Dan bila tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi. Istilah menyebutkan bahwa kekuasaan itu dekat dengan korupsi.
“Jadi kekuasaan yang tidak terkendali akan menjadi semakin sewenang-wenang dan pada akhirnya berujung pada penyimpangan. Makin tinggi jabatannya, makin besar kewenangannya,” beber Melyana.
Ia mengulas bahwa pelaku utama dalam banyaknya kasus penyalahgunaan kekuasaan adalah mereka yang disebut sebagai administrator publik atau pegawai negeri atau aparatur sipil negara (ASN).
Dan terkait Pilkada Provinsi Papua, dengan jadwal yang ditentukan waktu H-7 masih ia menyimak belum banyak calon yang mengundurkan diri dari instansi atau lembaga masing-masing terutama mereka yang wajib sebagai syarat mengundurkan diri.
Meski demikian Melyana menjelaskan bahwa dalam UU nomor 20 tahun 2023 tentang ASN pasal 56 berbunyi : Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon.
Kemudian pada pasal 59 ayat 3 berbunyi, pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, gubernur dan wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota /wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai Pegawai ASN sejak ditetapkan sebagai calon.
Selain itu Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota pasal 14 ayat 2 huruf r yang berbunyi calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan aparatur sipil negara serta kepala desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon.
Ini artinya secara aturan memang tidak menyalahi namun secara etika tentu terasa kurang elok lagi. “Semua kandidat yang akan berkompetisi sudah tentu mengundurkan diri sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Tentu harus legowo karena pemimpin yang besar adalah pemimpin yang memiliki visi yang maju dan tentu harus memiliki kharisma dan mumpuni atau memahami semua aturan dan regulasi,” tutupnya. (ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos