Saturday, April 27, 2024
25.7 C
Jayapura

AMAN Dorong Kader Masyarakat Adat Berpartisipasi di Politik

SENTANI-Yo Riyaa (sarasehan) yang dilaksanakan di Helebhey Obhe, Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, memotret praktik-praktik demokrasi masyarakat adat,  baik dari aspek kelembagaan adat, partisipasi masyarakat adat hingga praktik-praktik pranata adat dalam kehidupan berdemokrasi.

Dalam konteks politik di tingkat lokal, praktik demokrasi masyarakat adat turut menentukan dinamika politik di daerah. Selain itu, Yo Riyaa ini akan memberikan rekomendasi terhadap pelaksanaan politik elektoral di Indonesia yang lebih berpihak terhadap masyarakat adat.

Sekjen AMAN Pusat Urusan Politik, Erasmus Cahyadi mengatakan, seluruh penggiat dan bahkan masyarakat adat sangat mengharapkan adanya keterwakilan masyarakat adat dalam parlemen, legislatif baik di tingkat kabupaten, kota maupun provinsi hingga pusat.

Tetapi untuk memasuki tahap politik praktis dan menduduki kursi panas ini dibutuhkan sebuah kendaraan politik,  sebagai fasilitas penunjang, seperti yang diamanatkan dalam undang-undang Pemilu saat ini.

“Selama ini, AMAN tetap mendorong kader masyarakat adat dapat berpartisipasi dalam politik melalui fasilitas partai yang ada, ” ujar Erasmus di Sentani, Rabu (26/10).

Baca Juga :  Satu Orang Sopir Hingga kini Belum Ditemukan Usai Dianiaya

Erasmus juga mengatakan, sejauh ini yang di dorong oleh AMAN kepada kader masyarakat adat untuk menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan.  Baik di eksekutif maupun legislatif, bahkan ada yang menjadi pimpinan daerah setingkat bupati dari kader masyarakat adat.

“Yang terpenting adalah, dengan kehadiran kader masyarakat adat dalam pemerintahan, mereka berhasil lahirkan produk hukum yang berpihak kepada masyarakat adat seperti perda-perda masyarakat adat. Tantangannya adalah, tidak hanya melahirkan perda bagi masyarakat adat, tetapi juga mampu mengimplementasikan di tengah masyarakat adat, ” ujarnya.

Menurutnya, dalam kendaraan politik di Indonesia, ada dua Provinsi yang mendapat perlakuan kusus, Aceh dan Papua melalui Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus). Sementara daerah lain tidak mendapat hal yang sama seperti dua saudaranya yang di ujung timur maupun barat Indonesia.

Oleh karena itu dalam forum Yo Riyaa saat ini, ada usulan masyarakat adat agar keterwakilan masyarakat adat ada dalam parlemen, legislatif kabupaten, kota dan provinsi melalui usulan atau pengangkatan yang tidak menggunakan kendaraan politik.

Baca Juga :  Marinus Yaung Siap Pasang Badan untuk Warga Transmigran Besum

“AMAN menanggapinya sebagai salah satu usulan yang wajib diperjuangkan apabila nantinya menjadi rekomendasi dalam KMAN di Tanah Tabi . Sebab, usulan tersebut bagi daerah non otonomi kusus, ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam setiap regulasi hingga undang-undang dasar negara kita, termasuk undang-undang Pemilu, ” ucapnya.

Sementara itu, Ondofolo Kampung Sereh, Yanto Eluay sependapat dengan sebagian usulan masyarakat adat dari berbagai daerah yang menginginkan adanya keterwakilan masyarakat adat didalam parlemen, baik itu legislatif di tingkat kota, kabupaten hingga provinsi.

Menurutnya , politik praktis bagi masyarakat adat bukan sesuatu yang tabu. Setiap masyarakat harus mampu memilih apa yang akan dilakukan, tetapi secara kusus hak-hak masyarakat adat yang harus dan wajib hukumnya diperhatikan dan diperjuangkan,  apabila ada keterwakilan masyarakat adat dalam parlemen.(roy/ary)

SENTANI-Yo Riyaa (sarasehan) yang dilaksanakan di Helebhey Obhe, Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, memotret praktik-praktik demokrasi masyarakat adat,  baik dari aspek kelembagaan adat, partisipasi masyarakat adat hingga praktik-praktik pranata adat dalam kehidupan berdemokrasi.

Dalam konteks politik di tingkat lokal, praktik demokrasi masyarakat adat turut menentukan dinamika politik di daerah. Selain itu, Yo Riyaa ini akan memberikan rekomendasi terhadap pelaksanaan politik elektoral di Indonesia yang lebih berpihak terhadap masyarakat adat.

Sekjen AMAN Pusat Urusan Politik, Erasmus Cahyadi mengatakan, seluruh penggiat dan bahkan masyarakat adat sangat mengharapkan adanya keterwakilan masyarakat adat dalam parlemen, legislatif baik di tingkat kabupaten, kota maupun provinsi hingga pusat.

Tetapi untuk memasuki tahap politik praktis dan menduduki kursi panas ini dibutuhkan sebuah kendaraan politik,  sebagai fasilitas penunjang, seperti yang diamanatkan dalam undang-undang Pemilu saat ini.

“Selama ini, AMAN tetap mendorong kader masyarakat adat dapat berpartisipasi dalam politik melalui fasilitas partai yang ada, ” ujar Erasmus di Sentani, Rabu (26/10).

Baca Juga :  Harga Beras Naik, Warga Bisa Konsumsi Pangan Lokal

Erasmus juga mengatakan, sejauh ini yang di dorong oleh AMAN kepada kader masyarakat adat untuk menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan.  Baik di eksekutif maupun legislatif, bahkan ada yang menjadi pimpinan daerah setingkat bupati dari kader masyarakat adat.

“Yang terpenting adalah, dengan kehadiran kader masyarakat adat dalam pemerintahan, mereka berhasil lahirkan produk hukum yang berpihak kepada masyarakat adat seperti perda-perda masyarakat adat. Tantangannya adalah, tidak hanya melahirkan perda bagi masyarakat adat, tetapi juga mampu mengimplementasikan di tengah masyarakat adat, ” ujarnya.

Menurutnya, dalam kendaraan politik di Indonesia, ada dua Provinsi yang mendapat perlakuan kusus, Aceh dan Papua melalui Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus). Sementara daerah lain tidak mendapat hal yang sama seperti dua saudaranya yang di ujung timur maupun barat Indonesia.

Oleh karena itu dalam forum Yo Riyaa saat ini, ada usulan masyarakat adat agar keterwakilan masyarakat adat ada dalam parlemen, legislatif kabupaten, kota dan provinsi melalui usulan atau pengangkatan yang tidak menggunakan kendaraan politik.

Baca Juga :  BTM Pimpin Operasi Yustisi, 177 Pelanggar Dirapid Antigen

“AMAN menanggapinya sebagai salah satu usulan yang wajib diperjuangkan apabila nantinya menjadi rekomendasi dalam KMAN di Tanah Tabi . Sebab, usulan tersebut bagi daerah non otonomi kusus, ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam setiap regulasi hingga undang-undang dasar negara kita, termasuk undang-undang Pemilu, ” ucapnya.

Sementara itu, Ondofolo Kampung Sereh, Yanto Eluay sependapat dengan sebagian usulan masyarakat adat dari berbagai daerah yang menginginkan adanya keterwakilan masyarakat adat didalam parlemen, baik itu legislatif di tingkat kota, kabupaten hingga provinsi.

Menurutnya , politik praktis bagi masyarakat adat bukan sesuatu yang tabu. Setiap masyarakat harus mampu memilih apa yang akan dilakukan, tetapi secara kusus hak-hak masyarakat adat yang harus dan wajib hukumnya diperhatikan dan diperjuangkan,  apabila ada keterwakilan masyarakat adat dalam parlemen.(roy/ary)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya