Dari Peluncuran Buku Polisi OAP Sebuah Jembatan Baru Merebut Kepercayaan Orang Papua dan Memitigasi Konflik
JAYAPURA – Sebuah buku berjudul ”Polisi OAP Sebuah Jembatan Baru Merebut Kepercayaan Orang Papua dan Memitigasi Konflik” baru saja diluncurkan. Buku bersampul foto Kapolri itu kolaborasi antara Komnas HAM Papua, Ikatan Alumni Stisipol Silas dan Penerbit Lamalera. Buku dengan 134 halaman itu diangkat dari refleksi atas situasi kekerasan yang terjadi di Tanah Papua yang tak pernah usai hingga kini. Di buku ini juga, Kapolri Jenderal Sulistyo Sigit Prabowo memberikan sambutannya.
Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey mengatakan buku ini difokuskan pada orang asli Papua (OAP) yang menjadi polisi seiring dengan institusi kepolisian yang menyediakan formasi yang besar untuk anak-anak Papua menjadi polisi.
”Nah, kita harap polisi anak-anak Papua ketika berdinas di kampung-kampung tidak lagi menggunakan senjata, melainkan menggunakan kedekatan dia sebagai OAP,” kata Frits saat peluncuran buku di Kampus Stisipol Silas Papare Jayapura, Selasa (20/5).
Melalui buku ini, diharapkan Polisi OAP tidak lagi tampil dengan represif atau memegang senjata. Namun dia datang sebagai OAP untuk memberikan pendidikan bagaimana meminimalisir potensi-potensi konflik.
”Karena Papua ini bukan daerah konflik, melainkan daerah rawan konflik. Karena itu, kita membutuhkan agen-agen. Polisi yang bekerja di sana (daerah-red) adalah polisi yang memiliki peran ganda, dia menjadi agen untuk bekerja di sana,” terang Frits yang juga sebagai Ketua Ikatan Alumni Stisipol.
Frits berharap Polisi Papua yang direkrut bisa mengelola konflik, terutama menggunakan kedekatan yang dimilikinya salah satunya penggunaan bahasa daerah. Dengan begitu, konflik kekerasan bisa dirubah menjadi konflik yang lebih partisipatif dalam pembangunan.
”Kami di Komnas HAM sudah sekian tahun menangani kekerasan konflik yang berulang terjadi di Papua, dan kita seakan tidak punya cara lagi untuk menyelesaikan konflik. Karena itu, pendidikan konflik menjadi penting dan menurut kami mulai dengan rekrutmen ribuan anggota Polisi OAP mereka harus menjadi agen. Bukan sekadar jadi polisi lalu menggunakan baju polisi dan pegang senjata,” bebernya.
Ia pun mengharapkan Polisi Papua ke depan tidak dididik untuk menenteng senjata, melainkan dididik untuk memitigasi konflik. Sehingga ke depannya, Papua menjadi daerah yang ramah terhadap kepentingan pembangunan yang lebih partisipatif dan bisa mengelola konflik.