Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Prabowo Menhan, Gerindra Dapat Dua Kursi

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) didampingi Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo memberi hormat saat memasuki kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019). Menurut rencana Presiden Joko Widodo akan memperkenalkan jajaran kabinet barunya usai dilantik Minggu (20/10/2019) kemarin untuk masa jabatan keduanya bersama Wapres Ma’ruf Amin periode tahun 2019-2024. -raka denny/jawapos

*Hari Ini Jokowi Kembali Panggil Calon Menteri, Besok Menteri dilantik

JAKARTA, Jawa Pos – Partai Gerindra akhirnya masuk ke koalisi pemerintah. Sebagai timbal baliknya, partai berlambang Garuda itu akan mendapat jatah menteri. Bersama koleganya Edhy Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima mandat langsung dari Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (21/10).

“Kami diminta untuk memperkuat kabinet beliau. Dan saya sudah sampaikan dari partai gerindra apbila diminta kami siap membantu. Kali ini resmi diminta dan kami siap membantu,” ujarnya usai pertemuan.

Meski tidak mengatakan secara terang, Prabowo mengatakan dirinya diminta untuk membantu presiden di sektor pertahanan. “Beliau izinkan untuk menyampaikan bahwa saya diminta beliau di bidang pertahanan,” imbuhnya. Dengan clue tersebut, besar kemungkinan Prabowo bakal menempati posisi Menteri Pertahanan.

Bahkan, lanjut dia, Presiden telah memberi sejumlah arahan terkait visi bidang pertahanan ke depannya. Dan Prabowo siap menanggung tugas tersebut. “Saya akan bekerja serius untuk mencapai sasaran-sasaran yang dibutuhkan,” imbuhnya.

Saat disinggung soal nasib Edhy Prabowo, mantan Danjen Kopassus itu enggan membocorkan. Menurut dia, kepastiannya akan disampaikan pada hari rabu besok (23/10). Namun dia mengisyaratkan jika partainya mendapat jatah dua menteri. “Yang dipanggil dua jadi berapa?,” kata dia lalu beranjak pergi.

Selama ini, kans masuknya Edhy Prabowo sendiri sudah santer terdengar setelah komunikasi politik Prabowo dengan Jokowi berlangsung. Mantan Ketua Komisi IV DPR itu disebut-sebut meminta posisi Menteri Pertanian.

Sementara itu, PDI Perjuangan (PDIP) menanggapi santai masuknya Prabowo sebagai menteri. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, sosok yang diundang Jokowi ke istana merupakan hasil pembahasan antara para ketua umum partai koalisi dengan presiden. “Seluruh ketum partai sudah diajak bicara dan berdiskusi,” terang dia di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat kemarin.

Namun, Jokowi juga mempunyai hak prerogratif dalam menentukan nama. Pihaknya menghormati nama yang ditetapkan Jokowi. Sebab, presiden lah yang mengambil keputusan dan menentukan pergerakan kemajuan Indonesia ke depan. Jokowi sudah mempertimbangkan seksama nama-nama yang akan mendampingi dan menjadi pembantu presiden.

Begitu juga soal posisi menteri pertahanan yang akan dijabat Prabowo. Hasto mengatakan, tentu Jokowi sudah memikirkannya secara matang. Bagaimana jika Prabowo menjadi kendala dan menusuk dari belakang? Dia menegaskan, rakyat lah yang akan melihat nanti. “Orang Jawa ada perumpamaan, dikei ati, ojo ngerogoh rempelo (dikasih hati, jangan minta ampela),” ungkap dia.

Hasto yakin masuknya Gerindra tidak akan menganggu soliditas koalisi. Dia menilai para ketum partai menghormari hak prerogratif presiden dan juga memahami pertimbangan – pertimbangan yang diambil presiden ketika memutuskan untuk memperluas Indonesia kerja. “Karena semangat gotong royong inilah yang sebenarnya menjadi jiwa bagi bangsa,” ungkapnya.

Ketua Umum Arus Bawah Jokowi Michael Umbas mengatakan, soal masuknya Gerindra ke dalam koalisi sudah disampaikan Jokowi saat bertemu relawan Minggu (20/10) malam. “Pak Jokowi menyampaikan dengan bahasa halus, tapi relawan tidak diberi ruang untuk bertanya kenapa,” tutur dia.

Menurut dia, para relawan merasa gelisah dengan keputusan itu. Sebab, secara psikologis mereka masih terbawa dengan kerasnya persaingan di pilpres. Sulit menerima lawan yang membabi buta untuk masuk kabinet.

Yang menjadi pertanyaan relawan, apakah ada keuntungan politik lebih besar bagi Jokowi dengan masuknya Gerindra? Apakah itu hanya semata-mata untuk rekonsiliasi. Pihaknya ingin memastikan Pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan tidak terjadi hal-hal yang buruk. Yaitu, adanya pihak yang memanfaatkan kekuasaan atau membajak pemerintahan.

Sebenarnya, kata dia, yang ingin diketaui para relawan adalah apa alasan Jokowi mengajak Gerindra. “Apakah bisa dipastikan tidak ada ancaman dalam pemerintahan lima tahun mendatang,” tanyanya. Dia juga masih mempertanyakan sikap Prabowo yang sangat mengebu-gebu ingin berkuasa, kemudian bersikap baik sekali terhadap Jokowi, kemudian masuk koalisi dan meminta jatah menteri. Apakah hanya jatah menteri yang diinginkan Prabowo?

Sikap Prabowo itu masih menimbulkan tanda tanya. Sebab, dia datang ingin masuk koalisi, kemudian menyodorkan posisi menteri yang diinginkan. Berbeda jika dia ingin masuk kabinet, kemudian menyerahkan keputusan posisi menteri ke Jokowi. Apalagi dia bukan anggota koalisi.

Umbas menegaskan, sebagian besar relawan kecewa dengan keputusan masuknya Prabowo ke kabinet. Namun, para relawan berprinsip, Jokowi lah yang akan menjalani pemeritahan dan yang lebih tahu susunan kabinet. “Tapi jangan sampai keputusan itu berdampak buruk,” tegasnya.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M.Qodari mengatakan tidak mengherankan jika Prabowo Subianto bergabung dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf. Disampaikan, fenomena politik tersebut tidak terlepas dari hubungan baik Prabowo dengan Jokowi selama ini. Plus kedekatan Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri yang menjadi tokoh kunci dalam koalisi Jokowi-Ma’ruf. ’’Hubungan yang harmonis inilah yang membuat Prabowo dan Gerindra lebih mudah diterima. Tentu Pak Jokowi juga sudah membuat kalkulasi,” kata Qodari. 

Dia bilang, antara Prabowo dengan Jokowi sebetulnya tidak ada persoalan secara pribadi. Justru keduanya merupakan sahabat dan mitra dalam berdemokrasi. Itu terlihat dari intensitas pertemuan Jokowi dengan Prabowo. ’’Jika bicara terkait kontestasi pilpres 2019, Jokowi-Prabowo ini adalah 50 persen lawan dan 50 kawan,” ucapnya. 

Adapun sikap Prabowo yang siap menjadi menteri Jokowi, Qodari menilai ketua umum Gerindra itu hendak membuktikan ide dan gagasan yang selama ini dimilikinya. Khususnya soal kedaulatan pangan dan energi, swasembada air serta membangun bidang pertahanan yang kuat. 

Sebagai tentara tulen, kata dia, Prabowo ingin masuk ke dalam pemerintahan dan ingin mengeksekusi konsepsi. Khususnya di bidang pertahanan. ’’Selama ini kan kerap muncul sebagai ide tanpa praktek. Mungkin tangan Prabowo sendiri sudah gatal ingin mengeksekusi setiap kebijakan itu,” paparnya. 

Disampaikan, keinginan Prabowo untuk terlibat dalam pemerintahan sudah terlihat cukup lama. Setidaknya itu terlihat ketika dirinya sudah mulai terjun ke panggung politik sejak 2004. 

Qodari membeberkan, memang ada dua jabatan yang cocok untuk Prabowo. Yaitu sebagai menkopolhukam dan menteri pertahanan. Menkopolhukam, kata dia, lebih pada tataran koordinasi, perencanaan dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan.

Sedangkan menteri pertahanan lebih pada eksekusi di lapangan. Dia yakin, Prabowo adalah sosok mantan tentara yang sangat lapangan. ’’Jadi kalau ditanya mana yang dipilih, saya yakin Prabowo akan memilih menteri pertahanan,” katanya. 

Baca Juga :  Sadis, Usai Ditembak Tukang Ojek Masih Dibacok

Sebab arsitektur pertahanan suatu negara adalah di tangan menteri pertahanan bukan menkopolhukam. Sebab menkopolhukam lebih banyak pada koordinasi dan sinkronisasi kebijakan. 

Terkait dengan pangkat Prabowo yang hanya bintang tiga, Qodari mengatakan hal itu tidak menjadi persoalan. Apalagi, papar dia, posisi menteri adalah jabatan politik. Bukan sebagai jabatan kepangkatan. Bahkan dalam sejarahnya, ungkap dia, menteri pertahanan pernah diisi pejabat berlatar belakang sipil. Seperti Mahfud MD pada masa pemerintahan Gus Dur dan Matori Abdul Djalil di era Presiden Megawati Soekarnoputri. ’’Jika misalnya ada kecanggungan soal pangkat, Prabowo ini bisa dinaikkan bintang kehormatan menjadi bintang empat. Itu adalah persoalan yang bisa diselesaikan dalam birokrasi pemerintahan,” tandasnya.      

Panggil Calon ke Istana

Selain dua tokoh gerindra, kemarin (21/10), Jokowi memanggil 10 tokoh lainnya ke istana. Mulai dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Bupati Minahasa Selatan Christyani Eugenia Paruntu, Bos Gojek Nadiem Makarim, Bos NEt TV Wishnutama, pengusaha Erick Thohir, Kepolri Jenderal Tito Karnavian, Komisaris Utama Adhy Karya Fadjroel Rachman, dan dan staf ahli Mensesneg Nico Harjanto. Selain itu, ada juga muka lama, yakni Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Uniknya, kecuali Kapolri, semua nama yang dipanggil menggunakan seragam kemeja putih. Selain itu, sebagian besar masuk dan keluar melalui pintu belakang istana. Termasuk Kapolri yang biasa masuk lewat pintu depan, dan Pratikno yang biasa masuk lewat pintu samping.

Mahfud MD mengatakan kesiapannya jika dipercaya masuk ke kabinet. Meski tidak menyebutkan posisi pastinya, dia memberikan sinyal dengan membeberkan isi diskusinya dengan Jokowi. Mulai dari persoalan Hak Asasi Manusia, persoalan hukum, hingga keagamaan. Kepada Mahfud, Presiden ingin supaya pemerintah menjalankan fungsi penegakan hukum yang baik.

“Kemudian juga ada soal deradikalisasi,” tuturnya. Saat disinggung apakah posisi Menkumham atau Menko Polhukam yang dimaksud, Mahfud tidak menjawab. Dia yakin Jokowi mengetahui kapasitasnya.

Kesiapan juga disampaikan bos GO-JEK Nadiem Makarim. Dia menilai itu sebagai kepercayaan dan tanggung jawab yang luar biasa dan kehormatan tersendiri untuknya. “Saya sangat senang sekali hari ini karena memang ini tunjukkan bahwa sebenarnya kita maju ke depan dan siap berinovasi juga,” ujarnya.

Bahkan untuk menunjukkan keseriusannya, Nadiem mengaku sudah mengajukan pengunduran diri di GO-JEK. “Per hari ini sudah tidak ada sama sekali posisi maupun kewenangan apapun di gojek,” imbuhnya.

Untuk Pos kementerian mana, Nadiem bungkam. Menurutnya, hal itu sepenuhnya kewenangan presiden. Namun dia menuturkan jika dalam pertemuan dengan Jokowi, dirinya berdiskusi terkait dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), reformasi birokrasi, hingga peningkatan investasi.

Jika sudah menjabat, Nadiem mengaku sudah memiliki banyak inovasi yang dia siapkan untuk negara. “Saya ga bs sebut sekarang,” tuturnya.

Sementara Wishnutama yang sempat menegaskan tidak ingin menjadi menteri berubah pikiran. Dalam pertemuan dengan Jokowi dia menyatakan kesiapannya. Bahkan, dia akan meninggalkan jabatannya di berbagai perusahaan swasta dan media.

Soal posisinya, dia menyebut tidak jauh dari kemampuannya. Dia diminta untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas bangsa Indonesian. Selain itu juga peningkatan devisa serta penyelenggaraan event. “Tadi yang didiskusikan misalnya soal kreativitas. Sehingga mampu bersaing bersaing di dunia internasional,” jelasnya. Dengan clue tersebut, Wisnu berpotensi menjabat Menteri Pariwisata dan Kebudayaan.

Tokoh lainnya yang menjalani “audisi” calon menteri adalah Erick Thohir. Mantan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin itu mengatakan interview calon menteri berlangsung lama. Sebab Jokowi sangat detai membedah programnya. Dalam pertemuan itu sekaligus menetapkan indikator kinerja.

Erick mengatakan dalam pertemuan dengan Jokowi, dibahas soal lima visi. Visi ini sebelumnya dibacakan dalam pidato usai pelantikan. Di antaranya adalah visi nomor tiga tentang pembenahan birokrasi. “Jabatan ini bukan euforia,” jelasnya.

Untuk posisinya, mantan Bos Inter Milan itu menyebut akan membantu disektor ekonomi. “Nanti beliau yang menyampaikan,” imbuhnya. Jika melihat slot pos menteri ekonomi yang tersedia dan clue pembenahan birokrasi, kans Erick ada di Menteri BUMN.

Sementara itu, kans Airlangga bertahan di kabinet semakin kuat. Ketua Umum Partai Golkar itu dipanggil Jokowi ke istana. Namun, posisinya berpotensi bergeser dari Menteri Perindustrian ke Menteri Koordinator Perekonomian.

Hal itu tercermin dari tema diskusi yang dibahas bersama Jokowi. Mulai dari defisit neraca perdagangan, pengembangan kawasan ekonomi khusus, substitusi impor, hingga persoalan impor migas.

 “Nah itu terkait dengan tantangan-tantangan di sektor perekonomian,” ujarnya. Namun saat didesak apakah sudah pasti menempati posisi Menko Perekonomian, dia enggan menjawab. Yang pasti, pihaknya siap mendukung pemerintahan. “Jadi tunggu hari Rabu besok,” tuturnya.

   Kans yang sama juga dimiliki Menteri Sekretaris Negara. Kemarin, Pratikno juga mendadak memasuki istana dengan berjalan melalui pintu belakang seperti calon menteri lainnya. Padahal, biasanya Pratikno masuk ke istana melalui pintu samping menggunakan mobil Buggy.

Pemanggilan sejumlah calon kemarin bukan yang terakhir. Rencananya, Jokowi juga akan memanggil calon menterinya pada hari ini. Nama-nama yang diputuskan direncanakan untuk dilantik pada Rabu (23/10) besok.

Pakar komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengungkapkan, cara Jokowi memanggil calon menteri bak audisi hanyalah persoalan gaya kepemimpinan. ’’Jokowi kan sudah ngomong kemarin (20/10), bahwa hari ini (kemarin, red) mulai tadi pagi dia akan meperkenalkan calon menterinya,’’ terangnya saat berbincang dengan Jawa Pos kemarin.

Dan begitulah cara yang dipilih Jokowi untuk memperkenalkan calon menterinya kepada publik. menyuruh calon menterinya masuk lewat akses yang mudah dijangkau oleh awak media. Sebelum mereka diperkenalkan secara resmi besok pagi. Hanya saja, perkenalan tak resmi kemarin hanya sebatas publikasi calon-calon menteri.

’’Kalau diperhatikan, nggak ada satupun dari mereka yang berani ngomong posisinya ada di mana,’’ lanjutnya. Pun demikian dengan Prabowo. Dia tidak menyatakan secara lugas posisi yang akan ditempati. Hanya sempat menyatakan dimintai bantuan di bidang pertahanan. Sangat mungkin, Jokowi melarang mereka untuk berbicara soal posisi.

Cara tersebut, tutur Hendri, agak mirip dengan era 2014. Bedanya, jumlah calon menteri yang diundang ke Istana kala itu lebih banyak ketimbang saat ini. bagi Hendri, yang menjadi pertanyaan justru bukan soal menteri. Melainkan, apakah calon wakil menteri dan kepala badan juga akan diperkenalkan lewat metode yang sama.

Baca Juga :  Sopir Pikap Diduga Ngantuk, Pejalan Kaki Tewas Ditabrak

Selain itu, sistem mirip audisi juga menjadi cara Jokowi untuk mengetahui reaksi publik atas calon-calon menterinya. ’’Seperti biasa, pak Jokowi kan senangnya testing the water,’’ ucapnya. Bila ada masalah, tentu publik akan bereaksi. Bukan tidak mungkin, reaksi publik akan berpengaruh terhadap jadi tidaknya seseorang diangkat sebagai menteri.

Disinggung mengenai tidak dilibatkannya KPK, Hendri hanya tertawa. ’’Bukan hanya KPK, wapresnya saja enggak (dilibatkan),’’ ujarnya dengan nada bercanda. Wapres memang dikatakan sudah setor nama dan memberi masukan. Namun, untuk selanjutnya keputusan ada di tangan Jokowi. sementara, pada 2014 JK selalu ada di samping Jokowi saat penyusunan hingga pelantikan menteri.

Selain itu, penggunaan KPK sebenarnya hanya untuk memfilter orang-orang yang ada. karena terlalu banyak nama yang masuk, sementara Jokowi saat itu baru saja menjadi presiden. Belum banyak mengenal orang.

Akhirnya, Jokowi meminta bantuan KPK untuk memfilter. Sehingga, ada alasan yang jelas bagi Jokowi untuk menolak nama yang diajukan. ’’Pinter juga pak Jokowi, pakai tangan orang untuk menyeleksi orang yang nggak kompeten,’’ ucap Hendri. Stabile merah KPK sudah jadi tanda yang

Berbeda dengan saat ini di mana Jokowi sudah kenal dengan banyak tokoh. Dia juga bisa dengan mudah mendapatkan informasi latar belakang calon pembantunya. ’’Jadi sejak awal dia bisa filtering tanpa meminta bantuan orang lain ,’’ tambahnya.

Tito Berpeluang di BIN

Dipanggilnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian menghadap Presiden Jokowi menguatkan kabar mantan Kadensus 88 Anti Teror itu akan menjadi menteri atau pejabat setingkat menteri. Tapi, situasi dan kondisi Tito lebih menguatkan untuk menjadi pejabat setingkat menteri. Walau, potensi Tito untuk melanjutkan jabatan kapolri tetap terbuka.

Tito diketahui masih memiliki masa dinas yang cukup panjang. Dengan usai yang baru 55 tahun, artinya tiga tahun lagi baru masuk masa pensiun. Bila, menjadi menteri tentu membuat Tito harus pensiun dini. Sebab, jabatan menteri merupakan jabatan politis. Seperti halnya, saat Komjen Syafruddin pensiun dini saat ditunjuk menjadi Menpan RB di periode sebelumnya.

Karena itu, Tito potensial untuk ditunjuk menjadi pejabat setingkat menteri. Posisi pejabat setingkat menteri, tidak mengharuskan untuk pensiun pada status pegawai negeri sipil atau kepolisian. Informasi yang diterima Jawa Pos, setidaknya ada dua posisi yang potensial akan dijabat Tito Karnavian. Yakni, Kepala Badan Intelijen Negara (Ka BIN) dan Jaksa Agung.

Kedua jabatan itu memang sangat berhubungan dengan kapabilitas Tito. Namun, tentunya semua itu bergantung Presiden Jokowi, posisi mana yang dinilai paling pas untuk mantan Kapolda Metro Jaya tersebut.

Dikonfirmasi terkait itu, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Asep Adi Saputra menuturkan bahwa telah ada informasi dari istana terkait adanya pelantikan pada Rabu mendatang (23/10). ”Hanya soal pelantikan,” tuturnya.

Asep juga masih enggan berkomentar soal bagaimana prosedurnya bila Tito ditunjuk menjadi menteri atau pejabat setingkat menteri. ”Kita tunggu saja kabar selanjutnya,” paparnya di kantor Divhumas Polri kemarin.

Bila Tito meninggalkan posisi kapolri, tentunya akan terjadi regenerasi untuk mengisi jabatan orang nomor satu di Korps Bhayangkara. Sejak beberapa pekan lalu, sudah ada tiga nama yang beredar, yakni Kalemdiklat Komjen Arief Sulistyanto, Kabareskrim Komjen Idham Aziz dan Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Edy Pramono. Ketiga nama ini paling santer didengungkan menjadi Kapolri.

Menteri Harus Bebas Pelanggaran HAM

Penyusunan komposisi menteri ini sudah menjadi ujian pertama bagi Jokowi di periode kepemimpinannya yang kedua. Aktivis dan peneliti dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada beberapa posisi yang sangat strategis dan Presiden harus sangat cermat dalam menempatkan menteri di sana.

Posisi tersebut antara lain Menkopolhukam dan Jaksa Agung. Deputi Koordinator Kontras Feri Kusuma menjelaskan kedua posisi tersebut sangat menentukan penanganan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia lima tahun ke depan. Begitu juga dengan jajaran menteri yang berada di bawah Kemenkopolhukam. “Jangan sampai menteri-menteri yang ada di bawahnya (Kemenkopolhukam) adalah orang-orang yang bertanggung jawab pada peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi supaya tidak sulit diselesaikan,” ujar Feri kemarin (21/10).

Sejumlah nama telah dipanggil ke Istana dan kemungkinan mengisi jabatan menteri, meski belum jelas pada kementerian mana. Namun, melihat nama-nama yang muncul di pusaran kementerian dan lembaga terkait hukum dan HAM, Feri mengaku pesimistis. “Saya kurang optimistis (terhadap penyelesaian HAM lima tahun ke depan), tapi tetap Jokowi sebagai presiden punya otoritas tinggi untuk mengubah keadaan saat ini. Itulah tantangan kita untuk terus mendorong persoalan HAM diselesaikan,” lanjutnya.

Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Dimas Bagus Arya menambahkan, Kejaksaan Agung merupakan institus paling dasar atau fundamental dalam menangani perkara pelanggaran HAM masa lalu. Selama lima tahun terakhir, dia mencatat bahwa tidak ada tindakan signifikan yang dilakukan terkait pelanggaran HAM, kendati Jokowi menyampaikan komitmennya menyelesaikan masalah tersebut pada awal periode kepemimpinan 2014-2019 kemarin.

Sembilan kasus, lanjut Dimas, telah diselidiki Komnas HAM terkait pelanggaran HAM tersebut. Salah satunya korban 1965. “Namun terganjal karena Kejagung tidak mau menyidik kasus-kasus tersebut dan berkasnya dikembalikan ke Komnas HAM,” terang Dimas. Jika posisi menteri dan jaksa agung diisi oleh figur yang punya dosa masa lalu pelanggaran HAM berat, Dimas meyakini penanganan kasus akan jalan di tempat dan hanya terjebak pada diskusi publik. Korban dan keluarga korban juga akan tetap menjadi warga kelas dua.

Kontras mendesak Presiden dan Wakil Presiden untuk secara independen dan objektif memilih menteri dan kepala lembaga tanpa tersandera kepentingan partai politik. Sebab, jika terjebak pada kepentingan tersebut, maka pidato kenegaraan Jokowi saat pelantikan juga sulit terwujud. Penyelesaian pelanggaran HAM sendiri merupakan salah satu indikator untuk mendorong Indonesia agar lebih inovatif dan tidak terjebak pada kerja-kerja yang monoton. (far/wan/lum/mar/byu/idr/deb/JPG)

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) didampingi Wakil Ketua Umum Edhy Prabowo memberi hormat saat memasuki kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/10/2019). Menurut rencana Presiden Joko Widodo akan memperkenalkan jajaran kabinet barunya usai dilantik Minggu (20/10/2019) kemarin untuk masa jabatan keduanya bersama Wapres Ma’ruf Amin periode tahun 2019-2024. -raka denny/jawapos

*Hari Ini Jokowi Kembali Panggil Calon Menteri, Besok Menteri dilantik

JAKARTA, Jawa Pos – Partai Gerindra akhirnya masuk ke koalisi pemerintah. Sebagai timbal baliknya, partai berlambang Garuda itu akan mendapat jatah menteri. Bersama koleganya Edhy Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima mandat langsung dari Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (21/10).

“Kami diminta untuk memperkuat kabinet beliau. Dan saya sudah sampaikan dari partai gerindra apbila diminta kami siap membantu. Kali ini resmi diminta dan kami siap membantu,” ujarnya usai pertemuan.

Meski tidak mengatakan secara terang, Prabowo mengatakan dirinya diminta untuk membantu presiden di sektor pertahanan. “Beliau izinkan untuk menyampaikan bahwa saya diminta beliau di bidang pertahanan,” imbuhnya. Dengan clue tersebut, besar kemungkinan Prabowo bakal menempati posisi Menteri Pertahanan.

Bahkan, lanjut dia, Presiden telah memberi sejumlah arahan terkait visi bidang pertahanan ke depannya. Dan Prabowo siap menanggung tugas tersebut. “Saya akan bekerja serius untuk mencapai sasaran-sasaran yang dibutuhkan,” imbuhnya.

Saat disinggung soal nasib Edhy Prabowo, mantan Danjen Kopassus itu enggan membocorkan. Menurut dia, kepastiannya akan disampaikan pada hari rabu besok (23/10). Namun dia mengisyaratkan jika partainya mendapat jatah dua menteri. “Yang dipanggil dua jadi berapa?,” kata dia lalu beranjak pergi.

Selama ini, kans masuknya Edhy Prabowo sendiri sudah santer terdengar setelah komunikasi politik Prabowo dengan Jokowi berlangsung. Mantan Ketua Komisi IV DPR itu disebut-sebut meminta posisi Menteri Pertanian.

Sementara itu, PDI Perjuangan (PDIP) menanggapi santai masuknya Prabowo sebagai menteri. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, sosok yang diundang Jokowi ke istana merupakan hasil pembahasan antara para ketua umum partai koalisi dengan presiden. “Seluruh ketum partai sudah diajak bicara dan berdiskusi,” terang dia di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat kemarin.

Namun, Jokowi juga mempunyai hak prerogratif dalam menentukan nama. Pihaknya menghormati nama yang ditetapkan Jokowi. Sebab, presiden lah yang mengambil keputusan dan menentukan pergerakan kemajuan Indonesia ke depan. Jokowi sudah mempertimbangkan seksama nama-nama yang akan mendampingi dan menjadi pembantu presiden.

Begitu juga soal posisi menteri pertahanan yang akan dijabat Prabowo. Hasto mengatakan, tentu Jokowi sudah memikirkannya secara matang. Bagaimana jika Prabowo menjadi kendala dan menusuk dari belakang? Dia menegaskan, rakyat lah yang akan melihat nanti. “Orang Jawa ada perumpamaan, dikei ati, ojo ngerogoh rempelo (dikasih hati, jangan minta ampela),” ungkap dia.

Hasto yakin masuknya Gerindra tidak akan menganggu soliditas koalisi. Dia menilai para ketum partai menghormari hak prerogratif presiden dan juga memahami pertimbangan – pertimbangan yang diambil presiden ketika memutuskan untuk memperluas Indonesia kerja. “Karena semangat gotong royong inilah yang sebenarnya menjadi jiwa bagi bangsa,” ungkapnya.

Ketua Umum Arus Bawah Jokowi Michael Umbas mengatakan, soal masuknya Gerindra ke dalam koalisi sudah disampaikan Jokowi saat bertemu relawan Minggu (20/10) malam. “Pak Jokowi menyampaikan dengan bahasa halus, tapi relawan tidak diberi ruang untuk bertanya kenapa,” tutur dia.

Menurut dia, para relawan merasa gelisah dengan keputusan itu. Sebab, secara psikologis mereka masih terbawa dengan kerasnya persaingan di pilpres. Sulit menerima lawan yang membabi buta untuk masuk kabinet.

Yang menjadi pertanyaan relawan, apakah ada keuntungan politik lebih besar bagi Jokowi dengan masuknya Gerindra? Apakah itu hanya semata-mata untuk rekonsiliasi. Pihaknya ingin memastikan Pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan tidak terjadi hal-hal yang buruk. Yaitu, adanya pihak yang memanfaatkan kekuasaan atau membajak pemerintahan.

Sebenarnya, kata dia, yang ingin diketaui para relawan adalah apa alasan Jokowi mengajak Gerindra. “Apakah bisa dipastikan tidak ada ancaman dalam pemerintahan lima tahun mendatang,” tanyanya. Dia juga masih mempertanyakan sikap Prabowo yang sangat mengebu-gebu ingin berkuasa, kemudian bersikap baik sekali terhadap Jokowi, kemudian masuk koalisi dan meminta jatah menteri. Apakah hanya jatah menteri yang diinginkan Prabowo?

Sikap Prabowo itu masih menimbulkan tanda tanya. Sebab, dia datang ingin masuk koalisi, kemudian menyodorkan posisi menteri yang diinginkan. Berbeda jika dia ingin masuk kabinet, kemudian menyerahkan keputusan posisi menteri ke Jokowi. Apalagi dia bukan anggota koalisi.

Umbas menegaskan, sebagian besar relawan kecewa dengan keputusan masuknya Prabowo ke kabinet. Namun, para relawan berprinsip, Jokowi lah yang akan menjalani pemeritahan dan yang lebih tahu susunan kabinet. “Tapi jangan sampai keputusan itu berdampak buruk,” tegasnya.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M.Qodari mengatakan tidak mengherankan jika Prabowo Subianto bergabung dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf. Disampaikan, fenomena politik tersebut tidak terlepas dari hubungan baik Prabowo dengan Jokowi selama ini. Plus kedekatan Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri yang menjadi tokoh kunci dalam koalisi Jokowi-Ma’ruf. ’’Hubungan yang harmonis inilah yang membuat Prabowo dan Gerindra lebih mudah diterima. Tentu Pak Jokowi juga sudah membuat kalkulasi,” kata Qodari. 

Dia bilang, antara Prabowo dengan Jokowi sebetulnya tidak ada persoalan secara pribadi. Justru keduanya merupakan sahabat dan mitra dalam berdemokrasi. Itu terlihat dari intensitas pertemuan Jokowi dengan Prabowo. ’’Jika bicara terkait kontestasi pilpres 2019, Jokowi-Prabowo ini adalah 50 persen lawan dan 50 kawan,” ucapnya. 

Adapun sikap Prabowo yang siap menjadi menteri Jokowi, Qodari menilai ketua umum Gerindra itu hendak membuktikan ide dan gagasan yang selama ini dimilikinya. Khususnya soal kedaulatan pangan dan energi, swasembada air serta membangun bidang pertahanan yang kuat. 

Sebagai tentara tulen, kata dia, Prabowo ingin masuk ke dalam pemerintahan dan ingin mengeksekusi konsepsi. Khususnya di bidang pertahanan. ’’Selama ini kan kerap muncul sebagai ide tanpa praktek. Mungkin tangan Prabowo sendiri sudah gatal ingin mengeksekusi setiap kebijakan itu,” paparnya. 

Disampaikan, keinginan Prabowo untuk terlibat dalam pemerintahan sudah terlihat cukup lama. Setidaknya itu terlihat ketika dirinya sudah mulai terjun ke panggung politik sejak 2004. 

Qodari membeberkan, memang ada dua jabatan yang cocok untuk Prabowo. Yaitu sebagai menkopolhukam dan menteri pertahanan. Menkopolhukam, kata dia, lebih pada tataran koordinasi, perencanaan dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan.

Sedangkan menteri pertahanan lebih pada eksekusi di lapangan. Dia yakin, Prabowo adalah sosok mantan tentara yang sangat lapangan. ’’Jadi kalau ditanya mana yang dipilih, saya yakin Prabowo akan memilih menteri pertahanan,” katanya. 

Baca Juga :  Sopir Pikap Diduga Ngantuk, Pejalan Kaki Tewas Ditabrak

Sebab arsitektur pertahanan suatu negara adalah di tangan menteri pertahanan bukan menkopolhukam. Sebab menkopolhukam lebih banyak pada koordinasi dan sinkronisasi kebijakan. 

Terkait dengan pangkat Prabowo yang hanya bintang tiga, Qodari mengatakan hal itu tidak menjadi persoalan. Apalagi, papar dia, posisi menteri adalah jabatan politik. Bukan sebagai jabatan kepangkatan. Bahkan dalam sejarahnya, ungkap dia, menteri pertahanan pernah diisi pejabat berlatar belakang sipil. Seperti Mahfud MD pada masa pemerintahan Gus Dur dan Matori Abdul Djalil di era Presiden Megawati Soekarnoputri. ’’Jika misalnya ada kecanggungan soal pangkat, Prabowo ini bisa dinaikkan bintang kehormatan menjadi bintang empat. Itu adalah persoalan yang bisa diselesaikan dalam birokrasi pemerintahan,” tandasnya.      

Panggil Calon ke Istana

Selain dua tokoh gerindra, kemarin (21/10), Jokowi memanggil 10 tokoh lainnya ke istana. Mulai dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Bupati Minahasa Selatan Christyani Eugenia Paruntu, Bos Gojek Nadiem Makarim, Bos NEt TV Wishnutama, pengusaha Erick Thohir, Kepolri Jenderal Tito Karnavian, Komisaris Utama Adhy Karya Fadjroel Rachman, dan dan staf ahli Mensesneg Nico Harjanto. Selain itu, ada juga muka lama, yakni Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Uniknya, kecuali Kapolri, semua nama yang dipanggil menggunakan seragam kemeja putih. Selain itu, sebagian besar masuk dan keluar melalui pintu belakang istana. Termasuk Kapolri yang biasa masuk lewat pintu depan, dan Pratikno yang biasa masuk lewat pintu samping.

Mahfud MD mengatakan kesiapannya jika dipercaya masuk ke kabinet. Meski tidak menyebutkan posisi pastinya, dia memberikan sinyal dengan membeberkan isi diskusinya dengan Jokowi. Mulai dari persoalan Hak Asasi Manusia, persoalan hukum, hingga keagamaan. Kepada Mahfud, Presiden ingin supaya pemerintah menjalankan fungsi penegakan hukum yang baik.

“Kemudian juga ada soal deradikalisasi,” tuturnya. Saat disinggung apakah posisi Menkumham atau Menko Polhukam yang dimaksud, Mahfud tidak menjawab. Dia yakin Jokowi mengetahui kapasitasnya.

Kesiapan juga disampaikan bos GO-JEK Nadiem Makarim. Dia menilai itu sebagai kepercayaan dan tanggung jawab yang luar biasa dan kehormatan tersendiri untuknya. “Saya sangat senang sekali hari ini karena memang ini tunjukkan bahwa sebenarnya kita maju ke depan dan siap berinovasi juga,” ujarnya.

Bahkan untuk menunjukkan keseriusannya, Nadiem mengaku sudah mengajukan pengunduran diri di GO-JEK. “Per hari ini sudah tidak ada sama sekali posisi maupun kewenangan apapun di gojek,” imbuhnya.

Untuk Pos kementerian mana, Nadiem bungkam. Menurutnya, hal itu sepenuhnya kewenangan presiden. Namun dia menuturkan jika dalam pertemuan dengan Jokowi, dirinya berdiskusi terkait dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), reformasi birokrasi, hingga peningkatan investasi.

Jika sudah menjabat, Nadiem mengaku sudah memiliki banyak inovasi yang dia siapkan untuk negara. “Saya ga bs sebut sekarang,” tuturnya.

Sementara Wishnutama yang sempat menegaskan tidak ingin menjadi menteri berubah pikiran. Dalam pertemuan dengan Jokowi dia menyatakan kesiapannya. Bahkan, dia akan meninggalkan jabatannya di berbagai perusahaan swasta dan media.

Soal posisinya, dia menyebut tidak jauh dari kemampuannya. Dia diminta untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas bangsa Indonesian. Selain itu juga peningkatan devisa serta penyelenggaraan event. “Tadi yang didiskusikan misalnya soal kreativitas. Sehingga mampu bersaing bersaing di dunia internasional,” jelasnya. Dengan clue tersebut, Wisnu berpotensi menjabat Menteri Pariwisata dan Kebudayaan.

Tokoh lainnya yang menjalani “audisi” calon menteri adalah Erick Thohir. Mantan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin itu mengatakan interview calon menteri berlangsung lama. Sebab Jokowi sangat detai membedah programnya. Dalam pertemuan itu sekaligus menetapkan indikator kinerja.

Erick mengatakan dalam pertemuan dengan Jokowi, dibahas soal lima visi. Visi ini sebelumnya dibacakan dalam pidato usai pelantikan. Di antaranya adalah visi nomor tiga tentang pembenahan birokrasi. “Jabatan ini bukan euforia,” jelasnya.

Untuk posisinya, mantan Bos Inter Milan itu menyebut akan membantu disektor ekonomi. “Nanti beliau yang menyampaikan,” imbuhnya. Jika melihat slot pos menteri ekonomi yang tersedia dan clue pembenahan birokrasi, kans Erick ada di Menteri BUMN.

Sementara itu, kans Airlangga bertahan di kabinet semakin kuat. Ketua Umum Partai Golkar itu dipanggil Jokowi ke istana. Namun, posisinya berpotensi bergeser dari Menteri Perindustrian ke Menteri Koordinator Perekonomian.

Hal itu tercermin dari tema diskusi yang dibahas bersama Jokowi. Mulai dari defisit neraca perdagangan, pengembangan kawasan ekonomi khusus, substitusi impor, hingga persoalan impor migas.

 “Nah itu terkait dengan tantangan-tantangan di sektor perekonomian,” ujarnya. Namun saat didesak apakah sudah pasti menempati posisi Menko Perekonomian, dia enggan menjawab. Yang pasti, pihaknya siap mendukung pemerintahan. “Jadi tunggu hari Rabu besok,” tuturnya.

   Kans yang sama juga dimiliki Menteri Sekretaris Negara. Kemarin, Pratikno juga mendadak memasuki istana dengan berjalan melalui pintu belakang seperti calon menteri lainnya. Padahal, biasanya Pratikno masuk ke istana melalui pintu samping menggunakan mobil Buggy.

Pemanggilan sejumlah calon kemarin bukan yang terakhir. Rencananya, Jokowi juga akan memanggil calon menterinya pada hari ini. Nama-nama yang diputuskan direncanakan untuk dilantik pada Rabu (23/10) besok.

Pakar komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengungkapkan, cara Jokowi memanggil calon menteri bak audisi hanyalah persoalan gaya kepemimpinan. ’’Jokowi kan sudah ngomong kemarin (20/10), bahwa hari ini (kemarin, red) mulai tadi pagi dia akan meperkenalkan calon menterinya,’’ terangnya saat berbincang dengan Jawa Pos kemarin.

Dan begitulah cara yang dipilih Jokowi untuk memperkenalkan calon menterinya kepada publik. menyuruh calon menterinya masuk lewat akses yang mudah dijangkau oleh awak media. Sebelum mereka diperkenalkan secara resmi besok pagi. Hanya saja, perkenalan tak resmi kemarin hanya sebatas publikasi calon-calon menteri.

’’Kalau diperhatikan, nggak ada satupun dari mereka yang berani ngomong posisinya ada di mana,’’ lanjutnya. Pun demikian dengan Prabowo. Dia tidak menyatakan secara lugas posisi yang akan ditempati. Hanya sempat menyatakan dimintai bantuan di bidang pertahanan. Sangat mungkin, Jokowi melarang mereka untuk berbicara soal posisi.

Cara tersebut, tutur Hendri, agak mirip dengan era 2014. Bedanya, jumlah calon menteri yang diundang ke Istana kala itu lebih banyak ketimbang saat ini. bagi Hendri, yang menjadi pertanyaan justru bukan soal menteri. Melainkan, apakah calon wakil menteri dan kepala badan juga akan diperkenalkan lewat metode yang sama.

Baca Juga :  Belum Adaptasi New Normal Karena Warga Kurang Patuh

Selain itu, sistem mirip audisi juga menjadi cara Jokowi untuk mengetahui reaksi publik atas calon-calon menterinya. ’’Seperti biasa, pak Jokowi kan senangnya testing the water,’’ ucapnya. Bila ada masalah, tentu publik akan bereaksi. Bukan tidak mungkin, reaksi publik akan berpengaruh terhadap jadi tidaknya seseorang diangkat sebagai menteri.

Disinggung mengenai tidak dilibatkannya KPK, Hendri hanya tertawa. ’’Bukan hanya KPK, wapresnya saja enggak (dilibatkan),’’ ujarnya dengan nada bercanda. Wapres memang dikatakan sudah setor nama dan memberi masukan. Namun, untuk selanjutnya keputusan ada di tangan Jokowi. sementara, pada 2014 JK selalu ada di samping Jokowi saat penyusunan hingga pelantikan menteri.

Selain itu, penggunaan KPK sebenarnya hanya untuk memfilter orang-orang yang ada. karena terlalu banyak nama yang masuk, sementara Jokowi saat itu baru saja menjadi presiden. Belum banyak mengenal orang.

Akhirnya, Jokowi meminta bantuan KPK untuk memfilter. Sehingga, ada alasan yang jelas bagi Jokowi untuk menolak nama yang diajukan. ’’Pinter juga pak Jokowi, pakai tangan orang untuk menyeleksi orang yang nggak kompeten,’’ ucap Hendri. Stabile merah KPK sudah jadi tanda yang

Berbeda dengan saat ini di mana Jokowi sudah kenal dengan banyak tokoh. Dia juga bisa dengan mudah mendapatkan informasi latar belakang calon pembantunya. ’’Jadi sejak awal dia bisa filtering tanpa meminta bantuan orang lain ,’’ tambahnya.

Tito Berpeluang di BIN

Dipanggilnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian menghadap Presiden Jokowi menguatkan kabar mantan Kadensus 88 Anti Teror itu akan menjadi menteri atau pejabat setingkat menteri. Tapi, situasi dan kondisi Tito lebih menguatkan untuk menjadi pejabat setingkat menteri. Walau, potensi Tito untuk melanjutkan jabatan kapolri tetap terbuka.

Tito diketahui masih memiliki masa dinas yang cukup panjang. Dengan usai yang baru 55 tahun, artinya tiga tahun lagi baru masuk masa pensiun. Bila, menjadi menteri tentu membuat Tito harus pensiun dini. Sebab, jabatan menteri merupakan jabatan politis. Seperti halnya, saat Komjen Syafruddin pensiun dini saat ditunjuk menjadi Menpan RB di periode sebelumnya.

Karena itu, Tito potensial untuk ditunjuk menjadi pejabat setingkat menteri. Posisi pejabat setingkat menteri, tidak mengharuskan untuk pensiun pada status pegawai negeri sipil atau kepolisian. Informasi yang diterima Jawa Pos, setidaknya ada dua posisi yang potensial akan dijabat Tito Karnavian. Yakni, Kepala Badan Intelijen Negara (Ka BIN) dan Jaksa Agung.

Kedua jabatan itu memang sangat berhubungan dengan kapabilitas Tito. Namun, tentunya semua itu bergantung Presiden Jokowi, posisi mana yang dinilai paling pas untuk mantan Kapolda Metro Jaya tersebut.

Dikonfirmasi terkait itu, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Asep Adi Saputra menuturkan bahwa telah ada informasi dari istana terkait adanya pelantikan pada Rabu mendatang (23/10). ”Hanya soal pelantikan,” tuturnya.

Asep juga masih enggan berkomentar soal bagaimana prosedurnya bila Tito ditunjuk menjadi menteri atau pejabat setingkat menteri. ”Kita tunggu saja kabar selanjutnya,” paparnya di kantor Divhumas Polri kemarin.

Bila Tito meninggalkan posisi kapolri, tentunya akan terjadi regenerasi untuk mengisi jabatan orang nomor satu di Korps Bhayangkara. Sejak beberapa pekan lalu, sudah ada tiga nama yang beredar, yakni Kalemdiklat Komjen Arief Sulistyanto, Kabareskrim Komjen Idham Aziz dan Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Edy Pramono. Ketiga nama ini paling santer didengungkan menjadi Kapolri.

Menteri Harus Bebas Pelanggaran HAM

Penyusunan komposisi menteri ini sudah menjadi ujian pertama bagi Jokowi di periode kepemimpinannya yang kedua. Aktivis dan peneliti dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada beberapa posisi yang sangat strategis dan Presiden harus sangat cermat dalam menempatkan menteri di sana.

Posisi tersebut antara lain Menkopolhukam dan Jaksa Agung. Deputi Koordinator Kontras Feri Kusuma menjelaskan kedua posisi tersebut sangat menentukan penanganan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia lima tahun ke depan. Begitu juga dengan jajaran menteri yang berada di bawah Kemenkopolhukam. “Jangan sampai menteri-menteri yang ada di bawahnya (Kemenkopolhukam) adalah orang-orang yang bertanggung jawab pada peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi supaya tidak sulit diselesaikan,” ujar Feri kemarin (21/10).

Sejumlah nama telah dipanggil ke Istana dan kemungkinan mengisi jabatan menteri, meski belum jelas pada kementerian mana. Namun, melihat nama-nama yang muncul di pusaran kementerian dan lembaga terkait hukum dan HAM, Feri mengaku pesimistis. “Saya kurang optimistis (terhadap penyelesaian HAM lima tahun ke depan), tapi tetap Jokowi sebagai presiden punya otoritas tinggi untuk mengubah keadaan saat ini. Itulah tantangan kita untuk terus mendorong persoalan HAM diselesaikan,” lanjutnya.

Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Dimas Bagus Arya menambahkan, Kejaksaan Agung merupakan institus paling dasar atau fundamental dalam menangani perkara pelanggaran HAM masa lalu. Selama lima tahun terakhir, dia mencatat bahwa tidak ada tindakan signifikan yang dilakukan terkait pelanggaran HAM, kendati Jokowi menyampaikan komitmennya menyelesaikan masalah tersebut pada awal periode kepemimpinan 2014-2019 kemarin.

Sembilan kasus, lanjut Dimas, telah diselidiki Komnas HAM terkait pelanggaran HAM tersebut. Salah satunya korban 1965. “Namun terganjal karena Kejagung tidak mau menyidik kasus-kasus tersebut dan berkasnya dikembalikan ke Komnas HAM,” terang Dimas. Jika posisi menteri dan jaksa agung diisi oleh figur yang punya dosa masa lalu pelanggaran HAM berat, Dimas meyakini penanganan kasus akan jalan di tempat dan hanya terjebak pada diskusi publik. Korban dan keluarga korban juga akan tetap menjadi warga kelas dua.

Kontras mendesak Presiden dan Wakil Presiden untuk secara independen dan objektif memilih menteri dan kepala lembaga tanpa tersandera kepentingan partai politik. Sebab, jika terjebak pada kepentingan tersebut, maka pidato kenegaraan Jokowi saat pelantikan juga sulit terwujud. Penyelesaian pelanggaran HAM sendiri merupakan salah satu indikator untuk mendorong Indonesia agar lebih inovatif dan tidak terjebak pada kerja-kerja yang monoton. (far/wan/lum/mar/byu/idr/deb/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya