Friday, September 20, 2024
28.7 C
Jayapura

Keabsahan New York Agreement Dipertanyakan

Sementara itu Wakil Ketua 1 KNPB Pusat, Warpo Sampari Wetipo mengatakan aksi tersebut bertujuan untuk mengingatkan rakyat Papua bahwa Perjanjian New York adalah sebuah perjanjian yang diprakarsai secara sepihak antaran Amerika Serikat dengan Indonesia. Karenanya KNPB mendesak PBB untuk meninjau kembali Perjanjian New York 1962 dan Pepera 1969 yang dianggap cacat hukum dan tidak memenuhi standar internasional.

Karena proses tersebut tidak hanya melanggar Piagam PBB Pasal 1(2) yang menegaskan hak semua bangsa untuk menentukan nasib mereka sendiri, tetapi juga bertentangan dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 (XV) tahun 1960 tentang Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Negara dan Rakyat Kolonial.

“Kami minta PBB mengakui hak bangsa Papua untuk menggelar referendum penentuan nasib sendiri yang benar-benar demokratis, bebas dari tekanan serta intimidasi militer, sesuai dengan prinsip satu orang satu suara (One Man One Vote) yang diatur dalam Resolusi Majelis Umum PBB 1541 (XV) tahun 1960,” tegasnya melalui pernyataan resmi yang diterima Cendrawasih Pos.

Baca Juga :  Jelang Pilkada, Senpi dan Bahan Peledak Akan Diantisipasi Aparat

Diapun mengatakan perjanjian New York tidak memiliki legitimasi karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat Papua. Tidak hanya itu KNPB ini juga menolak hasil Pepera 1969 karena hanya melibatkan 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua.

“Kami meminta Indonesia untuk menghormati hak kami sebagai bangsa Papua untuk menentukan masa depan kami sendiri,” tegasnya.

KNPB juga menuntut Indonesia segera menyelenggarakan referendum yang adil dan demokratis bagi bangsa Papua, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Piagam PBB Pasal 1(2) dan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 (XV) tahun 1960 tentang hak penentuan nasib sendiri.

Warpo juga menyebut harapan didukung oleh Melanesian Spearhead Group (MSG) juga Pasific Island Forum (PIF) untuk memperkuat solidaritas antara bangsa-bangsa Pasifik dalam mendukung perjuangan bangsa Papua.

Baca Juga :  Dua Terpidana Korupsi Jadi Incaran Kejati

Tidak sampai disitu KNPB juga meminta dukungan Paus Fransiskus Xaverius dalam momentum kunjungan ke Indonesia. Paus dapat menggunakan pengaruh dan suara moral yang dimiliki dalam membela keadilan dan perdamaian bagi bangsa Papua.

“Kami berharap Paus dapat bersuara untuk menyuarakan dukungan terhadap hak bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang diakui dalam ajaran gereja,” imbuhnya.

Sementara itu Wakil Ketua 1 KNPB Pusat, Warpo Sampari Wetipo mengatakan aksi tersebut bertujuan untuk mengingatkan rakyat Papua bahwa Perjanjian New York adalah sebuah perjanjian yang diprakarsai secara sepihak antaran Amerika Serikat dengan Indonesia. Karenanya KNPB mendesak PBB untuk meninjau kembali Perjanjian New York 1962 dan Pepera 1969 yang dianggap cacat hukum dan tidak memenuhi standar internasional.

Karena proses tersebut tidak hanya melanggar Piagam PBB Pasal 1(2) yang menegaskan hak semua bangsa untuk menentukan nasib mereka sendiri, tetapi juga bertentangan dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 (XV) tahun 1960 tentang Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Negara dan Rakyat Kolonial.

“Kami minta PBB mengakui hak bangsa Papua untuk menggelar referendum penentuan nasib sendiri yang benar-benar demokratis, bebas dari tekanan serta intimidasi militer, sesuai dengan prinsip satu orang satu suara (One Man One Vote) yang diatur dalam Resolusi Majelis Umum PBB 1541 (XV) tahun 1960,” tegasnya melalui pernyataan resmi yang diterima Cendrawasih Pos.

Baca Juga :  Selandia Baru Sesalkan Indonesia Lambat Dalam Bebaskan Pilot Susi Air

Diapun mengatakan perjanjian New York tidak memiliki legitimasi karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat Papua. Tidak hanya itu KNPB ini juga menolak hasil Pepera 1969 karena hanya melibatkan 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua.

“Kami meminta Indonesia untuk menghormati hak kami sebagai bangsa Papua untuk menentukan masa depan kami sendiri,” tegasnya.

KNPB juga menuntut Indonesia segera menyelenggarakan referendum yang adil dan demokratis bagi bangsa Papua, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Piagam PBB Pasal 1(2) dan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 (XV) tahun 1960 tentang hak penentuan nasib sendiri.

Warpo juga menyebut harapan didukung oleh Melanesian Spearhead Group (MSG) juga Pasific Island Forum (PIF) untuk memperkuat solidaritas antara bangsa-bangsa Pasifik dalam mendukung perjuangan bangsa Papua.

Baca Juga :  Wadan Detasemen POMAD Diturunkan ke Mappi

Tidak sampai disitu KNPB juga meminta dukungan Paus Fransiskus Xaverius dalam momentum kunjungan ke Indonesia. Paus dapat menggunakan pengaruh dan suara moral yang dimiliki dalam membela keadilan dan perdamaian bagi bangsa Papua.

“Kami berharap Paus dapat bersuara untuk menyuarakan dukungan terhadap hak bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang diakui dalam ajaran gereja,” imbuhnya.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya