Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Jaksa Tunggu Penetapan Sidang 7 Tersangka Makar

Liberth ( FOTO: Elfira/Cepos)

JAYAPURA- Rabu (29/1), tujuh tersangka makar terkait dengan kerusuhan di Jayapura pada 29 Agustus tahun 2019 dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri Jayapura Liberth menyampaikan, usai pelimpahan tersebut selanjutnya tim menunggu penetapan hari sidang. 

“Kalau sudah ada penetapan dari Pengadilan Balikpapan tentang hari sidang, maka langsung dilaksanakan sidang,” ucapnya kepada Cenderawasih Pos, Rabu (29/1).

Adapun tim yang menangani kasus ini lanjut Liberth yakni dari Kejaksaan Tinggi Papua dan dipadukan dengan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jayapura.

Ia juga memastikan bahwa kondisi 7 tersangka kasus makar tersebut dalam kondisi sehat dan diperlakukan dengan baik.

“Kasus ini mendapat atensi langsung dari pimpinan Kejaksaan Agung untuk menanganinya secara serius,” ucapnya.

Terkait dengan adanya permintaan dari keluarga tersangka agar kasus tersebut disidangkan di Papua, Liberth menyampaikan bahwa itu menjadi wewenang atasan. Namun alasan perkara ini disidangkan di Kalimantan Timur untuk menjaga keamanan dan hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga proses persidangannya dilakukan di luar Papua.

Adapun ketujuh tersangka kasus makar yakni Fery Kombo, Alexander Gobay, Hengki Hilapok, Buchtar Tabuni, Irwanus Uropmabin, Stevanus Itlay alias Steven Itlay, dan Agus Kossay. Ketujuhnya merupakan pentolan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Baca Juga :  KPU Boven Digoel Masih Tunggu Putusan KPU RI

Sebelumnya, tujuh orang terduga makar ini dijerat dengan Pasal 106 Jo Pasal 187 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1, 2 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 66 UU nomor 24 tahun 2009 dan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 187 KUHP dan Pasal 365 KUHP dan atau Pasal 170 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1951 dan atau Pasal 213 dan 214 KUHP Jo Pasal 55, 56 dan 64 KUHP. 

Sementara itu, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua menilai kebijakan Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait pemindahan pemeriksaan terhadap 7 Tapol di Pengadilan Negeri Balikpapan merupakan tindakan diskriminasi.

Koordinator Litigasi Emanuel Gobay menyebut adanya kekhawatiran sehingga 7 Tapol tersebut disidangkan di luar Papua. Padahal sejak Oktober tahun 2019 hingga saat ini kondisi persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura aman-aman saja.

Dikatakan, terkait kebijakan pemindahan 7 Tapol ke Kaltim, persoalan pemenuhan hak-hak 7 Tapol Papua yang mendekam di Rutan Lapas Kaltim dan beberapa persoalan lainnya menjadi dasar bagi Koalisi Penegak Hukum dan HAM papua selaku Penasehat Hukum 7 Tapol Papua yang akan disampaikan kepada Kajati Papua untuk mencari solusi yang terbaik dalam proses hukum pemeriksaan 7 Tapol Papua selanjutnya. 

Baca Juga :  Kompor Meledak, 50-an Unit Rumah Terbakar

“Dalam rangka itu, pada 22 Januari 2020, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua melayangkan surat audensi kepada Kajati Papua. Dalam surat audensi tersebut, Koalisi menyebutkan waktu audensi,” terangnya. 

Mengingat tujuan audensinya bertemu langsung dengan Kajati Papua untuk menyampaikan beberapa hal mendasar, koalisi mengagendakan pertemuan langsung dengan Kajati Papua. Namun itu tidak terpenuhi, malah mengarahkan Koalisi untuk bertemu dengan bagian Protokoler Kajati Papua.

“Berdasarkan sikap Kajati Papua, kami menilai bahwa Kajati Papua menutup diri dengan Koalisi Penegak hukum dan HAM Papua selaku penasehat hukum 7 Tapol Papua,” ucapnya.

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku Penasehat Hukum 7 Tapol Papua menegaskan kebijakan Mahkama Agung Republik Indonesia terkait pemindahan pemeriksaan terhadap 7 Tapol di Pengadilan Negeri Balikpapan merupakan tindakan diskriminasi secara sistematik yang dilakukan oleh Kajari Jayapura, Kajati Papua, Kepala PN Jayapura dan Mahkama Agung Republik Indonesia terhadap 7 Tapol Papua.

Kebijakan pemeriksaan 7 Tapol Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan melanggar asas peradilan yang sederhana, cepat, ringan dan biaya murah sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat (4), UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pengadilan Negeri Balikpapan tidak berwenang mengadili 7 Tapol Papua karena kondisi persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura sejak Oktober 2019-Januari 2020 berjalan secara aman.(fia/nat)

Liberth ( FOTO: Elfira/Cepos)

JAYAPURA- Rabu (29/1), tujuh tersangka makar terkait dengan kerusuhan di Jayapura pada 29 Agustus tahun 2019 dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur.

Kasi Intel Kejaksaan Negeri Jayapura Liberth menyampaikan, usai pelimpahan tersebut selanjutnya tim menunggu penetapan hari sidang. 

“Kalau sudah ada penetapan dari Pengadilan Balikpapan tentang hari sidang, maka langsung dilaksanakan sidang,” ucapnya kepada Cenderawasih Pos, Rabu (29/1).

Adapun tim yang menangani kasus ini lanjut Liberth yakni dari Kejaksaan Tinggi Papua dan dipadukan dengan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jayapura.

Ia juga memastikan bahwa kondisi 7 tersangka kasus makar tersebut dalam kondisi sehat dan diperlakukan dengan baik.

“Kasus ini mendapat atensi langsung dari pimpinan Kejaksaan Agung untuk menanganinya secara serius,” ucapnya.

Terkait dengan adanya permintaan dari keluarga tersangka agar kasus tersebut disidangkan di Papua, Liberth menyampaikan bahwa itu menjadi wewenang atasan. Namun alasan perkara ini disidangkan di Kalimantan Timur untuk menjaga keamanan dan hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga proses persidangannya dilakukan di luar Papua.

Adapun ketujuh tersangka kasus makar yakni Fery Kombo, Alexander Gobay, Hengki Hilapok, Buchtar Tabuni, Irwanus Uropmabin, Stevanus Itlay alias Steven Itlay, dan Agus Kossay. Ketujuhnya merupakan pentolan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Baca Juga :  Masuk Tahap I, Pelaku Penimbunan Juga Lakukan Pra Peradilan

Sebelumnya, tujuh orang terduga makar ini dijerat dengan Pasal 106 Jo Pasal 187 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1, 2 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 66 UU nomor 24 tahun 2009 dan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 187 KUHP dan Pasal 365 KUHP dan atau Pasal 170 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1951 dan atau Pasal 213 dan 214 KUHP Jo Pasal 55, 56 dan 64 KUHP. 

Sementara itu, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua menilai kebijakan Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait pemindahan pemeriksaan terhadap 7 Tapol di Pengadilan Negeri Balikpapan merupakan tindakan diskriminasi.

Koordinator Litigasi Emanuel Gobay menyebut adanya kekhawatiran sehingga 7 Tapol tersebut disidangkan di luar Papua. Padahal sejak Oktober tahun 2019 hingga saat ini kondisi persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura aman-aman saja.

Dikatakan, terkait kebijakan pemindahan 7 Tapol ke Kaltim, persoalan pemenuhan hak-hak 7 Tapol Papua yang mendekam di Rutan Lapas Kaltim dan beberapa persoalan lainnya menjadi dasar bagi Koalisi Penegak Hukum dan HAM papua selaku Penasehat Hukum 7 Tapol Papua yang akan disampaikan kepada Kajati Papua untuk mencari solusi yang terbaik dalam proses hukum pemeriksaan 7 Tapol Papua selanjutnya. 

Baca Juga :  Pembahasan Revisi UU Otsus Sudah Final

“Dalam rangka itu, pada 22 Januari 2020, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua melayangkan surat audensi kepada Kajati Papua. Dalam surat audensi tersebut, Koalisi menyebutkan waktu audensi,” terangnya. 

Mengingat tujuan audensinya bertemu langsung dengan Kajati Papua untuk menyampaikan beberapa hal mendasar, koalisi mengagendakan pertemuan langsung dengan Kajati Papua. Namun itu tidak terpenuhi, malah mengarahkan Koalisi untuk bertemu dengan bagian Protokoler Kajati Papua.

“Berdasarkan sikap Kajati Papua, kami menilai bahwa Kajati Papua menutup diri dengan Koalisi Penegak hukum dan HAM Papua selaku penasehat hukum 7 Tapol Papua,” ucapnya.

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku Penasehat Hukum 7 Tapol Papua menegaskan kebijakan Mahkama Agung Republik Indonesia terkait pemindahan pemeriksaan terhadap 7 Tapol di Pengadilan Negeri Balikpapan merupakan tindakan diskriminasi secara sistematik yang dilakukan oleh Kajari Jayapura, Kajati Papua, Kepala PN Jayapura dan Mahkama Agung Republik Indonesia terhadap 7 Tapol Papua.

Kebijakan pemeriksaan 7 Tapol Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan melanggar asas peradilan yang sederhana, cepat, ringan dan biaya murah sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat (4), UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pengadilan Negeri Balikpapan tidak berwenang mengadili 7 Tapol Papua karena kondisi persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura sejak Oktober 2019-Januari 2020 berjalan secara aman.(fia/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya