Sunday, March 30, 2025
24.7 C
Jayapura

Disebut Jalu OPM, Warga Protes

MIMIKA – Pemberitaan melalui media masa pada Kamis 20 Maret 2025 lalu yang menyebutkan bahwa 4 orang pendaki warga negara asing (WNA) yang akan melakukan pendakian ke Puncak Cartenz tanpa izin dan direncanakan melalui jalur ilegal menuai polemik.  Kepala Kampung Jongkogoma, Johanis Beanal mengaku, akibat pemberitaan tersebut terjadi pro dan kontra di wilayah Distrik Tembagapura, Mimika, Papua Tengah.

Hal ini dikarenakan, dalam pemberitaan tersebut beberapa media justru mencatut bahwa jalur yang akan dilewati adalah jalur Organisasi Papua Merdeka (OPM).  Sedangkan, menurut pengakuan Johanis bahwa wilayah itu merupakan permukiman masyarakat dan terdapat beberapa kampung yang dihuni oleh masyarakat adat di kawasan tersebut.

Baca Juga :  Tahun ini, Dinas PUPR Targetkan Proyek Air Bersih Bagi Masyarakat Mimika

“Disini saya mengklarifikasi bahwa wilayah tersebut bukan wilayah TPNPB ataupun OPM, tapi itu wilayah masyarakat,” kata Johanis saat ditemui di kantor DPRK Mimika, Senin (24/3). Usai menuai pro dan kontra, kata Johanis ada beberapa tokoh adat di kawasan tersebut menolak, namun ada juga yang mendukung agar para pendaki diperbolehkan untuk masuk.

Yohanis menyebutkan bahwa ia telah menyampaikan kepada para pendaki serta tiga Guide yang membawa mereka bahwa jika ingin masuk ke area tersebut harus disertai dengan surat izin resmi dari pihak berwajib. 

“Jadi izin ada dulu baru kita sebagai Kepala Kampung juga izinkan, itu yang pernah saya ngomong,” kata Johanis. 

Baca Juga :  Satu KKB Tewas Usai Bakar Puskesmas

“Saya sebagai kepala kampung sempat larang tapi saya lihat rombongan ada turun di Mbulu dengan pesawat yang dorang carter,” ungkapnya menambahkan.

Johanis pun meminta kepada media-media serta oknum wartawan yang mencatut bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan Organisasi Papua Merdeka (OPM) agar bertanggung jawab dan mengklarifikasikan kembali.  Ia pun meminta agar pihak terkait tidak lagi memberikan statement negatif yang dapat memperkeruh keadaan serta mengganggu aktivitas ekonomi di wilayah-wilayah yang dihuni oleh masyarakat adat.

MIMIKA – Pemberitaan melalui media masa pada Kamis 20 Maret 2025 lalu yang menyebutkan bahwa 4 orang pendaki warga negara asing (WNA) yang akan melakukan pendakian ke Puncak Cartenz tanpa izin dan direncanakan melalui jalur ilegal menuai polemik.  Kepala Kampung Jongkogoma, Johanis Beanal mengaku, akibat pemberitaan tersebut terjadi pro dan kontra di wilayah Distrik Tembagapura, Mimika, Papua Tengah.

Hal ini dikarenakan, dalam pemberitaan tersebut beberapa media justru mencatut bahwa jalur yang akan dilewati adalah jalur Organisasi Papua Merdeka (OPM).  Sedangkan, menurut pengakuan Johanis bahwa wilayah itu merupakan permukiman masyarakat dan terdapat beberapa kampung yang dihuni oleh masyarakat adat di kawasan tersebut.

Baca Juga :  OPD Diminta Kejar Realisasi Belanja Daerah

“Disini saya mengklarifikasi bahwa wilayah tersebut bukan wilayah TPNPB ataupun OPM, tapi itu wilayah masyarakat,” kata Johanis saat ditemui di kantor DPRK Mimika, Senin (24/3). Usai menuai pro dan kontra, kata Johanis ada beberapa tokoh adat di kawasan tersebut menolak, namun ada juga yang mendukung agar para pendaki diperbolehkan untuk masuk.

Yohanis menyebutkan bahwa ia telah menyampaikan kepada para pendaki serta tiga Guide yang membawa mereka bahwa jika ingin masuk ke area tersebut harus disertai dengan surat izin resmi dari pihak berwajib. 

“Jadi izin ada dulu baru kita sebagai Kepala Kampung juga izinkan, itu yang pernah saya ngomong,” kata Johanis. 

Baca Juga :  Kodim 1710/Mimika Gelar Pelayanan Adminduk

“Saya sebagai kepala kampung sempat larang tapi saya lihat rombongan ada turun di Mbulu dengan pesawat yang dorang carter,” ungkapnya menambahkan.

Johanis pun meminta kepada media-media serta oknum wartawan yang mencatut bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan Organisasi Papua Merdeka (OPM) agar bertanggung jawab dan mengklarifikasikan kembali.  Ia pun meminta agar pihak terkait tidak lagi memberikan statement negatif yang dapat memperkeruh keadaan serta mengganggu aktivitas ekonomi di wilayah-wilayah yang dihuni oleh masyarakat adat.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/