan putus sekolah yang masih cukup tinggi di Bumi Cenderawasih
“Sekali pun kita sudah lebih baik dari daerah lain, namun angka buta huruf masih ada dan ini harus diselesaikan,” kata Sohilait kepada wartawan, Senin (1/5).
Persoalan lainnya kata Sohilait, masih banyak anak anak aibon di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Biak, Jayapura dan Serui. Termasuk anak anak yang putus sekolah. Mirisnya, setelah putus sekolah. Tidak ada sekolah, BLK, unit kerja atau instansi terkait yang menampung mereka.
“Ini menjadi PR besar yang harus kita (Dinas Pendidikan Papua-red) selesaikan,” ucapnya.
Lanjutnya, juga terkait dengan guru. Sebagaimana kata Sohilait, masih ada sekitar 910 guru P3K yang sampai saat ini belum digaji. Selain itu, ada yang terkendala regulasi sehingga tidak boleh lagi mengajar di sekolah swasta.
“Guru juga ada yang bermasalah dengan karakternya, kemudian ada juga yang tidak semangat lagi menjadi guru dan lainnya. Ini yang sedang kita gumuli,” ucapnya.
Menurut Sohilat, orang sudah mulai tidak lagi tertarik menjadi guru. Karena itu, kedepan bagaimana caranya sekolah guru kita buat jadi sekolah kedinasan. Dengan begitu, ketika ada sekolah yang mengalami kekurangan guru, mereka bisa ditempatkan di sekolah tersebut.
Ia menambahkan, pada sisi infrasturktur juga ada banyak persoalan, walaupun Papua sudah lebih baik dari daerah lain. Contohnya, sekolah tidak punya listrik, laboratorium dan internet.
“Tapi syukur dengan Peraturan Pemerintah 106, sekrang dinas terkait bisa masuk ke sektor pendidikan. Jadi Dinas Kominfo bisa bantu jaringan internet, PU bisa bantu membangun fasiltias air bersih dan lainnya,” ujarnya.
Lanjut Sohilait, persoalan lainnya yakni minimnya keterlibatan masyarakat dalam dunia pendidikan. Masyarakat cenderung tak peduli terhadap keberlangsungan dunia pendidikan. Faktanya, masih ada anak aibon, anak terjerumus narkoba, sekolah dipalang bahkan guru mendapat ancaman.
“Saya lihat masyarakat masih kurang mendukung kemajuan dunia pendidikan kita. Kalau masih ada anak aibon, kenapa toko-toko jual aibon ke anak-anak, sama halnya dengan narkoba. Saya anggap itu masyarakat yang jual ke anak-anak,” kata Sohilait.
Sohilait berharap, pada momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2023. Semua pihak bisa tergerak untuk ikut berkontribusi membangun dunia pendidikan di Papua. Musabab, butuh keterlibatan semua pihak untuk menyelesaikan beragam persoalan tersebut.
“Jadi kami memetakan persoalan di masing-masing daerah. Untuk mempercepat penyelesaiannya yah butuh dukungan semua pihak,” terangnya.
Misalkan kata Sohilait, perusahaan-perusahaan menyalurkan CSR untuk pendidikan, Ormas bantu buku ke sekolah, serta bentuk dukungan yang lainnya. Dengan begitu, dunia pendidikan di Papua bisa maju. (*/tri)