Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Harus Rampungkan Banyak PR!

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo meneriam tongkat komando dari Presiden Jokowi pada acara pelantikan di Istana Negara, kemarin (27/1).  ( FOTO: Krishadiyanto/SETPRES)

Presiden Lantik Listyo Jadi Kapolri

JAKARTA, Jawa Pos – Listyo Sigit Prabowo kemarin (27/1) dilantik menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Presiden Joko Widodo melakukan pelantikan Kapolri di Istana Negara. Ada banyak pekerjaan rumah yang menjadi harus diselesaikannya. 

 ”Kami berangkat dari potret Polri di mata masyarakat dana pa yang jadi harapan masyarakat,” ujar Listyo seusai dilantik. Dia ingin menampilkan wajah Polri yang tegas namun humanis. Selain itu juga ingin menunjukkan bagaimana institusinya dapat memberikan pelayanan publik yang baik, transparan, dan adil. 

 Listyo merupakan calon tunggal yang diusulkan pemerintah. Setelah melakukan fit and proper test oleh Komisi III DPR RI, akhirnya dia menjadi Kapolri ke-25. Pelantikan Listyo Sigit dilakukan dengan berlandaskan pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 5/POLRI Tahun 2021 Tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Keppres tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2021.

                Pria kelahiran Ambon, 5 Mei 1969 merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1991. Sebelum dilantik sebagai Kapolri, Listyo menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sejak 6 Desember 2019. Dalam kesempatan tersebut, Listyo mendapat kenaikan pangkat dalam golongan perwira tinggi Polri berdasarkan Keppres Nomor 7/POLRI Tahun 2021 yang ditetapkan di Jakarta pada 27 Januari 2021. Melalui Keppres tersebut, Listyo memperoleh kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi menjadi Jenderal Polisi. 

”Saya akan melaksanakan tugas menghadapi tantangan kedepan,” ujarnya. Dia pun berencana akan menyesuaikan dengan situasi pandemic Covid-19 dalam melaksanakan kegiatan. Selain itu dia berjanji untuk menjaga stabilitas nasional. 

Khairul Fahmi dari Institute  for Security And Strategic Studies (ISESS) menuturkan, Jenderal Listyo sebagai kapolri baru harus cepat menyelesaikan berbagai persoalan. Sinergi antara Polri dengan TNI merupakan salah satu tantangan. ”Bagaimana Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjawab tantangan memperkuat hubungan TNI dan Polri yang oleh publik kerap dilihat sebagai bara dalam sekam,” ungkap dia kemarin.

Persoalan antara TNI dengan Polri, lanjut Fahmi, bisa dilihat dari sejarah panjang kedua institusi tersebut. Selain itu, tampak pula dari beragam persoalan yang muncul di level akar rumput. ”Gesekan di akar rumput itu penyakit kambuhan,” kata dia. Sebabnya lantaran persoalan tersebut tidak pernah ‘diobati’ dengan baik. Sehingga tidak jarang muncul persoalan.  

Insiden Ciracas yang belum lama terjadi. Pemicunya hal sederhana. Bahkan terbukti hoaks. Namun demikian, dampaknya luar biasa besar. Masyarakat yang tidak tahu-menahu turut jadi korban. Untuk itu, Fahmi berharap Listyo bisa menyelesaikan persoalan tersebut. ”Itu bukan persoalan yang bisa diselesaikan Cuma lewat aksi foto, nyanyi bareng, dan pidato-pidato yang bertema sinergitas,” imbuhnya.

Baca Juga :  Diresmikan Hari ini, Seluruh Masyarakat Papua Diundang

Listyo, kata Fahmi, harus bisa memastikan seluruh jajarannya dari level atas sampai bawah bisa bekerja sama dengan TNI. Dia pun menambahkan, bila perlu dilahirkan undang-undang yang mengatur keamanan nasional. Sehingga tidak ada lagi wilayah abu-abu di antara TNI dan Polri dalam urusan tersebut.

Menurut saya, bukti konkrit harmonisasi adalah  jika UU Keamanan Nasional bisa dihadirkan dan di dalamnya mengatur distribusi tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas di antara kedua lembaga. Sayangnya, jangankan urusan sebesar itu, urusan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme saja masih gaduh. Sebab, dia menilai, salah satu polemik di antara kedua institusi itu terkait keamanan nasional.

Siapa pemegang mandat sebagai leading sector keamanan nasional? Kata Fahmi, sampai saat ini polemik itu belum tuntas. Sehingga tidak jarang pula memicu lahirnya masalah antara Polri dengan TNI. ”Artinya, TNI dan Polri secara politis masih terus berebut posisi, siapa yang menjadi tuan dalam urusan keamanan nasional,” jelasnya.

Untuk itu, sambung Fahmi, patut ditunggu gebrakan yang bakal dilakukan Listyo berkaitan dengan hal tersebut. Dengan bekal sebagai perwira tinggi Polri yang termasuk muda, dia berharap Listyo mampu bekerja cepat, menyelesaikan masalah baik yang ada di tubuh maupun di luar Polri, memberikan kinerja terbaik untuk masyarakat.

Pengamat lainnya, Bambang Rukminto menjelaskan, ini momentum pembuktian bahwa Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan memberikan perubahan yang diharapkan. Khususnya, terkait regenerasi di tubuh kepolisian. ”yang selama in merit system tidak digunakan dengan maksimal,” tuturnya. 

Promosi-promosi jabatan hanya dilakukan karena kedekatan harus diubah. Menjadi ukuran-ukuran professional seperti, prestasi dan kompetensi. ”Jangan sampai yang dekat dan punya duit banyak yang lebih cepat naik jabatan,” tegasnya. 

Karena tidak adanya merit system itulah terkadang ada yang salah paham. Salah mengira bahwa terjadi diskriminasi di tubuh Polri. ”Diskriminasi itu tidak ada, tapi yang ada tidak menggunakan merit system,” terangnya. 

Dia menuturkan, bila Jenderal Listyo mampu untuk menerapkan merit system di Polri. Pantaslah, bila semua menyebutnya sebagai bapak merit system Polri. ”Layak kalau benar-benar diwujudkan,” terangnya kemarin. 

Komisi III mengingatkan ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan Kapolri dalam menjalankan program-program yang sudah disampaikan di fit and proper test pekan lalu. Khususnya soal pengaktifan kembali Pam Swakarsa.

Baca Juga :  Polres Jajaran Harus Pastikan Lebaran Aman

Pam Swakarsa masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama karena pandangan masyarakat umum terhadap Pam Swakarsa tahun 1998. Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menyatakan bahwa penghidupan bisa dilakukan asal mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk historis tersebut.

“Kalaupun program ini dilanjutkan, ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan,” terangnya kemarin. Antara lain, bahwa pembentukan Pam Swakarsa jangan sampai menjadi alat kekuasaan yang bisa berbenturan dengan kepentingan masyarakat umum. Kewenangannya perlu diatur agar tidak kebablasan dan justru berisiko menurunkan nilai demokrasi.

Ini berlaku juga untuk satuan pengamanan yang sudah terbentuk di masyarakat. Dia berharap supaya satuan tersebut tidak melebihi kewenangan ketika sudah dilegitimasi oleh kepolisian, sehingga pembinaan dan pengawasan Polri juga harus diperkuat. Jangan sampai legitimasi justru membuat pengamanan masyarakat lebih sewenang-wenang dan represif. 

“Saya mengharapkan pengalaman masa lalu menjadi pembelajaran bagi pembentukan Pam Swakarsa kali ini, mari kita kawal kegiatan ini agar tidak keluar koridornya,” jelas Pangeran.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengatakan, pihaknya mengucapkan selamat atas dilantiknya Jenderal Sigit sebagai kapolri baru. Pemuda Muhammadiyah menunggu kerja besar Sigit dalam membangun institusi Polri. Dia berharap Sigit bisa menjalankan fungsi penegakan hukum yang responsif terhadap isu gangguan keamanan dan pola kejahatan yang makin kompleks. “Serta menitikberatkan pada partisipasi masyarakat,” terang pria yang akrab disapa Cak Nanto itu.

Menurut dia, jangan sampai gagasan transformasi Polri Presisi hanya menjadi narasi baik tanpa implementasi penegakan hukum yang transparan, humanis, bertanggungjawab dan berdiri diatas semua golongan. 

Secara khusus, kata Cak Nanto, Pemuda Muhammadiyah meminta Jenderal Sigit untuk berhati-hati dan bisa memberikan penjelasan pada publik terkait rencana pengaktifkan kembali Pam Swakarsa. Sebab, seluruh masyarakat Indonesia hingga saat ini masih trauma dengan istilah Pam Swakarsa. “Yang saat order baru menjadi alat politik rezim dalam membungkam kebebasan sipil,” tuturnya. 

Pemuda Muhammadiyah menyarankan kapolri baru untuk lebih massif melakukan komunikasi ke elemen-elemen masyarakat, seperti pemimpin agama, tokoh bangsa dan tokoh masyarakat. Tujuannya, kata dia, untuk menyerap segala kegelisahan terkait dengan penegakan hukum dan menjelaskan secara gambang berbagai agenda kerja penegakan hukum. 

Prial asal Sumenep, Madura itu mengatakan, berbagai keraguan, kesalahpahaman dan ketidaktahuan masyarakat akan insitusi Polri sebagai penegak hukum harus segera diselesaikan. “Penegakan hukum tanpa pandang bulu, tak hanya tajam ke bawah namun juga ke atas,” pungkasnya. (lyn/syn/idr/deb/lum)

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo meneriam tongkat komando dari Presiden Jokowi pada acara pelantikan di Istana Negara, kemarin (27/1).  ( FOTO: Krishadiyanto/SETPRES)

Presiden Lantik Listyo Jadi Kapolri

JAKARTA, Jawa Pos – Listyo Sigit Prabowo kemarin (27/1) dilantik menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Presiden Joko Widodo melakukan pelantikan Kapolri di Istana Negara. Ada banyak pekerjaan rumah yang menjadi harus diselesaikannya. 

 ”Kami berangkat dari potret Polri di mata masyarakat dana pa yang jadi harapan masyarakat,” ujar Listyo seusai dilantik. Dia ingin menampilkan wajah Polri yang tegas namun humanis. Selain itu juga ingin menunjukkan bagaimana institusinya dapat memberikan pelayanan publik yang baik, transparan, dan adil. 

 Listyo merupakan calon tunggal yang diusulkan pemerintah. Setelah melakukan fit and proper test oleh Komisi III DPR RI, akhirnya dia menjadi Kapolri ke-25. Pelantikan Listyo Sigit dilakukan dengan berlandaskan pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 5/POLRI Tahun 2021 Tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Keppres tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 2021.

                Pria kelahiran Ambon, 5 Mei 1969 merupakan lulusan Akademi Kepolisian tahun 1991. Sebelum dilantik sebagai Kapolri, Listyo menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sejak 6 Desember 2019. Dalam kesempatan tersebut, Listyo mendapat kenaikan pangkat dalam golongan perwira tinggi Polri berdasarkan Keppres Nomor 7/POLRI Tahun 2021 yang ditetapkan di Jakarta pada 27 Januari 2021. Melalui Keppres tersebut, Listyo memperoleh kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi menjadi Jenderal Polisi. 

”Saya akan melaksanakan tugas menghadapi tantangan kedepan,” ujarnya. Dia pun berencana akan menyesuaikan dengan situasi pandemic Covid-19 dalam melaksanakan kegiatan. Selain itu dia berjanji untuk menjaga stabilitas nasional. 

Khairul Fahmi dari Institute  for Security And Strategic Studies (ISESS) menuturkan, Jenderal Listyo sebagai kapolri baru harus cepat menyelesaikan berbagai persoalan. Sinergi antara Polri dengan TNI merupakan salah satu tantangan. ”Bagaimana Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjawab tantangan memperkuat hubungan TNI dan Polri yang oleh publik kerap dilihat sebagai bara dalam sekam,” ungkap dia kemarin.

Persoalan antara TNI dengan Polri, lanjut Fahmi, bisa dilihat dari sejarah panjang kedua institusi tersebut. Selain itu, tampak pula dari beragam persoalan yang muncul di level akar rumput. ”Gesekan di akar rumput itu penyakit kambuhan,” kata dia. Sebabnya lantaran persoalan tersebut tidak pernah ‘diobati’ dengan baik. Sehingga tidak jarang muncul persoalan.  

Insiden Ciracas yang belum lama terjadi. Pemicunya hal sederhana. Bahkan terbukti hoaks. Namun demikian, dampaknya luar biasa besar. Masyarakat yang tidak tahu-menahu turut jadi korban. Untuk itu, Fahmi berharap Listyo bisa menyelesaikan persoalan tersebut. ”Itu bukan persoalan yang bisa diselesaikan Cuma lewat aksi foto, nyanyi bareng, dan pidato-pidato yang bertema sinergitas,” imbuhnya.

Baca Juga :  Komnas HAM Pelajari Pengaduan Keluarga Korban

Listyo, kata Fahmi, harus bisa memastikan seluruh jajarannya dari level atas sampai bawah bisa bekerja sama dengan TNI. Dia pun menambahkan, bila perlu dilahirkan undang-undang yang mengatur keamanan nasional. Sehingga tidak ada lagi wilayah abu-abu di antara TNI dan Polri dalam urusan tersebut.

Menurut saya, bukti konkrit harmonisasi adalah  jika UU Keamanan Nasional bisa dihadirkan dan di dalamnya mengatur distribusi tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas di antara kedua lembaga. Sayangnya, jangankan urusan sebesar itu, urusan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme saja masih gaduh. Sebab, dia menilai, salah satu polemik di antara kedua institusi itu terkait keamanan nasional.

Siapa pemegang mandat sebagai leading sector keamanan nasional? Kata Fahmi, sampai saat ini polemik itu belum tuntas. Sehingga tidak jarang pula memicu lahirnya masalah antara Polri dengan TNI. ”Artinya, TNI dan Polri secara politis masih terus berebut posisi, siapa yang menjadi tuan dalam urusan keamanan nasional,” jelasnya.

Untuk itu, sambung Fahmi, patut ditunggu gebrakan yang bakal dilakukan Listyo berkaitan dengan hal tersebut. Dengan bekal sebagai perwira tinggi Polri yang termasuk muda, dia berharap Listyo mampu bekerja cepat, menyelesaikan masalah baik yang ada di tubuh maupun di luar Polri, memberikan kinerja terbaik untuk masyarakat.

Pengamat lainnya, Bambang Rukminto menjelaskan, ini momentum pembuktian bahwa Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan memberikan perubahan yang diharapkan. Khususnya, terkait regenerasi di tubuh kepolisian. ”yang selama in merit system tidak digunakan dengan maksimal,” tuturnya. 

Promosi-promosi jabatan hanya dilakukan karena kedekatan harus diubah. Menjadi ukuran-ukuran professional seperti, prestasi dan kompetensi. ”Jangan sampai yang dekat dan punya duit banyak yang lebih cepat naik jabatan,” tegasnya. 

Karena tidak adanya merit system itulah terkadang ada yang salah paham. Salah mengira bahwa terjadi diskriminasi di tubuh Polri. ”Diskriminasi itu tidak ada, tapi yang ada tidak menggunakan merit system,” terangnya. 

Dia menuturkan, bila Jenderal Listyo mampu untuk menerapkan merit system di Polri. Pantaslah, bila semua menyebutnya sebagai bapak merit system Polri. ”Layak kalau benar-benar diwujudkan,” terangnya kemarin. 

Komisi III mengingatkan ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan Kapolri dalam menjalankan program-program yang sudah disampaikan di fit and proper test pekan lalu. Khususnya soal pengaktifan kembali Pam Swakarsa.

Baca Juga :  Tidak Ada Pemeriksaan Swab, Tidak Ada Penambahan Kasus Positif

Pam Swakarsa masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama karena pandangan masyarakat umum terhadap Pam Swakarsa tahun 1998. Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menyatakan bahwa penghidupan bisa dilakukan asal mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk historis tersebut.

“Kalaupun program ini dilanjutkan, ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan,” terangnya kemarin. Antara lain, bahwa pembentukan Pam Swakarsa jangan sampai menjadi alat kekuasaan yang bisa berbenturan dengan kepentingan masyarakat umum. Kewenangannya perlu diatur agar tidak kebablasan dan justru berisiko menurunkan nilai demokrasi.

Ini berlaku juga untuk satuan pengamanan yang sudah terbentuk di masyarakat. Dia berharap supaya satuan tersebut tidak melebihi kewenangan ketika sudah dilegitimasi oleh kepolisian, sehingga pembinaan dan pengawasan Polri juga harus diperkuat. Jangan sampai legitimasi justru membuat pengamanan masyarakat lebih sewenang-wenang dan represif. 

“Saya mengharapkan pengalaman masa lalu menjadi pembelajaran bagi pembentukan Pam Swakarsa kali ini, mari kita kawal kegiatan ini agar tidak keluar koridornya,” jelas Pangeran.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengatakan, pihaknya mengucapkan selamat atas dilantiknya Jenderal Sigit sebagai kapolri baru. Pemuda Muhammadiyah menunggu kerja besar Sigit dalam membangun institusi Polri. Dia berharap Sigit bisa menjalankan fungsi penegakan hukum yang responsif terhadap isu gangguan keamanan dan pola kejahatan yang makin kompleks. “Serta menitikberatkan pada partisipasi masyarakat,” terang pria yang akrab disapa Cak Nanto itu.

Menurut dia, jangan sampai gagasan transformasi Polri Presisi hanya menjadi narasi baik tanpa implementasi penegakan hukum yang transparan, humanis, bertanggungjawab dan berdiri diatas semua golongan. 

Secara khusus, kata Cak Nanto, Pemuda Muhammadiyah meminta Jenderal Sigit untuk berhati-hati dan bisa memberikan penjelasan pada publik terkait rencana pengaktifkan kembali Pam Swakarsa. Sebab, seluruh masyarakat Indonesia hingga saat ini masih trauma dengan istilah Pam Swakarsa. “Yang saat order baru menjadi alat politik rezim dalam membungkam kebebasan sipil,” tuturnya. 

Pemuda Muhammadiyah menyarankan kapolri baru untuk lebih massif melakukan komunikasi ke elemen-elemen masyarakat, seperti pemimpin agama, tokoh bangsa dan tokoh masyarakat. Tujuannya, kata dia, untuk menyerap segala kegelisahan terkait dengan penegakan hukum dan menjelaskan secara gambang berbagai agenda kerja penegakan hukum. 

Prial asal Sumenep, Madura itu mengatakan, berbagai keraguan, kesalahpahaman dan ketidaktahuan masyarakat akan insitusi Polri sebagai penegak hukum harus segera diselesaikan. “Penegakan hukum tanpa pandang bulu, tak hanya tajam ke bawah namun juga ke atas,” pungkasnya. (lyn/syn/idr/deb/lum)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya