Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

KPK Dinilai Lakukan Kesalahan

Dalam Menetapkan Status Tersangka Lukas Enembe

JAYAPURA – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe, pada Kamis (27/4) lalu.

Adapun agenda sidang gugatan praperadilan adalah pembacaan duplik dari termohon atau dari KPK, pembuktian dari pemohon dan termohon serta mendengarkan keterangan saksi ahli, yang diajukan pemohon.

Anggota Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) Petrus Bala Pattyona mengatakan, dari hasil sidang Kamis (27/4) dan Jumat (28/4). Pihaknya melihat KPK telah melakukan kesalahan pada saat menetapkan status tersangka terhadap Lukas Enembe.

Sebagaimana kata Petrus, Lukas Enembe dijadikan tersangka pada tanggal 5 September 2022. Dengan laporan dugaan tindak pidana pada tanggal 1 September 2022.

“KPK membuat dugaan tindak pidana pada tanggal 1 September 2022, lalu menetapkan klien kami sebagai tersangka pada 5 September 2022. Masalahnya, dalam proses penyelidikan selama tanggal 1 sampai 5 September. Tidak ada saksi atau bukti bukti yang bisa digunakan untuk menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi,” kata Petrus yang didampingi Cryprus A Tatali, Petrus Jaru, Cosmas Refra, Antonius Eko Nugroho, Emanuel Herdyanto MG, Abd Aziz Saleh, Anggara Suwahyu, Michael Himan, Dessy Widyawati, Sapar Sujud, Davy Helkiah Radjawane. Jumat (28/4).

Lanjutnya, dalam sidang terungkap, KPK menggunakan keterangan saksi- saksi yang berjumlah 13 orang yang diperiksa pada Agustus 2022. Dalam dugaan penyalahgunaan dana APBD, sebagai saksi dan bukti, untuk menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan grarifikasi.

Baca Juga :  Masih Bungkam Soal Asal Amunisi

  “Laporan tindak pidana di bulan Agustus itu untuk penyalahgunaan APBD Provinsi Papua tahun 2018-2021, laporan pidananya bukan pasal 11 dan 12 UU Tipikor atau pasal gratifikasi yang digunakan KPK untuk menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka. Tetapi pasal tentang suap dan penyalahgunaan dana APBD,” tegasnya.

Menurutnya, saksi-saksi yang di BAP pasal penyalahgunaan dana APBD dipakai untuk kasus gratifikasi. Sehingga letak kesalahannya ada di situ.

Seharusnya kata Petrus, KPK memanggil dan memeriksa saksi saksi yang berkaitan dengan kasus dugaan gratifikasinya, bukan keterangan saksi-saksi dalam kasus penyalahgunaan dana APBD yang dimasukkan dan dijadikan saksi dalam kasus dugaan gratifikasi.

“Memang para saksi yang diperiksa dikasus penyalahgunaan dana APBD itu mengerti tentang kejadian gratifikasi ?,” tanya Petrus.

Selain itu, Petrus juga membeberkan kesalahan lain dari KPK yakni soal perpanjangan penahanan terhadap Lukas Enembe yang merupakan perintah dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung). Padahal, kliennya tidak pernah ditahan atau berurusan dengan pihak Kejagung.  “Sejak kapan Lukas Enembe diperiksa oleh kejaksaan ?,” pungkasnya.

Sementara itu, KPK kembali sita aset tersangka LE senilai Rp 60,3 M. Setidaknya tujuh aset bernilai ekonomis yang diduga milik ataupun terkait dengan tersangka Gubernur non aktif itu.

Baca Juga :  Kapolres Diminta Segera Adaptasi di Tahun Politik

Adapun nilai aset mencapai kisaran Rp 60, 3 M dalam bentuk, diantarnya sebidang tanah dan bangunan di atasnya berupa hotel yang berlokasi di Jalan S. Condronegoro Kelurahan Angkasapura Kecamatan Jayapura Utara.  Tanah seluas 2.000 m² beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Kel. Doyo Baru, Kec. Sentani, Kabupaten Jayapura.

Tanah seluas 682 m2 beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Kel. Entrop Kecamatan Jayapura Selatan. Tanah seluas 2.199 m² beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Desa Doyo Baru, Kecamatan Waibu, Kabupaten Jayapura. Satu unit Apartemen The Groove Masterpiece Jakarta Selatan yang berlokasi di Setiabudi, Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta.

Rumah Cluster Violin 3, Golf Island, Jl Pantai Indah Barat, PIK Kel Kamal Muara kec. Penjaringan Kota Jakarta Utara dan tanah seluas 862 m2 beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Babakan Lebak Kel. Balumbang Jaya, Kec. Bogor Barat Kota Bogor.

Jubir KPK Ali Fikri menyampaikan, hal itu dilakukan dengan penyitaan sejumlah uang dari berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dengan perkara ini.

” KPK berkomitmen tuntaskan perkara ini dengan terus kembangkan data yang kami miliki,” pungkasnya. (fia/wen)

Dalam Menetapkan Status Tersangka Lukas Enembe

JAYAPURA – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe, pada Kamis (27/4) lalu.

Adapun agenda sidang gugatan praperadilan adalah pembacaan duplik dari termohon atau dari KPK, pembuktian dari pemohon dan termohon serta mendengarkan keterangan saksi ahli, yang diajukan pemohon.

Anggota Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) Petrus Bala Pattyona mengatakan, dari hasil sidang Kamis (27/4) dan Jumat (28/4). Pihaknya melihat KPK telah melakukan kesalahan pada saat menetapkan status tersangka terhadap Lukas Enembe.

Sebagaimana kata Petrus, Lukas Enembe dijadikan tersangka pada tanggal 5 September 2022. Dengan laporan dugaan tindak pidana pada tanggal 1 September 2022.

“KPK membuat dugaan tindak pidana pada tanggal 1 September 2022, lalu menetapkan klien kami sebagai tersangka pada 5 September 2022. Masalahnya, dalam proses penyelidikan selama tanggal 1 sampai 5 September. Tidak ada saksi atau bukti bukti yang bisa digunakan untuk menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi,” kata Petrus yang didampingi Cryprus A Tatali, Petrus Jaru, Cosmas Refra, Antonius Eko Nugroho, Emanuel Herdyanto MG, Abd Aziz Saleh, Anggara Suwahyu, Michael Himan, Dessy Widyawati, Sapar Sujud, Davy Helkiah Radjawane. Jumat (28/4).

Lanjutnya, dalam sidang terungkap, KPK menggunakan keterangan saksi- saksi yang berjumlah 13 orang yang diperiksa pada Agustus 2022. Dalam dugaan penyalahgunaan dana APBD, sebagai saksi dan bukti, untuk menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan grarifikasi.

Baca Juga :  Kapolda Papua Pimpin Apel dan Doa Lintas Agama 

  “Laporan tindak pidana di bulan Agustus itu untuk penyalahgunaan APBD Provinsi Papua tahun 2018-2021, laporan pidananya bukan pasal 11 dan 12 UU Tipikor atau pasal gratifikasi yang digunakan KPK untuk menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka. Tetapi pasal tentang suap dan penyalahgunaan dana APBD,” tegasnya.

Menurutnya, saksi-saksi yang di BAP pasal penyalahgunaan dana APBD dipakai untuk kasus gratifikasi. Sehingga letak kesalahannya ada di situ.

Seharusnya kata Petrus, KPK memanggil dan memeriksa saksi saksi yang berkaitan dengan kasus dugaan gratifikasinya, bukan keterangan saksi-saksi dalam kasus penyalahgunaan dana APBD yang dimasukkan dan dijadikan saksi dalam kasus dugaan gratifikasi.

“Memang para saksi yang diperiksa dikasus penyalahgunaan dana APBD itu mengerti tentang kejadian gratifikasi ?,” tanya Petrus.

Selain itu, Petrus juga membeberkan kesalahan lain dari KPK yakni soal perpanjangan penahanan terhadap Lukas Enembe yang merupakan perintah dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung). Padahal, kliennya tidak pernah ditahan atau berurusan dengan pihak Kejagung.  “Sejak kapan Lukas Enembe diperiksa oleh kejaksaan ?,” pungkasnya.

Sementara itu, KPK kembali sita aset tersangka LE senilai Rp 60,3 M. Setidaknya tujuh aset bernilai ekonomis yang diduga milik ataupun terkait dengan tersangka Gubernur non aktif itu.

Baca Juga :  Video itu Asli dan Bukan Editan

Adapun nilai aset mencapai kisaran Rp 60, 3 M dalam bentuk, diantarnya sebidang tanah dan bangunan di atasnya berupa hotel yang berlokasi di Jalan S. Condronegoro Kelurahan Angkasapura Kecamatan Jayapura Utara.  Tanah seluas 2.000 m² beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Kel. Doyo Baru, Kec. Sentani, Kabupaten Jayapura.

Tanah seluas 682 m2 beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Kel. Entrop Kecamatan Jayapura Selatan. Tanah seluas 2.199 m² beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Desa Doyo Baru, Kecamatan Waibu, Kabupaten Jayapura. Satu unit Apartemen The Groove Masterpiece Jakarta Selatan yang berlokasi di Setiabudi, Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta.

Rumah Cluster Violin 3, Golf Island, Jl Pantai Indah Barat, PIK Kel Kamal Muara kec. Penjaringan Kota Jakarta Utara dan tanah seluas 862 m2 beserta bangunan di atasnya yang berlokasi di Babakan Lebak Kel. Balumbang Jaya, Kec. Bogor Barat Kota Bogor.

Jubir KPK Ali Fikri menyampaikan, hal itu dilakukan dengan penyitaan sejumlah uang dari berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dengan perkara ini.

” KPK berkomitmen tuntaskan perkara ini dengan terus kembangkan data yang kami miliki,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya