Friday, March 29, 2024
25.7 C
Jayapura

Investigasi Komnas HAM, Demo di Wamena Diduga Terorganisir

PENGUNGSI:  Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey saat melihat korban di lokasi pengungsian di Wamena, Kamis (26/9).( FOTO : Komnas HAM Papua for Cepos)

Korban Meninggal Capai 32 Orang

JAYAPURA-Hasil Investigasi Komisi Nasional (Komnas HAM), demo anarkis yang terjadi di Wamena Ibu Kota Jayawijaya pada 23 September yang menyebabkan 32 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka adalah kejahatan kriminal yang patut diduga terorganisir oleh kelompok yang perlu didalami.

Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua, Frits Ramandey mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM. Ditemukan ada beberapa orang yang bukan anak sekolah masuk ke lingkungan sekolah, Senin (23/9) yang memprovokasi peserta didik lainnya.

“Kami punya bukti itu. Ada dua anak sekolah memberikan testimoni dan kesaksian kepada Komnas HAM bahwa sebelum kerusuhan di Wamena. Ada dua orang yang masuk ke sekolah PGRI, lalu sekelompok orang berada di luar sekolah dan tak lama kemudian  mengambil alih microphone dan menekan para guru lalu memberikan komando pada anak-anak,” tutur Frits kepada Cenderawasih Pos melalui sambungan telepon, Kamis (26/9).

Tak hanya sampai disitu lanjut Frits, sekelompok massa pendemo ini juga memaksa orang lain untuk ikut demo. Jika permintaan mereka tidak dipenuhi, mereka mengancam akan membakar,

“Bayangkan, ada anak-anak sekolah yang ketika disuruh mengikuti demo lalu kemudian mereka tidak mau diancam akan dibakar. Ini kesaksian dari pelajar yang sudah kami mintai keterangannya. Mulai dari Kelas 1 hingga kelas 3 SMA,” paparnya.

Investigasi Komnas HAM juga menemukan peristiwa di Wamena telah dirancang dan diperseiapkan untuk melakukan anarkis. Hal ini dibuktikan pada Minggu (22/9) malam, telah ada pengerusakan yang dilakukan oleh sekelompok orang.

Frits mengaku telah mendalami dugaan pernyataan yang berbau rasis, sebagaimana telah memintai kesaksian dari beberapa pihak. Untuk kasus tersebut sebenarnya telah diklarifikasi oleh guru  di hadapan para murid dan sudah  diselesaikan.

“Pernyataan rasis itu tidak ada, yang benar adalah dipelintirkan. Kita sudah mendengar testimoni sehingga kita sayangkan hal ini,” sesalnya.

Yang menjadi perhatian Komnas HAM adalah, gugurnya seorang tenaga medis bernama dr. Soeko Marsetiyo dalam kerusuhan tersebut. Padahal, semestinya tenaga guru dan tenaga medis itu harus dilindungi.

Baca Juga :  Pemerintah Terapkan PPKM Level 3 di Seluruh Indonesia

“Bagi  Komnas HAM, kalau  ada ancaman  kekerasan terhadap guru maupun tenaga medis. Itu adalah  ancaman terhadap pekerja kemanusiaan,” tegasnya.

Bayangkan jika dokter tersebut sudah mengabdi lama di pedalaman Papua. Bahkan dalam penelusuran Komnas HAM. dr. Soeko Marsetiyo merupakan satu-satunya  dokter yang menawarkan dirinya sejak awal untuk bertugas di pedalaman Papua.

“Dia telah mengabdikan dirinya kepada masyarakat yang ada di Tolikara. Namun justru menjadi bagian dari tindakan kekerasan yang diduga dianiaya secara sadis oleh sekelompok orang,”  tuturnya.

Komnas HAM menilai ini adalah tindakan kejahatan bagi pekerja kemanusiaan. Kejahatan seperti ini selain kejahatan terhadap para pekerja kemanusian namun masyarakat sipil yang tidak tahu menahu harus dihentikan.

Komnas HAM juga meminta semua orang yang sedang merencanakan aksi demonstrasi di seluruh tanah Papua untuk menghentikan rencana tersebut. Dan negara diminta untuk secepatnya hadir. 

“Aparat kepolisian harus hadir untuk memulihkan situasi saat ini, supaya pemenuhan hak atas rasa aman itu ada. Kita juga meminta kepada semua pihak untuk menahan diri supaya tidak berpotensi terhadap konflik horizontal antara masyarakat dan masyarakat,” jelas Frits.

Selain itu, para bupati, anggota DPR untuk tidak meninggalkan daerahnya masing-masing dan harus  berada  di tempat untuk mendengarkan dan menerima semua masukan dari masyarakat.

Dari catatan Komnas HAM, rusuh 23 September di Kota Jayapura dan Wamena telah menewaskan 36 orang. Dimana jumlah tersebut dimungkinkan akan bertambah. 

Secara terpisah, Dandim 1702/ Jayawijaya Letkol Inf. Candra Dianto memastikan jika sampai dengan tadi malam jumlah korban jiwa yang berhasil diidentifikasi sebanyak 32 orang. Sementara korban luka-luka sebanyak 69 orang. 

Untuk korban yang meninggal ini telah didata secara kolektif. Artinya ada yang meninggal dunia di Wamena dan juga di Jayapura.

Menurutnya, untuk identifikasi korban meninggal di Jayapura sejak Rabu (25/9) kemarin sebanyak 14 orang. Sementara Selasa (24/9) lalu ada 6 orang, sehingga jumlah total yang meninggal di Jayapura ada 20 orang yang langsung dievakuasi menuju kampung halamannya. Sementara yang dimakamkan di Jayawijaya berjumlah 11 orang yang sudah diambil keluarganya.

Baca Juga :  BEM dan MPM Tolak Kerja Sama Uncen- Korem 172/PWY

“Jumlah total korban jiwa dalam aksi kemarin itu 32 orang dan 69 orang luka-luka. Artinya jumlah korban ini bertambah setelah ada korban luka –luka yang dievakuasi ke Jayapura namun tidak tertolong lagi nyawanya,” jelasnya Kamis (26/9) kemarin.

Dikatakan, korban yang terdata juga pihaknya sudah melakukan evakuasi ke Jayapura untuk penaganan lebih lanjut baik itu korban meninggal dunia maupun yang luka –luka seperti luka bacok, panah dan tembak. 

“Ada satu jenazah lagi yang pagi tadi telah diidentifikasi dan telah diambil keluarganya untuk dimakamkan di Jayawijaya.”kata Candra Dianto.

Dandim Candra Dianto juga mengaku saat ini Kodim 1702/Jayawijaya membuka pendaftaran untuk penumpang eksodus menggunakan penerbangan Hercules di pengungsian. Dimana ini merupakan atensi dari Panglima TNI yang memberikan bantuan penerbangan Hercules dari Jakarta ke Jayapura. Untuk membantu evakuasi korban luka dan meninggal dunia serta membawa bantuan logistik dan eksodus masyarakat.

“Jadi mungkin ibu-ibu dan anak-anak yang masih trauma ingin keluar dari Jayawijaya untuk menghilangkan rasa traumanya sehingga ini difasilitasi menggunakan penerbangan Hercules. Termasuk membantu pesawat komersil yang jumlahnya juga terbatas di Jayawijaya,”bebernya.

Untuk pendaftaran penerbangan Hercules di Pengungsian Kodim menurut Candra Dianto, sampai dengan saat ini khusus di pengungsian Kodim 1702/ Jayawijaya yang mendaftar khususnya Ibu-ibu dan anak-anak itu hampir mencapai 1.000-an orang yang rencananya turun ke Jayapura. Namun masih menunggu penerbangan secara bergantian sesuai dengan urutan pendaftaran.

“Kita tak bisa terbangkan mereka sekaligus. Kita mengurutkan jadwal penerbangan mereka sesuai dengan urutan pendaftaran. Karena tidak mungkin Hercules bisa mengangkut semuanya sekaligus namun yang kita utamakan, ibu dan anak,”katanya. 

Ia menambahkan, data pendaftaran pengungsi ibu dan anak yang ada di pengungsian di makodim, akan dilanjutkan ke Detasemen TNI AU agar bisa mengatur keberangkatan mereka menggunakan penerbangan Hercules yang masuk ke wamena

“Kita akan sinkronkan data penumpang ini ke Detasemen TNI AU untuk mengatur keberangkatan mereka menggunakan Hercules ke Jayapura. Karena rata-rata penumpang ini ingin ke Jayapura,” pungkasnya. (fia/jo/nat)

PENGUNGSI:  Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey saat melihat korban di lokasi pengungsian di Wamena, Kamis (26/9).( FOTO : Komnas HAM Papua for Cepos)

Korban Meninggal Capai 32 Orang

JAYAPURA-Hasil Investigasi Komisi Nasional (Komnas HAM), demo anarkis yang terjadi di Wamena Ibu Kota Jayawijaya pada 23 September yang menyebabkan 32 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka adalah kejahatan kriminal yang patut diduga terorganisir oleh kelompok yang perlu didalami.

Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua, Frits Ramandey mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM. Ditemukan ada beberapa orang yang bukan anak sekolah masuk ke lingkungan sekolah, Senin (23/9) yang memprovokasi peserta didik lainnya.

“Kami punya bukti itu. Ada dua anak sekolah memberikan testimoni dan kesaksian kepada Komnas HAM bahwa sebelum kerusuhan di Wamena. Ada dua orang yang masuk ke sekolah PGRI, lalu sekelompok orang berada di luar sekolah dan tak lama kemudian  mengambil alih microphone dan menekan para guru lalu memberikan komando pada anak-anak,” tutur Frits kepada Cenderawasih Pos melalui sambungan telepon, Kamis (26/9).

Tak hanya sampai disitu lanjut Frits, sekelompok massa pendemo ini juga memaksa orang lain untuk ikut demo. Jika permintaan mereka tidak dipenuhi, mereka mengancam akan membakar,

“Bayangkan, ada anak-anak sekolah yang ketika disuruh mengikuti demo lalu kemudian mereka tidak mau diancam akan dibakar. Ini kesaksian dari pelajar yang sudah kami mintai keterangannya. Mulai dari Kelas 1 hingga kelas 3 SMA,” paparnya.

Investigasi Komnas HAM juga menemukan peristiwa di Wamena telah dirancang dan diperseiapkan untuk melakukan anarkis. Hal ini dibuktikan pada Minggu (22/9) malam, telah ada pengerusakan yang dilakukan oleh sekelompok orang.

Frits mengaku telah mendalami dugaan pernyataan yang berbau rasis, sebagaimana telah memintai kesaksian dari beberapa pihak. Untuk kasus tersebut sebenarnya telah diklarifikasi oleh guru  di hadapan para murid dan sudah  diselesaikan.

“Pernyataan rasis itu tidak ada, yang benar adalah dipelintirkan. Kita sudah mendengar testimoni sehingga kita sayangkan hal ini,” sesalnya.

Yang menjadi perhatian Komnas HAM adalah, gugurnya seorang tenaga medis bernama dr. Soeko Marsetiyo dalam kerusuhan tersebut. Padahal, semestinya tenaga guru dan tenaga medis itu harus dilindungi.

Baca Juga :  Pedagang dari Koya dan Arso Mulai Dipindahkan

“Bagi  Komnas HAM, kalau  ada ancaman  kekerasan terhadap guru maupun tenaga medis. Itu adalah  ancaman terhadap pekerja kemanusiaan,” tegasnya.

Bayangkan jika dokter tersebut sudah mengabdi lama di pedalaman Papua. Bahkan dalam penelusuran Komnas HAM. dr. Soeko Marsetiyo merupakan satu-satunya  dokter yang menawarkan dirinya sejak awal untuk bertugas di pedalaman Papua.

“Dia telah mengabdikan dirinya kepada masyarakat yang ada di Tolikara. Namun justru menjadi bagian dari tindakan kekerasan yang diduga dianiaya secara sadis oleh sekelompok orang,”  tuturnya.

Komnas HAM menilai ini adalah tindakan kejahatan bagi pekerja kemanusiaan. Kejahatan seperti ini selain kejahatan terhadap para pekerja kemanusian namun masyarakat sipil yang tidak tahu menahu harus dihentikan.

Komnas HAM juga meminta semua orang yang sedang merencanakan aksi demonstrasi di seluruh tanah Papua untuk menghentikan rencana tersebut. Dan negara diminta untuk secepatnya hadir. 

“Aparat kepolisian harus hadir untuk memulihkan situasi saat ini, supaya pemenuhan hak atas rasa aman itu ada. Kita juga meminta kepada semua pihak untuk menahan diri supaya tidak berpotensi terhadap konflik horizontal antara masyarakat dan masyarakat,” jelas Frits.

Selain itu, para bupati, anggota DPR untuk tidak meninggalkan daerahnya masing-masing dan harus  berada  di tempat untuk mendengarkan dan menerima semua masukan dari masyarakat.

Dari catatan Komnas HAM, rusuh 23 September di Kota Jayapura dan Wamena telah menewaskan 36 orang. Dimana jumlah tersebut dimungkinkan akan bertambah. 

Secara terpisah, Dandim 1702/ Jayawijaya Letkol Inf. Candra Dianto memastikan jika sampai dengan tadi malam jumlah korban jiwa yang berhasil diidentifikasi sebanyak 32 orang. Sementara korban luka-luka sebanyak 69 orang. 

Untuk korban yang meninggal ini telah didata secara kolektif. Artinya ada yang meninggal dunia di Wamena dan juga di Jayapura.

Menurutnya, untuk identifikasi korban meninggal di Jayapura sejak Rabu (25/9) kemarin sebanyak 14 orang. Sementara Selasa (24/9) lalu ada 6 orang, sehingga jumlah total yang meninggal di Jayapura ada 20 orang yang langsung dievakuasi menuju kampung halamannya. Sementara yang dimakamkan di Jayawijaya berjumlah 11 orang yang sudah diambil keluarganya.

Baca Juga :  Pemerintah Terapkan PPKM Level 3 di Seluruh Indonesia

“Jumlah total korban jiwa dalam aksi kemarin itu 32 orang dan 69 orang luka-luka. Artinya jumlah korban ini bertambah setelah ada korban luka –luka yang dievakuasi ke Jayapura namun tidak tertolong lagi nyawanya,” jelasnya Kamis (26/9) kemarin.

Dikatakan, korban yang terdata juga pihaknya sudah melakukan evakuasi ke Jayapura untuk penaganan lebih lanjut baik itu korban meninggal dunia maupun yang luka –luka seperti luka bacok, panah dan tembak. 

“Ada satu jenazah lagi yang pagi tadi telah diidentifikasi dan telah diambil keluarganya untuk dimakamkan di Jayawijaya.”kata Candra Dianto.

Dandim Candra Dianto juga mengaku saat ini Kodim 1702/Jayawijaya membuka pendaftaran untuk penumpang eksodus menggunakan penerbangan Hercules di pengungsian. Dimana ini merupakan atensi dari Panglima TNI yang memberikan bantuan penerbangan Hercules dari Jakarta ke Jayapura. Untuk membantu evakuasi korban luka dan meninggal dunia serta membawa bantuan logistik dan eksodus masyarakat.

“Jadi mungkin ibu-ibu dan anak-anak yang masih trauma ingin keluar dari Jayawijaya untuk menghilangkan rasa traumanya sehingga ini difasilitasi menggunakan penerbangan Hercules. Termasuk membantu pesawat komersil yang jumlahnya juga terbatas di Jayawijaya,”bebernya.

Untuk pendaftaran penerbangan Hercules di Pengungsian Kodim menurut Candra Dianto, sampai dengan saat ini khusus di pengungsian Kodim 1702/ Jayawijaya yang mendaftar khususnya Ibu-ibu dan anak-anak itu hampir mencapai 1.000-an orang yang rencananya turun ke Jayapura. Namun masih menunggu penerbangan secara bergantian sesuai dengan urutan pendaftaran.

“Kita tak bisa terbangkan mereka sekaligus. Kita mengurutkan jadwal penerbangan mereka sesuai dengan urutan pendaftaran. Karena tidak mungkin Hercules bisa mengangkut semuanya sekaligus namun yang kita utamakan, ibu dan anak,”katanya. 

Ia menambahkan, data pendaftaran pengungsi ibu dan anak yang ada di pengungsian di makodim, akan dilanjutkan ke Detasemen TNI AU agar bisa mengatur keberangkatan mereka menggunakan penerbangan Hercules yang masuk ke wamena

“Kita akan sinkronkan data penumpang ini ke Detasemen TNI AU untuk mengatur keberangkatan mereka menggunakan Hercules ke Jayapura. Karena rata-rata penumpang ini ingin ke Jayapura,” pungkasnya. (fia/jo/nat)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Berita Terbaru

Artikel Lainnya