Sambungnya, tuntutan ringan hanya akan mencederai rasa keadilan dan memperdalam ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap penegakan hukum. Selain itu, fakta persidangan mengindikasikan adanya keterlibatan atasan pelaku seperti Mantan Kapolres Yahukimo dan Danki Brimob, yang patut diperiksa atas dasar prinsip pertanggungjawaban komando (command responsibility) karena mengetahui, membiarkan, atau bahkan berperan dalam rangkaian peristiwa ini.
Perkumpulan Pengacara HAM untuk Papua menegaskan JPU menuntut pidana maksimal sesuai Pasal 338 KUHP dan Pasal 80 Ayat (2) UU Perlindungan Anak Terhadap Bripka Muh. Kurniawan Kudu. JPU menuntut pidana terhadap Fermando Alexander Aufa, Ferdi Moses Koromat dan Jatmiko berdasarkan Pasal 338 KUHP Jo. 55 KUHP dan Pasal 80 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo.Pasal 55 KUHP.
“Majelis Hakim menjatuhkan hukuman setimpal serta menegaskar perlindungan hukum bagi korban anak,” tegasnya.
Tim juga meminta Komnas HAM dan Kejaksaan Agung membuka penyelidikan lanjutan untuk mengungkap keterlibatan atasan pelaku Iptu Irman Taliki (Danki Brimob) dan mantan Kapolres Yahukimo, AKBP Heru Hidayanto. “Negara memberikan restitusi dan kompensasi kepada keluarga korban sesuai amanat UU Perlindungan Saksi dan Korban,” teganysa.
Ia berkata, peristiwa ini adalah tragedi kemanusiaan yang tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan semata. Negara harus hadir menegakkan keadilan, menghukum pelaku seberat-beratnya termasuk memproses hukum atasan para pelaku, dan memastikan tidak ada lagi impunitas atas pelanggaran HAM di tanah Papua.
“Dalam jadwal sidang yang diagendakan pada 2 Oktober mendatang di Pengadilan Wamena, kami mendesak Jaksa memberikan hukuman yanga setimpal atas perbuatan para pelaku,” pungkasnya. (fia/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos