Friday, April 26, 2024
26.7 C
Jayapura

Korupsi Bansos, Juliari Akhirnya Divonis 12 Tahun Penjara

Lebih Berat Setahun dari Tuntutan Jaksa 

JAKARTA, Jawa Pos-Konstruksi dakwaan jaksa KPK yang menyatakan eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara bersalah menerima suap bansos Rp 32,4 miliar dianggap terbukti oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin (23/8). Majelis pun menjatuhkan hukuman penjara 12 tahun untuk Juliari dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Juliari juga dijatuhi hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar subsider 2 tahun penjara. Uang itu merupakan suap yang telah digunakan oleh Juliari untuk operasional. Hak Juliari untuk menduduki jabatan publik juga dicabut selama 4 tahun. Pencabutan hak itu berlaku ketika politikus PDI Perjuangan tersebut selesai menjalani pidana pokok.

”Menyatakan terdakwa Juliari P Batubara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimanan dakwaan alternatif kesatu penuntut umum,” kata ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor M. Damis dalam putusan yang dibacakan secara dalam jaringan, kemarin.

Sebelumnya, jaksa mendakwa Juliari menerima suap terkait bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020 di Kementerian Sosial (Kemensos). Bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, Juliari didakwa menerima suap dari sejumlah vendor. Diantaranya, PT Pertani, PT Mandala Hamonangan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama. Dari dakwaan itu, jaksa menuntut hakim menghukum Juliari 11 tahun penjara.

Baca Juga :  Majelis Hakim Tolak Eksepsi Lukas Enembe

Dalam putusannya, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal. Untuk hal memberatkan, hakim menilai Juliari tidak bersikap kesatria lantaran tidak berani bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan. Hakim menyebut sikap itu ibarat lempar batu sembunyi tangan. ”Bahkan (terdakwa Juliari) tidak mengakui perbuatannya,” kata anggota majelis hakim Yusuf Pranowo.

Sementara untuk hal meringankan, Yusuf menyebut Juliari menghadiri persidangan dengan tertib. Juga karena Juliari belum pernah dipidana. Yang menarik, Yusuf menyisipkan cercaan, makian dan hinaan masyarakat terhadap Juliari sebagai pertimbangan meringankan tersebut. ”Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat,” kata Yusuf.

Yusuf menambahkan vonis masyarakat yang menyebut Juliari bersalah sebelum adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht) telah membuat Juliari menderita. Poin pertimbangan itu sebelumnya pernah disampaikan Juliari dalam nota pembelaan (pledoi). ”Sejak awal telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum belum tentu bersalah,” kata Yusuf.

Sementara itu, Juliari tidak mau berkomentar banyak kepada awak media ketika dimintai tanggapan tentang putusan hakim. Dia menyerahkannya kepada penasihat hukum. ”Ke PH saya saja,” kata Juliari usai persidangan. Kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail menyatakan putusan itu di luar dugaan. Menurut dia, putusan itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Selain itu, Maqdir menilai hakim tidak mempertimbangkan fakta persidangan. Khususnya yang berkaitan dengan fakta mengenai uang Rp 8 miliar yang berasal dari istri Matheus Joko Santoso. Bukan dari penyedia bansos. ”Seolah-olah itu (duit Rp 8 miliar) berasal dari vendor-vendor, sementara vendor-vendor itu tidak ada satu pun mengakui pernah memberikan uang kepada Matheus Joko Santoso,” paparnya.

Baca Juga :  Kapendam Baru Harus Beri Perkembangan Informasi

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengapresiasi putusan hakim tersebut. Menurut dia, putusan itu secara umum menyatakan bahwa dakwaan tim jaksa penuntut umum (JPU) terbukti. ”Kami juga mengapresiasi adanya putusan pidana tambahan berupa penjatuhan pidana uang pengganti serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik,” ujarnya.

Di sisi lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut putusan 12 tahun penjara yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa tidak masuk akal. Menurut dia, putusan itu semakin melukai hati korban korupsi bansos. ”Juliari itu sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” tegas Kurnia saat dihubungi.

Hukuman seumur hidup, kata Kurnia, itu merujuk pada bentuk kejahatan Juliari yang sangat berdampak besar pada masyarakat penerima manfaat bansos. Parahnya, Juliari sampai saat ini tidak mau mengakui perbuatannya. ”Jadi kalau Juliari dihukum berat (seumur hidup) itu bisa memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.” (tyo/JPG)

Lebih Berat Setahun dari Tuntutan Jaksa 

JAKARTA, Jawa Pos-Konstruksi dakwaan jaksa KPK yang menyatakan eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara bersalah menerima suap bansos Rp 32,4 miliar dianggap terbukti oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin (23/8). Majelis pun menjatuhkan hukuman penjara 12 tahun untuk Juliari dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Juliari juga dijatuhi hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar subsider 2 tahun penjara. Uang itu merupakan suap yang telah digunakan oleh Juliari untuk operasional. Hak Juliari untuk menduduki jabatan publik juga dicabut selama 4 tahun. Pencabutan hak itu berlaku ketika politikus PDI Perjuangan tersebut selesai menjalani pidana pokok.

”Menyatakan terdakwa Juliari P Batubara telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimanan dakwaan alternatif kesatu penuntut umum,” kata ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor M. Damis dalam putusan yang dibacakan secara dalam jaringan, kemarin.

Sebelumnya, jaksa mendakwa Juliari menerima suap terkait bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020 di Kementerian Sosial (Kemensos). Bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, Juliari didakwa menerima suap dari sejumlah vendor. Diantaranya, PT Pertani, PT Mandala Hamonangan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama. Dari dakwaan itu, jaksa menuntut hakim menghukum Juliari 11 tahun penjara.

Baca Juga :  Terlibat Penjual Ribuan Amunisi, Tiga Oknum TNI Dipecat

Dalam putusannya, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal. Untuk hal memberatkan, hakim menilai Juliari tidak bersikap kesatria lantaran tidak berani bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan. Hakim menyebut sikap itu ibarat lempar batu sembunyi tangan. ”Bahkan (terdakwa Juliari) tidak mengakui perbuatannya,” kata anggota majelis hakim Yusuf Pranowo.

Sementara untuk hal meringankan, Yusuf menyebut Juliari menghadiri persidangan dengan tertib. Juga karena Juliari belum pernah dipidana. Yang menarik, Yusuf menyisipkan cercaan, makian dan hinaan masyarakat terhadap Juliari sebagai pertimbangan meringankan tersebut. ”Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat,” kata Yusuf.

Yusuf menambahkan vonis masyarakat yang menyebut Juliari bersalah sebelum adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht) telah membuat Juliari menderita. Poin pertimbangan itu sebelumnya pernah disampaikan Juliari dalam nota pembelaan (pledoi). ”Sejak awal telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum belum tentu bersalah,” kata Yusuf.

Sementara itu, Juliari tidak mau berkomentar banyak kepada awak media ketika dimintai tanggapan tentang putusan hakim. Dia menyerahkannya kepada penasihat hukum. ”Ke PH saya saja,” kata Juliari usai persidangan. Kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail menyatakan putusan itu di luar dugaan. Menurut dia, putusan itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa.

Selain itu, Maqdir menilai hakim tidak mempertimbangkan fakta persidangan. Khususnya yang berkaitan dengan fakta mengenai uang Rp 8 miliar yang berasal dari istri Matheus Joko Santoso. Bukan dari penyedia bansos. ”Seolah-olah itu (duit Rp 8 miliar) berasal dari vendor-vendor, sementara vendor-vendor itu tidak ada satu pun mengakui pernah memberikan uang kepada Matheus Joko Santoso,” paparnya.

Baca Juga :  Negara Abai Dengan Kasus Pelanggaran HAM di Papua

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengapresiasi putusan hakim tersebut. Menurut dia, putusan itu secara umum menyatakan bahwa dakwaan tim jaksa penuntut umum (JPU) terbukti. ”Kami juga mengapresiasi adanya putusan pidana tambahan berupa penjatuhan pidana uang pengganti serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik,” ujarnya.

Di sisi lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut putusan 12 tahun penjara yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa tidak masuk akal. Menurut dia, putusan itu semakin melukai hati korban korupsi bansos. ”Juliari itu sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara,” tegas Kurnia saat dihubungi.

Hukuman seumur hidup, kata Kurnia, itu merujuk pada bentuk kejahatan Juliari yang sangat berdampak besar pada masyarakat penerima manfaat bansos. Parahnya, Juliari sampai saat ini tidak mau mengakui perbuatannya. ”Jadi kalau Juliari dihukum berat (seumur hidup) itu bisa memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.” (tyo/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya