MERAUKE– Masyarakat adat dari Makleuw kembali menggelar aksi demo menolak masuknya investasi masuk ke wilayah Merauke, Kamis (22/08). Investasi ini berkaitan dengan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan dimana Merauke dipilih sebagai lokasi yang akan “digarap”.
Aksi ini merupakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya menggelar aksi demo ke Kantor DPR Kabupaten Merauke beberapa waktu lalu. Aksi demo ini diawali dari Lingkaran Brawijaya (Libra) Merauke menuju Kantor Sementara Majelis Rakyat Papua Selatan di Jalan Raya Mandala dengan long march.
Dalam aksi demo damai itu, mereka membawa 4 spanduk besar. Salah satu diantaranya bertuliskan selamatkan tanah dan manusia Papua. Spanduk lainnya tertulis masyarakat adat sub suku Malind Makleuw menolak segala bentuk investasi diatas tanah adat kami dan diatas bumi Animha. Kami juga meminta agar segera dilakukan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan yang sedang beroperasi diatas tanah Malind Anim.
Sedangkan spanduk berikutnya tertulis, kami bisa hidup tanpa tebu dan sawit. Meski tidak menyebut secara gamblang namun bentuk protes ini juga berkaitan dengan lahan 1 juta hektar yang akan segera di garap untuk lahan padi.
Tokoh Pemuda Idelfonsius Cambu, salah satu koordinator aksi lapangan mengatakan mengatakan menolak investasi masuk ke Merauke tersebut karena investor masuk ke wilayah mereka tanpa sepengetahuan masyarakat pemilik hak ulayat.
Selain itu juga tanpa persetujuan dari masyarakat adat, tanpa ada keterbukaan dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten.
‘’Maka hari ini salah satu cara yang paling efektif adalah melakukan unjuk rasa. Jangan kita terlena dengan apa yang akan diberikan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan,’’ kata Idelfonsius Cambu.
Sementara itu, di Kantor Majelis Rakyat Papua, para pendemo tersebut diterima langsung Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan Damianus Katayu dan sejumlah anggota Majelis Rakyat Papua Selatan lainnya di halaman Kantor MRP Papua Selatan.
Para pendemo tersebut secara bergantian menyampaikan aspirasi mereka yang pada intinya menolak masuknya investasi ke wilayah sub suku Malid Makleuw.
Pada kesempatan itu juga diserahkan apa yang menjadi keputusan adat dari setiap kampung yang ada di Merauke kepada MRP. Martinus O. Mahuze menjelaskan bahwa pihaknya mendatangi MRP Papua Selatan untuk menyampaikan penolakan investasi tersebut, karena pihaknya masih percaya kepada MRP Papua Selatan karena MRP merupakan presentatif orang asli Papua yang salah satu tugasnya adalah memperjuangkan hak-hak dari orang asli Papua.
‘’Kami datang ke MRP karena kami percaya bahwa MRP merupakan presentatif dari orang asli Papua dan lembaga ini dibentuk untuk memperjuangkan hak-hak orang asli Papua,’’ tambahnya. (ulo)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos