Wednesday, April 24, 2024
26.7 C
Jayapura

Langganan Jokowi sejak Masih Jadi Pengusaha

Gudeg Lesehan Mbak Yus Solo dan Lem Bakrie, Aceh, Warung Langganan Presiden Joko Widodo (38)

Yustina alias Mbak Yus membutuhkan waktu panjang dalam mengkreasi dan menemukan cita rasa maknyus gudegnya. Presiden Joko Widodo sekeluarga pun kepincut dengan warung lesehan gudeg yang mulai berjualan selepas matahari tenggelam itu.

RETNO DYAH AGUSTINA, Solo & FOLLY AKBAR, Banda Aceh

MOBIL klasik yang terparkir di pinggir Jalan RA Kartini itu seketika mencuri perhatian. Homark Criterion 1984 jenis van itu menjadi tetenger bahwa gudeg lesehan milik Yustina alias Mbak Yus segera buka.

Warung di emperan toko itu baru beroperasi selepas magrib. Atau sekira pukul 18.00 WIB. Namun, terkadang kalau hujan deras, warung gudeg Mbak Yus baru buka pukul 19.00 WIB. Jika sudah demikian, Mbak Yus akan sibuk meminta pemakluman dari pelanggan. ”Sik yo, sik yo,” tutur Mbak Yus.

Mangkuk-mangkuk besar dikeluarkan. Daun pisang yang menutupi mangkuk besar itu segera dibuka. Isinya beragam. Mulai opor ayam, telur, krecek dengan warna merah menggoda, ceker ayam, dan tentu saja gudeg. Deretan menu tersebut bisa disajikan dengan nasi atau bubur.

”Pak Jokowi itu sukanya dengan bubur,” ucap Mbak Yus kepada Jawa Pos Januari lalu. Sejak masih jadi pengusaha, Jokowi dan keluarga cukup rutin datang ke tempat Mbak Yus. Intensitas kunjungan memang sesering ketika jadi pengusaha ketika karier politik Jokowi menaik. Wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta, dan kemudian jadi presiden.

Setelah jadi pejabat, Jokowi baru tiga kali makan ke restoran cabang milik Mbak Yus. ”Bukan ke sini lagi karena kan (lokasinya) pinggir jalan ya,” kata Mbak Yus.

Sedangkan Ibu Iriana dan putri Jokowi, Kahiyang Au, juga sempat datang langsung ke warung lesehan di Jalan RA Kartini itu. Selain mereka datang dengan pengawalan level pejabat negara, ada satu hal yang diingat Mbak Yus.

”Bu Iriana dan Mbak Kahiyang selalu nggak mau diutamakan. Bayar ya antre. Ibu (Iriana) juga sering ajak teman-temannya makan di sini,” terang Mbak Yus.

Sensasi lesehan ala Gudeg Mbak Yus itu diminati banyak pejabat. Level Solo, Provinsi Jawa Tengah, hingga nasional. Menurut Mbak Yus, mereka datang karena rekomendasi dari keluarga Jokowi. Beberapa tokoh dan artis yang pernah berkunjung, misalnya, Ketua DPR Puan Maharani serta Darius Sinathrya.

Nah, bubur buatan Mbak Yus wajib dicoba jika berkunjung ke Solo. Bubur pengganti nasi itu sangat lembut. Teksturnya mirip dengan bubur sumsum. Kuncinya terletak pada tambahan santan saat pembuatan. Rasanya juga tidak enek. Keju mozzarela yang masih hangat saja kalah lembut dengan bubur buatan Mbak Yus. Apalagi saat dipadukan dengan opor ayam, krecek, dan lauk lainnya. Rasa manis bubur yang tak terlalu dominan membuat bumbu dari lauk jadi juara di lidah.

Satu porsi yang disajikan sudah mengenyangkan. Buburnya padat, lauknya menjulang. Tapi, rasanya memang bikin orang ketagihan. Memicu pertarungan antara lidah yang masih ingin nambah dan perut yang sudah minta ampun kekenyangan. Bagi yang suka porsi jumbo, tak ada salahnya memesan lagi porsi lanjutan.

Opor ayam buatan Mbak Yus sangat empuk. Rasa opornya juga meresap hingga ke daging terdalam. Hal itu menandakan proses masak yang lama. Potongan ayamnya besar. Krecek yang punya rasa asin melengkapi rasa manis dari buah nangka. Sayur daun pepayanya justru memberikan rasa agak pedas, tanpa meninggalkan asin manis.

Pembuatan lauk-lauk dengan cita rasa khas itu membutuhkan proses yang panjang. Selama setahun pertama, Mbak Yus melakukan banyak trial and error. ”Pusing karena tiap ada pelanggan mintanya beda-beda. Ada yang kurang pedas, ada yang bilang kalau pedas nanti anak-anaknya tidak mau,” kenangnya, kemudian tertawa. Sampai sekarang, Mbak Yus merasa resep yang dipakainya sebenarnya hasil racikan dari pelanggan-pelanggannya dulu.

Mbak Yus mengakui proses membangun resep itu tak dibayangkan olehnya. Pada awalnya, Mbak Yus tertarik berjualan gudeg karena kepo dengan salah satu pedagang gudeg lawas di timur Jalan RA Kartini. ”Ibu itu memutuskan tutup karena sudah sepuh. Jadi, saya menawarkan diri untuk meneruskan jual gudegnya,” tutur Mbak Yus.

Baca Juga :  Kalau Pasar Besar Itu Dimatikan, Bakal Hancur Karya-Karya Anak Bangsa

Ternyata, gayung tak bersambut. Ibu penjual gudeg memang mempersilakan Mbak Yus menjual gudeg, tapi bikin resep sendiri. ”Mau menempati tempatnya yang lawas juga nggak boleh. Jadi, saya jual di tempat ayah saya dagang rokok, masih satu jalan sebenarnya,” kenangnya.

Mbak Yus kini sudah lama menempati lapaknya di Jalan RA Kartini tersebut. Meski sudah berkali-kali ditawari untuk membuka restoran, Mbak Yus mengaku enggan. ”Begini saja lah,” jawabnya, kemudian tertawa.

Kemauan membuat restoran justru dikembangkan anaknya. Prima, anak ketiga dari empat bersaudara, membuka cabang di restoran. Rencana pembukaan cabang di Jakarta juga sudah dibicarakan, namun masih terhalang pandemi. Mbak Yus sendiri tetap nyaman berjualan di pinggir jalan selama malam hari.

Sejak remaja, anak-anak Mbak Yus memang diajak untuk mengurus restoran. Mbak Yus ingin mereka nanti lebih bersemangat saat mengembangkan bisnis keluarga tersebut. ”Supaya mereka sendiri merasakan bagaimana melayani pelanggan, menyiapkan makanan. Pengalaman itu nggak tergantikan,” sambungnya. Keempat anaknya hingga dewasa masih ikut mengelola. Bahkan, beberapa juga mulai mengembangkan menu makanan baru sendiri.

Pengalaman yang tak tergantikan itu juga termasuk bagaimana bertahan saat pandemi dua tahun terakhir. Mbak Yus dan putra-putrinya sempat berjualan dengan mobil klasik yang sudah dimodifikasi. Semacam food truck kecil-kecilan. Ternyata, hype-nya sangat bagus.

”Padahal karena ada mobil di rumah nganggur, jadi dihias terus dipakai jualan. Eh, ternyata orang malah suka,” ucap perempuan kelahiran Solo itu. Menurut Mbak Yus, mobil itu dibuat kisaran 1980-an. Mobil klasik tersebut kemudian dipertahankan hingga kini. Tak jarang jadi latar foto untuk pelanggan yang datang dari berbagai daerah.

Baginya, mengelola warung makan bukan hanya tentang cita rasa yang dijaga otentik bertahun-tahun. Mbak Yus menunjukkan sendiri betapa pentingnya melayani dengan ramah. Bukan sekadar senyum, tapi juga rajin menghampiri meja-meja pelanggan untuk menyapa dan berbincang di sela menyiapkan makanan.

Selain di Solo, di ujung barat Indonesia tepatnya di Provinsi Nagroe Aceh Darussalam (NAD), Presiden Jokowi juga punya warung langganan namanya Warung Nasi Kambing Lem Bakrie. Presiden Jokowi sudah tiga kali singgah.

Rumah makan yang berdiri sejak 2013 itu tidak hanya menyediakan olahan daging kambing. Banyak menu lain yang rasanya bikin ketagihan.

Kendati masih berumur 9 tahun, Lem Bakrie sangat populer di Aceh. Maklum, pelanggan rumah makan tersebut adalah para pejabat. Mulai pejabat Aceh sampai ibu kota. ”Hampir tiap hari ada saja yang booking dari pejabat,” kata Bakrie, pemilik Lem Bakrie, saat berbincang dengan Jawa Pos pada awal Februari lalu.

Hari itu, rombongan bupati Aceh Tengah baru saja meninggalkan lokasi. Esoknya, giliran Kapolda Aceh dan rombongannya yang pesan tempat. Karena tempatnya yang luas dan menunya yang beragam, tak heran Lem Bakrie selalu menjadi jujukan pejabat. Sebab, para pejabat selalu datang dalam jumlah besar. Ada rombongannya.

Lem Bakrie selalu melayani para pelanggannya dengan baik. Siapa pun yang datang, banyak atau sedikit, menu yang disajikan selalu berlimpah. Semua jenis masakan disajikan di meja. Mulai kari kambing, ayam tangkap, ayam gulai, ikan paya, udang goreng, urap, hingga daging dalam beragam olahan.

Lalu, apakah semua yang sudah disajikan itu harus dibayar? Jangan khawatir. Pelanggan diperkenankan menyantap apa yang disukai saja. Yang tidak, biarkan saja, tidak perlu disentuh.

Nah, untuk hidangan-hidangan yang tidak disentuh, pelanggan tidak perlu membayar. Nanti ada pelayan yang bertugas mencatat apa saja hidangan yang jumlahnya berkurang. Setelah itu, kasir akan menghitung tagihannya. Jadi, tidak perlu grogi melihat hidangan yang tersaji hingga memenuhi meja. Itulah cara Lem Bakrie menyervis para pelanggannya.

Sementara itu, untuk minuman, pelanggan dipersilakan memesan. Tidak ada parade minuman di atas meja sebagaimana makanan. Yang spesial di Lem Bakrie, menurut owner-nya, adalah es cincau kates dan es timun serut khas Aceh.

Baca Juga :  Hadirkan Kemegahan Budaya Papua, Diharapkan Bisa Digelar Tiap Tahun

Bakrie menyarankan agar pelanggan baru melakukan reservasi sebelum datang ke restorannya. Tanpa booking, tidak bisa dipastikan para pelanggan akan mendapatkan tempat duduk yang nyaman. Sebab, jam operasional Lem Bakrie relatif pendek. Warung buka pada pukul 11.00. ”Jam 2 siang, jam 3 sore, sudah habis,” ungkap Bakrie.

Lem Bakrie memang laris. Bukan stoknya yang sedikit, melainkan memang banyak peminatnya. Setiap hari rumah makan itu hanya buka selama maksimal empat jam saja. Dalam tempo yang singkat itu, sekitar 180 ekor ayam dan 40 kilogram daging kambing ludes.

Kari kambing andalan restoran itu menjadi istimewa berkat kuwah beulangong yang khas Aceh. Kuah tersebut merupakan bagian dari tradisi Aceh. Biasanya, kuah kaya rasa itu menjadi menu wajib pada hari-hari penting. Misalnya, saat Lebaran dan acara-acara syukuran.

Kari kambing juga menjadi menu kesukaan Jokowi. Sejak kali pertama bertandang ke Lem Bakrie pada 2018, presiden ke-7 RI itu memesan kari kambing. Menu lainnya adalah ayam tangkap. Hanya dua menu itu favorit Jokowi. Dua kali kunjungan berikutnya, Jokowi tetap lahap menyantap dua menu tersebut. Kepada Bakrie, Jokowi menyatakan bahwa masakan Bakrie cocok dengan lidahnya.

Bahkan, istana kepresidenan sampai memberikan plakat kepada Bakrie sebagai bentuk apresiasi Jokowi terhadap masakan olahannya. ”Kami dapat semacam sertifikat dari istana,” ujarnya.

Sertifikat yang dibingkai itu kini menghuni salah satu sudut warung. Di sana tertulis bahwa istana menyampaikan terima kasih atas pelayanan maksimal yang diberikan kepada rombongan presiden.

Sebelum memiliki rumah makan sendiri, Bakrie adalah koki. Dia bekerja di rumah makan milik saudaranya. Menu yang disajikan hampir sama dengan yang ada di Lem Bakrie. Dengan tekad besar untuk mengembangkan diri, Bakrie membangun warung di atas tanah ukuran 5 x 27 meter. Ukuran warung mula-mula itu hanya sepertiga Lem Bakrie yang sekarang.

Berkat ketekunan dan konsistensinya, Bakrie mampu mengembangkan usahanya dengan cepat. Kunci keberhasilannya adalah kualitas bahan dan penyempurnaan resep. Bakrie tidak segan mencoba-coba formula yang paling tepat untuk masakannya. Proses itulah yang mengantarkannya pada racikan bumbu dan olahan masakan yang pas seperti sekarang.

Kini, setelah mendapatkan ramuan resep yang baku, Bakrie mengolah sendiri bumbu dasarnya. Karena Lem Bakrie punya cabang di Sigli, Bireuen, Lhokseumawe, dan Meulaboh, Bakrie mengirimkan bumbu secara berkala. Beberapa hari sekali.

”Bumbu semua dari sini. Saya yang buat,” tegasnya. Itu menjadi cara Bakrie untuk menyamakan standar rasa masakan di semua cabang.

Meski pernah berani bermain-main dengan resep, Bakrie sangat serius mempertahankan metode memasaknya. Sejak dulu sampai sekarang, dia tetap memilih menggunakan kayu bakar.

”Lebih enak pake kayu. Nanti ada arangnya. Ke rasa beda,” jelasnya. Padahal, untuk warung di pusat kota Banda Aceh, mencari kayu bakar membutuhkan usaha ekstra.

Demi menjaga kualitas, Bakrie bahkan benar-benar memikirkan pasokan bahan baku. Terutama daging kambing dan ayam. Dia tidak membeli kambing atau ayam yang siap potong. Sebab, yang paling cocok untuk diolah adalah daging dari kambing dan ayam yang masih dalam masa pertumbuhan. Bakrie pun memelihara sendiri kambing dan ayam. Setelah cukup umur, barulah stok kambing dan ayam miliknya dipotong.

Di kandang Bakrie sekarang, ada 6.400 ekor ayam dan 40 ekor kambing. Dia selalu menjaga sirkulasi hewan ternaknya. Saat ada yang dipotong untuk menjadi bahan makanan, harus ada penggantinya. Dengan demikian, dia bisa menjaga stabilitas bahan baku dan tidak perlu mengkhawatirkan gejolak harga daging di pasaran.

”Sekalian bantu-bantu masyarakat,” kata Bakrie. Ya, usahanya untuk memelihara kambing dan ayam sebagai pasokan bahan baku itu melibatkan orang lain. Ada yang dia pekerjakan untuk mengurus kambing dan ayamnya. (*/c14/c19/hep/dra/JPG)

Gudeg Lesehan Mbak Yus Solo dan Lem Bakrie, Aceh, Warung Langganan Presiden Joko Widodo (38)

Yustina alias Mbak Yus membutuhkan waktu panjang dalam mengkreasi dan menemukan cita rasa maknyus gudegnya. Presiden Joko Widodo sekeluarga pun kepincut dengan warung lesehan gudeg yang mulai berjualan selepas matahari tenggelam itu.

RETNO DYAH AGUSTINA, Solo & FOLLY AKBAR, Banda Aceh

MOBIL klasik yang terparkir di pinggir Jalan RA Kartini itu seketika mencuri perhatian. Homark Criterion 1984 jenis van itu menjadi tetenger bahwa gudeg lesehan milik Yustina alias Mbak Yus segera buka.

Warung di emperan toko itu baru beroperasi selepas magrib. Atau sekira pukul 18.00 WIB. Namun, terkadang kalau hujan deras, warung gudeg Mbak Yus baru buka pukul 19.00 WIB. Jika sudah demikian, Mbak Yus akan sibuk meminta pemakluman dari pelanggan. ”Sik yo, sik yo,” tutur Mbak Yus.

Mangkuk-mangkuk besar dikeluarkan. Daun pisang yang menutupi mangkuk besar itu segera dibuka. Isinya beragam. Mulai opor ayam, telur, krecek dengan warna merah menggoda, ceker ayam, dan tentu saja gudeg. Deretan menu tersebut bisa disajikan dengan nasi atau bubur.

”Pak Jokowi itu sukanya dengan bubur,” ucap Mbak Yus kepada Jawa Pos Januari lalu. Sejak masih jadi pengusaha, Jokowi dan keluarga cukup rutin datang ke tempat Mbak Yus. Intensitas kunjungan memang sesering ketika jadi pengusaha ketika karier politik Jokowi menaik. Wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta, dan kemudian jadi presiden.

Setelah jadi pejabat, Jokowi baru tiga kali makan ke restoran cabang milik Mbak Yus. ”Bukan ke sini lagi karena kan (lokasinya) pinggir jalan ya,” kata Mbak Yus.

Sedangkan Ibu Iriana dan putri Jokowi, Kahiyang Au, juga sempat datang langsung ke warung lesehan di Jalan RA Kartini itu. Selain mereka datang dengan pengawalan level pejabat negara, ada satu hal yang diingat Mbak Yus.

”Bu Iriana dan Mbak Kahiyang selalu nggak mau diutamakan. Bayar ya antre. Ibu (Iriana) juga sering ajak teman-temannya makan di sini,” terang Mbak Yus.

Sensasi lesehan ala Gudeg Mbak Yus itu diminati banyak pejabat. Level Solo, Provinsi Jawa Tengah, hingga nasional. Menurut Mbak Yus, mereka datang karena rekomendasi dari keluarga Jokowi. Beberapa tokoh dan artis yang pernah berkunjung, misalnya, Ketua DPR Puan Maharani serta Darius Sinathrya.

Nah, bubur buatan Mbak Yus wajib dicoba jika berkunjung ke Solo. Bubur pengganti nasi itu sangat lembut. Teksturnya mirip dengan bubur sumsum. Kuncinya terletak pada tambahan santan saat pembuatan. Rasanya juga tidak enek. Keju mozzarela yang masih hangat saja kalah lembut dengan bubur buatan Mbak Yus. Apalagi saat dipadukan dengan opor ayam, krecek, dan lauk lainnya. Rasa manis bubur yang tak terlalu dominan membuat bumbu dari lauk jadi juara di lidah.

Satu porsi yang disajikan sudah mengenyangkan. Buburnya padat, lauknya menjulang. Tapi, rasanya memang bikin orang ketagihan. Memicu pertarungan antara lidah yang masih ingin nambah dan perut yang sudah minta ampun kekenyangan. Bagi yang suka porsi jumbo, tak ada salahnya memesan lagi porsi lanjutan.

Opor ayam buatan Mbak Yus sangat empuk. Rasa opornya juga meresap hingga ke daging terdalam. Hal itu menandakan proses masak yang lama. Potongan ayamnya besar. Krecek yang punya rasa asin melengkapi rasa manis dari buah nangka. Sayur daun pepayanya justru memberikan rasa agak pedas, tanpa meninggalkan asin manis.

Pembuatan lauk-lauk dengan cita rasa khas itu membutuhkan proses yang panjang. Selama setahun pertama, Mbak Yus melakukan banyak trial and error. ”Pusing karena tiap ada pelanggan mintanya beda-beda. Ada yang kurang pedas, ada yang bilang kalau pedas nanti anak-anaknya tidak mau,” kenangnya, kemudian tertawa. Sampai sekarang, Mbak Yus merasa resep yang dipakainya sebenarnya hasil racikan dari pelanggan-pelanggannya dulu.

Mbak Yus mengakui proses membangun resep itu tak dibayangkan olehnya. Pada awalnya, Mbak Yus tertarik berjualan gudeg karena kepo dengan salah satu pedagang gudeg lawas di timur Jalan RA Kartini. ”Ibu itu memutuskan tutup karena sudah sepuh. Jadi, saya menawarkan diri untuk meneruskan jual gudegnya,” tutur Mbak Yus.

Baca Juga :  Jangan Ada Kesan Kerja Sendiri, Sudah 10 Tahun Renstra KPA Perlu Direvisi

Ternyata, gayung tak bersambut. Ibu penjual gudeg memang mempersilakan Mbak Yus menjual gudeg, tapi bikin resep sendiri. ”Mau menempati tempatnya yang lawas juga nggak boleh. Jadi, saya jual di tempat ayah saya dagang rokok, masih satu jalan sebenarnya,” kenangnya.

Mbak Yus kini sudah lama menempati lapaknya di Jalan RA Kartini tersebut. Meski sudah berkali-kali ditawari untuk membuka restoran, Mbak Yus mengaku enggan. ”Begini saja lah,” jawabnya, kemudian tertawa.

Kemauan membuat restoran justru dikembangkan anaknya. Prima, anak ketiga dari empat bersaudara, membuka cabang di restoran. Rencana pembukaan cabang di Jakarta juga sudah dibicarakan, namun masih terhalang pandemi. Mbak Yus sendiri tetap nyaman berjualan di pinggir jalan selama malam hari.

Sejak remaja, anak-anak Mbak Yus memang diajak untuk mengurus restoran. Mbak Yus ingin mereka nanti lebih bersemangat saat mengembangkan bisnis keluarga tersebut. ”Supaya mereka sendiri merasakan bagaimana melayani pelanggan, menyiapkan makanan. Pengalaman itu nggak tergantikan,” sambungnya. Keempat anaknya hingga dewasa masih ikut mengelola. Bahkan, beberapa juga mulai mengembangkan menu makanan baru sendiri.

Pengalaman yang tak tergantikan itu juga termasuk bagaimana bertahan saat pandemi dua tahun terakhir. Mbak Yus dan putra-putrinya sempat berjualan dengan mobil klasik yang sudah dimodifikasi. Semacam food truck kecil-kecilan. Ternyata, hype-nya sangat bagus.

”Padahal karena ada mobil di rumah nganggur, jadi dihias terus dipakai jualan. Eh, ternyata orang malah suka,” ucap perempuan kelahiran Solo itu. Menurut Mbak Yus, mobil itu dibuat kisaran 1980-an. Mobil klasik tersebut kemudian dipertahankan hingga kini. Tak jarang jadi latar foto untuk pelanggan yang datang dari berbagai daerah.

Baginya, mengelola warung makan bukan hanya tentang cita rasa yang dijaga otentik bertahun-tahun. Mbak Yus menunjukkan sendiri betapa pentingnya melayani dengan ramah. Bukan sekadar senyum, tapi juga rajin menghampiri meja-meja pelanggan untuk menyapa dan berbincang di sela menyiapkan makanan.

Selain di Solo, di ujung barat Indonesia tepatnya di Provinsi Nagroe Aceh Darussalam (NAD), Presiden Jokowi juga punya warung langganan namanya Warung Nasi Kambing Lem Bakrie. Presiden Jokowi sudah tiga kali singgah.

Rumah makan yang berdiri sejak 2013 itu tidak hanya menyediakan olahan daging kambing. Banyak menu lain yang rasanya bikin ketagihan.

Kendati masih berumur 9 tahun, Lem Bakrie sangat populer di Aceh. Maklum, pelanggan rumah makan tersebut adalah para pejabat. Mulai pejabat Aceh sampai ibu kota. ”Hampir tiap hari ada saja yang booking dari pejabat,” kata Bakrie, pemilik Lem Bakrie, saat berbincang dengan Jawa Pos pada awal Februari lalu.

Hari itu, rombongan bupati Aceh Tengah baru saja meninggalkan lokasi. Esoknya, giliran Kapolda Aceh dan rombongannya yang pesan tempat. Karena tempatnya yang luas dan menunya yang beragam, tak heran Lem Bakrie selalu menjadi jujukan pejabat. Sebab, para pejabat selalu datang dalam jumlah besar. Ada rombongannya.

Lem Bakrie selalu melayani para pelanggannya dengan baik. Siapa pun yang datang, banyak atau sedikit, menu yang disajikan selalu berlimpah. Semua jenis masakan disajikan di meja. Mulai kari kambing, ayam tangkap, ayam gulai, ikan paya, udang goreng, urap, hingga daging dalam beragam olahan.

Lalu, apakah semua yang sudah disajikan itu harus dibayar? Jangan khawatir. Pelanggan diperkenankan menyantap apa yang disukai saja. Yang tidak, biarkan saja, tidak perlu disentuh.

Nah, untuk hidangan-hidangan yang tidak disentuh, pelanggan tidak perlu membayar. Nanti ada pelayan yang bertugas mencatat apa saja hidangan yang jumlahnya berkurang. Setelah itu, kasir akan menghitung tagihannya. Jadi, tidak perlu grogi melihat hidangan yang tersaji hingga memenuhi meja. Itulah cara Lem Bakrie menyervis para pelanggannya.

Sementara itu, untuk minuman, pelanggan dipersilakan memesan. Tidak ada parade minuman di atas meja sebagaimana makanan. Yang spesial di Lem Bakrie, menurut owner-nya, adalah es cincau kates dan es timun serut khas Aceh.

Baca Juga :  Kadang Ngaku Polisi, Tak Terhitung Jumlah Motor yang Dicuri

Bakrie menyarankan agar pelanggan baru melakukan reservasi sebelum datang ke restorannya. Tanpa booking, tidak bisa dipastikan para pelanggan akan mendapatkan tempat duduk yang nyaman. Sebab, jam operasional Lem Bakrie relatif pendek. Warung buka pada pukul 11.00. ”Jam 2 siang, jam 3 sore, sudah habis,” ungkap Bakrie.

Lem Bakrie memang laris. Bukan stoknya yang sedikit, melainkan memang banyak peminatnya. Setiap hari rumah makan itu hanya buka selama maksimal empat jam saja. Dalam tempo yang singkat itu, sekitar 180 ekor ayam dan 40 kilogram daging kambing ludes.

Kari kambing andalan restoran itu menjadi istimewa berkat kuwah beulangong yang khas Aceh. Kuah tersebut merupakan bagian dari tradisi Aceh. Biasanya, kuah kaya rasa itu menjadi menu wajib pada hari-hari penting. Misalnya, saat Lebaran dan acara-acara syukuran.

Kari kambing juga menjadi menu kesukaan Jokowi. Sejak kali pertama bertandang ke Lem Bakrie pada 2018, presiden ke-7 RI itu memesan kari kambing. Menu lainnya adalah ayam tangkap. Hanya dua menu itu favorit Jokowi. Dua kali kunjungan berikutnya, Jokowi tetap lahap menyantap dua menu tersebut. Kepada Bakrie, Jokowi menyatakan bahwa masakan Bakrie cocok dengan lidahnya.

Bahkan, istana kepresidenan sampai memberikan plakat kepada Bakrie sebagai bentuk apresiasi Jokowi terhadap masakan olahannya. ”Kami dapat semacam sertifikat dari istana,” ujarnya.

Sertifikat yang dibingkai itu kini menghuni salah satu sudut warung. Di sana tertulis bahwa istana menyampaikan terima kasih atas pelayanan maksimal yang diberikan kepada rombongan presiden.

Sebelum memiliki rumah makan sendiri, Bakrie adalah koki. Dia bekerja di rumah makan milik saudaranya. Menu yang disajikan hampir sama dengan yang ada di Lem Bakrie. Dengan tekad besar untuk mengembangkan diri, Bakrie membangun warung di atas tanah ukuran 5 x 27 meter. Ukuran warung mula-mula itu hanya sepertiga Lem Bakrie yang sekarang.

Berkat ketekunan dan konsistensinya, Bakrie mampu mengembangkan usahanya dengan cepat. Kunci keberhasilannya adalah kualitas bahan dan penyempurnaan resep. Bakrie tidak segan mencoba-coba formula yang paling tepat untuk masakannya. Proses itulah yang mengantarkannya pada racikan bumbu dan olahan masakan yang pas seperti sekarang.

Kini, setelah mendapatkan ramuan resep yang baku, Bakrie mengolah sendiri bumbu dasarnya. Karena Lem Bakrie punya cabang di Sigli, Bireuen, Lhokseumawe, dan Meulaboh, Bakrie mengirimkan bumbu secara berkala. Beberapa hari sekali.

”Bumbu semua dari sini. Saya yang buat,” tegasnya. Itu menjadi cara Bakrie untuk menyamakan standar rasa masakan di semua cabang.

Meski pernah berani bermain-main dengan resep, Bakrie sangat serius mempertahankan metode memasaknya. Sejak dulu sampai sekarang, dia tetap memilih menggunakan kayu bakar.

”Lebih enak pake kayu. Nanti ada arangnya. Ke rasa beda,” jelasnya. Padahal, untuk warung di pusat kota Banda Aceh, mencari kayu bakar membutuhkan usaha ekstra.

Demi menjaga kualitas, Bakrie bahkan benar-benar memikirkan pasokan bahan baku. Terutama daging kambing dan ayam. Dia tidak membeli kambing atau ayam yang siap potong. Sebab, yang paling cocok untuk diolah adalah daging dari kambing dan ayam yang masih dalam masa pertumbuhan. Bakrie pun memelihara sendiri kambing dan ayam. Setelah cukup umur, barulah stok kambing dan ayam miliknya dipotong.

Di kandang Bakrie sekarang, ada 6.400 ekor ayam dan 40 ekor kambing. Dia selalu menjaga sirkulasi hewan ternaknya. Saat ada yang dipotong untuk menjadi bahan makanan, harus ada penggantinya. Dengan demikian, dia bisa menjaga stabilitas bahan baku dan tidak perlu mengkhawatirkan gejolak harga daging di pasaran.

”Sekalian bantu-bantu masyarakat,” kata Bakrie. Ya, usahanya untuk memelihara kambing dan ayam sebagai pasokan bahan baku itu melibatkan orang lain. Ada yang dia pekerjakan untuk mengurus kambing dan ayamnya. (*/c14/c19/hep/dra/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya