Lainnya adalah, Pisen Kogoya dan Sepi Lawiya, bukan Sepi Kobogau. Mereka ini masyarakat sipil. “Agopani Kobogau adalah seorang mono atau orang yang dalam kondisi tidak bisa mendengar dan berbicara (bisu tuli). Ia sering keliling kampung-kampung di Intan Jaya dan ikut menjadi korban,” kata Yoakim.
Lalu ada juga seorang ibu rumah tangga, yang ketakutan saat itu ditembak ketika ingin mengamankan diri ke hutan. Akibatnya, ia terjatuh dari jembatan, dan terbawa arus hingga meninggal dunia. “Mayatnya sudah dievakuasi, dan dimakamkan,” bebernya.
Dari belasan orang yang meninggal dunia akibat penembakan itu, Yoakim menyampaikan bahwa sebagian sudah dimakamkan. Sementara enam orang lainnya, belum ditemukan jasadnya.
“Sampai saat ini, pihak keamanan belum memberikan informasi keberadaan korban penembakan lainnya. Tentang lokasi penembakan dimana, dan dikubur dimana. Sehingga kami masih dalami keberadaan jenazah lainnya, dan belum teridentifikasi apakah itu masyarakat atau OPM,” ucapnya.
Tim Mediasi Konflik mengingatkan aparat yang bertugas di wilayah Intan Jaya agar menggunakan pendekatan humanis dan preventif, tanpa harus mengedepankan tindakan represif yang menyebabkan banyak korban dari masyarakat sipil berjatuhan.
“Akibat penegakkan hukum yang tidak terukur membuat masyarakat tidak bisa bebas beraktivitas, tidak bisa berkebun, tidak bisa buat apa-apa. Masyarakat selalu dihantui ketakutan, kecemasan dan trauma berlebihan,” tutup Yoakim.