Sunday, April 28, 2024
30.7 C
Jayapura

Seluruh Fraksi Setuju Pembahasan RAPBN 2022

JAKARTA, Jawa Pos – Seluruh fraksi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022. Dengan persetujuan itu, maka pembahasan akan dilanjutkan.

Meski begitu, beberapa fraksi memberi sorotan pada kinerja pemerintah dalam pengelolaan APBN. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera  (F-PKS) menilai kinerja pemerintah dalam pelaksanaan APBN tahun 2020 masih kurang memuaskan. Sehingga berdampak tidak optimalnya upaya penanganan pandemi dan menjaga kesejahteraan rakyat. Juru Bicara F-PKS Hermanto menuturkan, pemerintah masih belum dapat mencapai target-target yang ditetapkan pada APBN 2020. 

Dia menyebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2020 ditargetkan 5,3 persen, namun yang terealisasi adalah -2,07 persen. “Hal ini menjadi catatan kegagalan untuk kesekian kalinya. Konsekuensi dari kegagalan tersebut adalah memburuknya kesejahteraan masyarakat,” lanjut politisi dapil Sumatera Barat I tersebut.

Hermanto menerangkan, ada tiga indikator yang dapat menunjukkan penurunan kesejahteraan rakyat. Pertama, lonjakan tingkat pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan. Kedua, penurunan posisi Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah. 

Menurutnya, Indonesia semakin sulit keluar dari jebakan middle income yang menyebabkan ekonomi tidak bertransformasi ke negara maju. Ketiga, pendapatan per kapita Indonesia turun dari Rp 59,1 juta per penduduk (USD 4.174,5 per penduduk) pada 2019 menjadi Rp 56,9 juta per penduduk (USD 3.911,7 per penduduk) pada 2020. 

Meski begitu, Hermanto mengapresiasi pemerintah serta berharap catatan tersebut dapat menjadi perhatian dan dapat ditindaklanjuti dalam pembahasan selanjutnya. “Kami secara objektif juga memberikan apresiasi yang luar biasa kepada pemerintah. Bahwa di sekian banyak sektor, pertanian mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Mengalami tumbuh positif pada 2,95 persen pada akhir 2020. Itu kami memberikan apresiasi kepada pemerintah,” terang Anggota Komisi IV DPR RI itu.

Baca Juga :  Hasil Seleksi Anggota MRP Ditolak Ondoafi Tabi-Saireri

Senada dengan F-PKS, Gerindra juga menyoroti kinerja pemerintah. Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan, APBN tahun 2020 mengalami defisit Rp 953,5 trilliun karena pandemi virus Covid-19 yang belum selesai. Angka tersebut diatas 6,09 persen dari product domestic bruto (PDB). Hal itu diakibatkan lesunya daya beli masyarakat yang berdampak pada target penerimaan pajak negara.

“Dimulai dari Maret 2020 awal mula pandemi, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat, penerimaan negara juga menjadi loyo akibat pandemic ini terutama akibat realisasi penerimaan pajak yang kontraksi hingga 19,7 persen,” katanya.

Gerindra juga menyoroti proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah pada 2022 yang ditetapkan 5-5,5 persen. Target itu dinilai memberi kesan pemerintah memaksakan pertumbuhan ekonomi yang harus lebih dari 5 persen. Gerindra menilai target pertumbuhan ekonomi tersebut terlalu optimistis.

Fraksi Partai Demokrat juga memberikan beberapa catatan kritis. F-PD memberikan perhatian serius terhadap semakin menurunnya tax ratio dalam beberapa tahun terakhir. Diketahui pada tahun 2014 tax ratio masih sebesar 10,9 persen, namun selanjutnya terus menurun hingga mencapai 8,3 persen pada tahun 2020 lalu.

“Pemerintah perlu segera mengambil langkah antisipasi untuk menyelamatkan keberlanjutan fiskal pemerintah, mengingat bawa 75 persen penerimaan negara berasal dari penerimaan pajak,” ungkap Juru Bicara Fraksi Demokrat DPR RI Vera Febyanthy.

Baca Juga :  Manajemen Persipura Tunjuk Yan Mandenas

Catatan lain juga diberikan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Ekonom senior Indef Drajad Wibowo menilai, rencana pemerintah menurunkan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dari Rp 487,8 triliun menjadi Rp 427,5 triliun pada RAPBN 2022 tidak tepat. Karena belum ada data kredibel bahwa herd immunity akan tercapai di 2022. Apalagi, cakupan vaksinasi penuh di Indonesia baru 14,58 persen per kemarin (19/8).

“Di bawah rata-rata vaksinasi dunia 23,6 persen. Di sisi lain, vaksin Sinovac yang paling banyak dipakai di Indonesia diragukan seberapa tinggi efektivitasnya,” terang Drajad.

Sedangkan, untuk obat preventif dan kuratif masih memerlukan proses riset yang panjang. Menurut dia, riset yang cukup mengalami kemajuan adalah pengembangan vaksin oleh Universitas Airlangga Surabaya.

Selain itu, pemerintah juga tidak memiliki data mengenai porsi dan level antibodi Covid-19 masyarakat. Padahal, adanya data tersebut sangat krusial untuk menentukan pembatasan mobilitas masyarakat. Bahkan, jika pemerintah sudah melakukan survei tersebut, para pelaku ekonomi masih memerlukan waktu untuk pulih dari economic shocks.

Mengingat, pandemi Covid-19 dan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sangat memukul perekonomian rakyat. Khususnya, masyarakat yang berpenghasilan harian. Makanya, program perlinsos sangat krusial. “Harus berada di jantung program penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Tidak pas kalau dikurangi,” tegas Drajad.

Dia juga mengingatkan, bahwa pengelolaan anggaran perlinsos sangat rawan korupsi. Juga masih bermasalah dengan efektivitas penyalurannya. Seperti ketepatan penerima yang belum ada evaluasi yang akurat. Juga, perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). (dee/han/JPG)

JAKARTA, Jawa Pos – Seluruh fraksi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022. Dengan persetujuan itu, maka pembahasan akan dilanjutkan.

Meski begitu, beberapa fraksi memberi sorotan pada kinerja pemerintah dalam pengelolaan APBN. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera  (F-PKS) menilai kinerja pemerintah dalam pelaksanaan APBN tahun 2020 masih kurang memuaskan. Sehingga berdampak tidak optimalnya upaya penanganan pandemi dan menjaga kesejahteraan rakyat. Juru Bicara F-PKS Hermanto menuturkan, pemerintah masih belum dapat mencapai target-target yang ditetapkan pada APBN 2020. 

Dia menyebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2020 ditargetkan 5,3 persen, namun yang terealisasi adalah -2,07 persen. “Hal ini menjadi catatan kegagalan untuk kesekian kalinya. Konsekuensi dari kegagalan tersebut adalah memburuknya kesejahteraan masyarakat,” lanjut politisi dapil Sumatera Barat I tersebut.

Hermanto menerangkan, ada tiga indikator yang dapat menunjukkan penurunan kesejahteraan rakyat. Pertama, lonjakan tingkat pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan. Kedua, penurunan posisi Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah. 

Menurutnya, Indonesia semakin sulit keluar dari jebakan middle income yang menyebabkan ekonomi tidak bertransformasi ke negara maju. Ketiga, pendapatan per kapita Indonesia turun dari Rp 59,1 juta per penduduk (USD 4.174,5 per penduduk) pada 2019 menjadi Rp 56,9 juta per penduduk (USD 3.911,7 per penduduk) pada 2020. 

Meski begitu, Hermanto mengapresiasi pemerintah serta berharap catatan tersebut dapat menjadi perhatian dan dapat ditindaklanjuti dalam pembahasan selanjutnya. “Kami secara objektif juga memberikan apresiasi yang luar biasa kepada pemerintah. Bahwa di sekian banyak sektor, pertanian mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Mengalami tumbuh positif pada 2,95 persen pada akhir 2020. Itu kami memberikan apresiasi kepada pemerintah,” terang Anggota Komisi IV DPR RI itu.

Baca Juga :  Kinerja DPRD juga Diperhitungkan

Senada dengan F-PKS, Gerindra juga menyoroti kinerja pemerintah. Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan, APBN tahun 2020 mengalami defisit Rp 953,5 trilliun karena pandemi virus Covid-19 yang belum selesai. Angka tersebut diatas 6,09 persen dari product domestic bruto (PDB). Hal itu diakibatkan lesunya daya beli masyarakat yang berdampak pada target penerimaan pajak negara.

“Dimulai dari Maret 2020 awal mula pandemi, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat, penerimaan negara juga menjadi loyo akibat pandemic ini terutama akibat realisasi penerimaan pajak yang kontraksi hingga 19,7 persen,” katanya.

Gerindra juga menyoroti proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah pada 2022 yang ditetapkan 5-5,5 persen. Target itu dinilai memberi kesan pemerintah memaksakan pertumbuhan ekonomi yang harus lebih dari 5 persen. Gerindra menilai target pertumbuhan ekonomi tersebut terlalu optimistis.

Fraksi Partai Demokrat juga memberikan beberapa catatan kritis. F-PD memberikan perhatian serius terhadap semakin menurunnya tax ratio dalam beberapa tahun terakhir. Diketahui pada tahun 2014 tax ratio masih sebesar 10,9 persen, namun selanjutnya terus menurun hingga mencapai 8,3 persen pada tahun 2020 lalu.

“Pemerintah perlu segera mengambil langkah antisipasi untuk menyelamatkan keberlanjutan fiskal pemerintah, mengingat bawa 75 persen penerimaan negara berasal dari penerimaan pajak,” ungkap Juru Bicara Fraksi Demokrat DPR RI Vera Febyanthy.

Baca Juga :  Lagi, Tabrak Bak Truk Seorang Remaja Tewas

Catatan lain juga diberikan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Ekonom senior Indef Drajad Wibowo menilai, rencana pemerintah menurunkan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dari Rp 487,8 triliun menjadi Rp 427,5 triliun pada RAPBN 2022 tidak tepat. Karena belum ada data kredibel bahwa herd immunity akan tercapai di 2022. Apalagi, cakupan vaksinasi penuh di Indonesia baru 14,58 persen per kemarin (19/8).

“Di bawah rata-rata vaksinasi dunia 23,6 persen. Di sisi lain, vaksin Sinovac yang paling banyak dipakai di Indonesia diragukan seberapa tinggi efektivitasnya,” terang Drajad.

Sedangkan, untuk obat preventif dan kuratif masih memerlukan proses riset yang panjang. Menurut dia, riset yang cukup mengalami kemajuan adalah pengembangan vaksin oleh Universitas Airlangga Surabaya.

Selain itu, pemerintah juga tidak memiliki data mengenai porsi dan level antibodi Covid-19 masyarakat. Padahal, adanya data tersebut sangat krusial untuk menentukan pembatasan mobilitas masyarakat. Bahkan, jika pemerintah sudah melakukan survei tersebut, para pelaku ekonomi masih memerlukan waktu untuk pulih dari economic shocks.

Mengingat, pandemi Covid-19 dan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sangat memukul perekonomian rakyat. Khususnya, masyarakat yang berpenghasilan harian. Makanya, program perlinsos sangat krusial. “Harus berada di jantung program penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Tidak pas kalau dikurangi,” tegas Drajad.

Dia juga mengingatkan, bahwa pengelolaan anggaran perlinsos sangat rawan korupsi. Juga masih bermasalah dengan efektivitas penyalurannya. Seperti ketepatan penerima yang belum ada evaluasi yang akurat. Juga, perbaikan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). (dee/han/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya