Friday, April 26, 2024
33.7 C
Jayapura

Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai Dinilai Banyak Kejanggalan

Korban dan Keluarga Tidak Percaya Proses Persidangan

JAYAPURA – Sidang lanjutan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Paniai akan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Rabu, (28/9) mendatang, dengan agenda pemeriksaan saksi.

Ketua Perkumpulan Pengacara HAM Papua Gustav Kawer menyampaikan, Peradilan ini cukup memakan waktu yang lama hingga akhirnya dibawa ke meja persidangan di Makassar. Delapan tahun untuk sebuah pelanggaran HAM jauh dari rasa keadilan korban dan keluarga.

Bahkan kata Gustav, ada kejanggalan dari proses persidangan. Dari rekomendasi Komnas HAM pelaku lebih dari 8 orang termasuk adanya keterlibatan Pangdam, Dandim, Danrem dan pihak lainnya. Namun, dalam proses persidangan yang diseret ke Pengadilan hanya Perwira Penghubung Mayor Inf (Purn) Isak Sattu.

“Artinya, pelaku lain dipangkas. Sehingga dari sisi pelanggaran HAM berbahaya untuk pembuktian, karena unsur pertanggungjawaban  komando sitematis meluas susah dibuktikan jika hanya 1 pelakunya,” kata Gustav saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (23/9) kemarin.

Lanjut Gustav, seharusnya dalam proses sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai pelaku lain di luar Perwira Penghubung baik di level atasnya, penanggung jawab hingga level lapangan harus disidangkan termasuk yang terlibat dalam pembunuhan.

Menurut Gustav, dalam perkara ini korban dan keluarga korban Pelanggaran HAM Berat Paniai tidak percaya proses persidangan. Korban dan keluarga korban menganggap persidangan sebatas sandiwara, itulah kenapa mereka memutuskan tidak hadir dalam sidang dan bahkan tidak akan jadi saksi dalam persidangan.

Baca Juga :  Kapolda: Diduga Para Pelaku Biasa “Main” di Bandara

  Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan C Warinussy menyampaikan, sedikit demi sedikit kejanggalan proses hukum terhadap terdakwa tunggal peristiwa Pelanggaran HAM Berat Paniai mulai terungkap.

Ditandai dengan keanehan awal dari isi surat dakwaan sebanyak 10 halaman yang terkesan banyak menunjukkan kejanggalan. Ternyata dalam sidang awal yang diselenggaran pada Rabu (21/9) di Pengadilan HAM/Negeri Makassar tersebut, Terdakwa Mayor Infantri (Purnawirawan) Ishak Sattu (IS) tidak ditahan oleh Majelis hakim.

“Majelis Hakim yang diketuai Sutisna Sawati justru tidak menahan terdakwa IS yang didakwa dengan pasal-pasal yang diancam pidana diatas 5 tahun. Terlintas bahwa pertimbangan hakim terdakwa dinilai kooperatif, padahal dari alamat domisili hukum terdakwa IS adalah di Biak dan Nabire, Provinsi Papua,” kata Yan kepada Cenderawasih Pos.

Terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meminta kepada Jaksa Agung Republik Imdonesia untuk segera memberikan alasan atas penetapan satu orang terdakwa kasus pelanggaran HAM Paniai.

Baca Juga :  Punya 7 Kursi, PDIP Siap Berkoalisi di Pilkada Gubernur

Adanya penutuntan dari pihak LBH Papua karena dinilai penetapan terhadap satu orang tersangka kasus pelanggaran HAM Paniai tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dimana menurut pihak LBH Papua bahwa yang ikut serta dalam kasus pelanggaran HAM berat di Paniai ini bukan hanya Mayor.Inf. (Purn), Isak Sattu, tetapi ada banyak oknum yang terlibat.

“Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia segera meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai Pasal 25, UU Nomor 26 Tahun 2000,” ujar Emanuel Gobay selaku Direktur LBH Papua kepada wartawan, jumat, (23/9).

LBH Papua mengharapkan agar Komnas HAM RI dapat mengunakan kewenangannya sesuai ketentuan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktu waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Emanuel Gobay, S.H.,MH juga meminta kepada Ketua Komnas HAM RI untuk segera meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran  HAM berat Paniai (fia/rel/wen)

Korban dan Keluarga Tidak Percaya Proses Persidangan

JAYAPURA – Sidang lanjutan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Paniai akan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Rabu, (28/9) mendatang, dengan agenda pemeriksaan saksi.

Ketua Perkumpulan Pengacara HAM Papua Gustav Kawer menyampaikan, Peradilan ini cukup memakan waktu yang lama hingga akhirnya dibawa ke meja persidangan di Makassar. Delapan tahun untuk sebuah pelanggaran HAM jauh dari rasa keadilan korban dan keluarga.

Bahkan kata Gustav, ada kejanggalan dari proses persidangan. Dari rekomendasi Komnas HAM pelaku lebih dari 8 orang termasuk adanya keterlibatan Pangdam, Dandim, Danrem dan pihak lainnya. Namun, dalam proses persidangan yang diseret ke Pengadilan hanya Perwira Penghubung Mayor Inf (Purn) Isak Sattu.

“Artinya, pelaku lain dipangkas. Sehingga dari sisi pelanggaran HAM berbahaya untuk pembuktian, karena unsur pertanggungjawaban  komando sitematis meluas susah dibuktikan jika hanya 1 pelakunya,” kata Gustav saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (23/9) kemarin.

Lanjut Gustav, seharusnya dalam proses sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai pelaku lain di luar Perwira Penghubung baik di level atasnya, penanggung jawab hingga level lapangan harus disidangkan termasuk yang terlibat dalam pembunuhan.

Menurut Gustav, dalam perkara ini korban dan keluarga korban Pelanggaran HAM Berat Paniai tidak percaya proses persidangan. Korban dan keluarga korban menganggap persidangan sebatas sandiwara, itulah kenapa mereka memutuskan tidak hadir dalam sidang dan bahkan tidak akan jadi saksi dalam persidangan.

Baca Juga :  Kita Minta Dilakukan Proses Hukum yang Adil

  Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan C Warinussy menyampaikan, sedikit demi sedikit kejanggalan proses hukum terhadap terdakwa tunggal peristiwa Pelanggaran HAM Berat Paniai mulai terungkap.

Ditandai dengan keanehan awal dari isi surat dakwaan sebanyak 10 halaman yang terkesan banyak menunjukkan kejanggalan. Ternyata dalam sidang awal yang diselenggaran pada Rabu (21/9) di Pengadilan HAM/Negeri Makassar tersebut, Terdakwa Mayor Infantri (Purnawirawan) Ishak Sattu (IS) tidak ditahan oleh Majelis hakim.

“Majelis Hakim yang diketuai Sutisna Sawati justru tidak menahan terdakwa IS yang didakwa dengan pasal-pasal yang diancam pidana diatas 5 tahun. Terlintas bahwa pertimbangan hakim terdakwa dinilai kooperatif, padahal dari alamat domisili hukum terdakwa IS adalah di Biak dan Nabire, Provinsi Papua,” kata Yan kepada Cenderawasih Pos.

Terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meminta kepada Jaksa Agung Republik Imdonesia untuk segera memberikan alasan atas penetapan satu orang terdakwa kasus pelanggaran HAM Paniai.

Baca Juga :  Bawa Bank Papua Bertransformasi Menjadi Semakin Sehat dan Terus Bertumbuh

Adanya penutuntan dari pihak LBH Papua karena dinilai penetapan terhadap satu orang tersangka kasus pelanggaran HAM Paniai tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dimana menurut pihak LBH Papua bahwa yang ikut serta dalam kasus pelanggaran HAM berat di Paniai ini bukan hanya Mayor.Inf. (Purn), Isak Sattu, tetapi ada banyak oknum yang terlibat.

“Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia segera meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai Pasal 25, UU Nomor 26 Tahun 2000,” ujar Emanuel Gobay selaku Direktur LBH Papua kepada wartawan, jumat, (23/9).

LBH Papua mengharapkan agar Komnas HAM RI dapat mengunakan kewenangannya sesuai ketentuan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktu waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Emanuel Gobay, S.H.,MH juga meminta kepada Ketua Komnas HAM RI untuk segera meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran  HAM berat Paniai (fia/rel/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya