Saturday, April 27, 2024
27.7 C
Jayapura

Potensi Jatuhnya Korban Jiwa Semakin Besar

Jika Operasi Siaga Tempur Darat Dilakukan

JAKARTA – Perubahan status operasi TNI di Nduga, Papua Pegunungan, yang naik menjadi siaga tempur darat terus menjadi sorotan. Amnesty International Indonesia menyebut pendekatan keamanan tersebut dapat berpotensi menyebabkan jatuhnya korban jiwa lebih besar. Terutama korban jiwa dari warga sipil yang tinggal di sekitar wilayah operasi.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pendekatan keamanan dalam mengatasi konflik di Papua selalu beriringan dengan banyaknya korban yang berjatuhan. Hal itu menunjukkan bahwa pendekatan keamanan terbukti tidak menyelesaikan kekerasan di Papua. ”Negara tidak pernah belajar dari pengalaman itu,” ujarnya, kemarin (20/4).

Usman sangat menyayangkan keputusan Panglima TNI yang menaikkan status operasi TNI menjadi siaga tempur darat. Menurutnya, langkah itu merupakan keputusan yang akan berdampak besar. Khususnya bagi keselamatan warga sipil di sekitar area operasi. ”Sejak diumumkan Panglima TNI (status siaga tempur, Red) belum ada keputusan politik dari negara terkait status ini,” terangnya.

Merujuk insiden kekerasan di Papua dalam kurun waktu empat tahun terakhir, Usman menyebut potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akan semakin besar dengan adanya peningkatan status operasi TNI. Bahkan, tidak hanya warga sipil yang menjadi korban. Aparat keamanan juga bisa turut berguguran jika operasi tersebut diterapkan.

Baca Juga :  Wapres Tebar KUR BNI ke UMKM Hingga di Papua

”Status ini juga berisiko menimbulkan eskalasi kekerasan di Papua. Kami mengingatkan bahwa kondisi HAM di Papua sudah sangat mengkhawatirkan,” tuturnya. Catatan Amnesty, kurun waktu lima tahun terakhir ada 179 warga sipil meninggal dalam puluhan kasus pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) yang melibatkan aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Usman menyerukan aparat keamanan segera menghentikan operasi militer dengan status siaga tempur TNI. Dia menyarankan, upaya penyelamatan pilot Susi Air Philips Marten yang tengah dilakukan saat ini dilakukan dengan pendekatan dialog dengan kelompok pro-kemerdekaan. ”Itu untuk mencegah potensi pelanggaran HAM dan krisis kemanusiaan yang lebih besar,” imbuhnya.

Terpisah, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro meminta pemerintah pusat dan daerah, termasuk TNI-Polri, memastikan jaminan perlindungan untuk masyarakat sipil yang terdampak langsung oleh konflik di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan. Selain itu, Komnas HAM juga meminta semua pihak menahan diri dalam merespons situasi di Papua saat ini.

Baca Juga :  Orang Papua yang Jadi Mata-mata juga Akan "Dibersihkan"

Atnike menyebut eskalasi konflik di Papua harus dicegah. Upaya penyelamatan pilot Susi Air Philip Marthen yang saat ini terus dilakukan harus mengedepankan prinsip kehati-hatian, praduga dalam situasi dimana timbul keragu-raguan, dan proporsionalitas. ”Itu untuk mencegah meluasnya konflik dan bertambahnya korban jiwa,” kata Atnike, kemarin.

Dia menambahkan, pihaknya sangat menyesalkan tindakan TPNPB-OPM yang sampai saat ini masih menyandera Philip. Tindakan itu telah memperburuk situasi keamanan dan menghambat upaya-upaya damai dalam mendorong pemajuan dan perlindungan HAM di Papua. ”Kami mendesak TPNPB-OPM segera melepaskan Philip Marthen,” terangnya.

Komnas HAM juga menyampaikan duka cita atas jatuhnya korban jiwa dan luka dari pihak TNI. Khususnya, meninggalnya prajurit TNI Satgas Yonif R 321/GT Pratu Miftakhul Arifin. Atas peristiwa tersebut, Komnas HAM mendorong adanya penegakan hukum terhadap semua pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai tindak kekerasan. (tyo)

Jika Operasi Siaga Tempur Darat Dilakukan

JAKARTA – Perubahan status operasi TNI di Nduga, Papua Pegunungan, yang naik menjadi siaga tempur darat terus menjadi sorotan. Amnesty International Indonesia menyebut pendekatan keamanan tersebut dapat berpotensi menyebabkan jatuhnya korban jiwa lebih besar. Terutama korban jiwa dari warga sipil yang tinggal di sekitar wilayah operasi.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pendekatan keamanan dalam mengatasi konflik di Papua selalu beriringan dengan banyaknya korban yang berjatuhan. Hal itu menunjukkan bahwa pendekatan keamanan terbukti tidak menyelesaikan kekerasan di Papua. ”Negara tidak pernah belajar dari pengalaman itu,” ujarnya, kemarin (20/4).

Usman sangat menyayangkan keputusan Panglima TNI yang menaikkan status operasi TNI menjadi siaga tempur darat. Menurutnya, langkah itu merupakan keputusan yang akan berdampak besar. Khususnya bagi keselamatan warga sipil di sekitar area operasi. ”Sejak diumumkan Panglima TNI (status siaga tempur, Red) belum ada keputusan politik dari negara terkait status ini,” terangnya.

Merujuk insiden kekerasan di Papua dalam kurun waktu empat tahun terakhir, Usman menyebut potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akan semakin besar dengan adanya peningkatan status operasi TNI. Bahkan, tidak hanya warga sipil yang menjadi korban. Aparat keamanan juga bisa turut berguguran jika operasi tersebut diterapkan.

Baca Juga :  Di Puncak Jaya, Anggota KSB Serahkan Senpi

”Status ini juga berisiko menimbulkan eskalasi kekerasan di Papua. Kami mengingatkan bahwa kondisi HAM di Papua sudah sangat mengkhawatirkan,” tuturnya. Catatan Amnesty, kurun waktu lima tahun terakhir ada 179 warga sipil meninggal dalam puluhan kasus pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) yang melibatkan aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Usman menyerukan aparat keamanan segera menghentikan operasi militer dengan status siaga tempur TNI. Dia menyarankan, upaya penyelamatan pilot Susi Air Philips Marten yang tengah dilakukan saat ini dilakukan dengan pendekatan dialog dengan kelompok pro-kemerdekaan. ”Itu untuk mencegah potensi pelanggaran HAM dan krisis kemanusiaan yang lebih besar,” imbuhnya.

Terpisah, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro meminta pemerintah pusat dan daerah, termasuk TNI-Polri, memastikan jaminan perlindungan untuk masyarakat sipil yang terdampak langsung oleh konflik di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan. Selain itu, Komnas HAM juga meminta semua pihak menahan diri dalam merespons situasi di Papua saat ini.

Baca Juga :  Komunikasi Salah Satu Cara Untuk Sudahi Konflik

Atnike menyebut eskalasi konflik di Papua harus dicegah. Upaya penyelamatan pilot Susi Air Philip Marthen yang saat ini terus dilakukan harus mengedepankan prinsip kehati-hatian, praduga dalam situasi dimana timbul keragu-raguan, dan proporsionalitas. ”Itu untuk mencegah meluasnya konflik dan bertambahnya korban jiwa,” kata Atnike, kemarin.

Dia menambahkan, pihaknya sangat menyesalkan tindakan TPNPB-OPM yang sampai saat ini masih menyandera Philip. Tindakan itu telah memperburuk situasi keamanan dan menghambat upaya-upaya damai dalam mendorong pemajuan dan perlindungan HAM di Papua. ”Kami mendesak TPNPB-OPM segera melepaskan Philip Marthen,” terangnya.

Komnas HAM juga menyampaikan duka cita atas jatuhnya korban jiwa dan luka dari pihak TNI. Khususnya, meninggalnya prajurit TNI Satgas Yonif R 321/GT Pratu Miftakhul Arifin. Atas peristiwa tersebut, Komnas HAM mendorong adanya penegakan hukum terhadap semua pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai tindak kekerasan. (tyo)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya