Ia menegaskan bahwa hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah daerah untuk mendorong keterlibatan para peneliti, termasuk dari perguruan tinggi seperti Universitas Cenderawasih dan kampus lainnya di Papua, untuk mengkaji komoditas lokal yang berpotensi besar secara ekonomi.
Setelah penelitian dilakukan, hasilnya dapat diserahkan kepada Kemenkumham sebagai dasar untuk penerbitan sertifikat IG. Ayorbaba menambahkan bahwa sertifikat ini akan memberikan manfaat besar, termasuk meningkatkan kepercayaan investor dalam mengembangkan produk lokal.
“Dengan sertifikat IG, investor tidak akan ragu untuk mengembangkan komoditas seperti sagu, karena sudah jelas keunggulan dan perlindungannya. Selain itu, masyarakat lokal di daerah penghasil juga bisa menjadi pelindung IG komoditas tersebut,” jelasnya.
Dampak positif lainnya, lanjut Ayorbaba, adalah meningkatnya produktivitas sagu yang tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tapi juga dapat masuk ke pasar nasional hingga internasional.
“Saat ini sagu masih diproduksi secara mandiri oleh individu atau kelompok kecil. Dengan IG, kalau suatu saat ada permintaan besar dari investor, maka komoditas sagu dari wilayah-wilayah yang sudah diteliti bisa punya nilai ekonomi tinggi,” bebernya.
Ia pun berharap pemerintah daerah dapat lebih aktif mendorong lahirnya penelitian-penelitian terhadap komoditas lokal lain di Papua, agar potensi ekonomi masyarakat bisa lebih dimaksimalkan.
“Saya harap pemerintah bisa memperhatikan persoalan ini. Dorong para akademisi dan peneliti untuk melakukan kajian terhadap komoditas lokal, agar tidak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, tapi juga memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat Papua,” pungkas Ayorbaba.